Berakhirnya Periode Kelompok Bermasalah

oleh -686 views
oleh

JAKARTA, HR –Tajamnya kritikan terhadap teman seangkatannya di AKABRI, yang kini Capres nomor 02 Prabowo Subiyanto (PS), Saurip Kadi menjelaskan, bahwa dirinya hanya bermaksud meluruskan kekeliruan statemen PS. Karena  PS sejak kecil hingga saat ini tidak pernah menginjak tanah.

“Apalagi dulu sebagai menantu Pak Harto, dia tidak tahu apa yang sesungguhnya yang tergelar dalam kehidupan nyata, tak terkecuali pangkat dan jabatan yang dia raih. Dan satu yang tidak berubah dari dulu hingga saat ini, dia selalu salah memilih teman,” ungkap Mayjen TNI (TNI) Saurip Kadi ketika ditanya wartawan,  disela-sela kegiatan diskusi dengan sejumlah aktivis di Jakarta, Jumat (12/4/2019).

Maka ketika belakangan ini, lanjutnya, ada pembisik yang jujur dan berani menyampaikan fakta yang valid, rasa patriotisme dan nasionalisme PS  tergugah. Disitulah dia marah-marah, sampai keluar kata-kata Ibu Pertiwin Tengah Diperkosa segala.

Kemudian ketika dicecar apa yang dimaksud dengan PS selalu salah memilih teman. Saurip balik bertanya, bagaimana tidak salah milih teman, kalau sewaktu jadi Danjen Kopassus, sebagai Komandan KOTAMA BIN (Komando Utama Pembinaan) yang tugasnya adalah menyiapkan pasukan, yaitu melatih dan memupuk jiwa korsa pasukan, sama sekali bukan urusan keamanan,  kok bisa-bisanya berinisiatif melakukan penculikan aktifis pro demokrasi.

“Ini bukan kata saya lho ya, ini pengakuan PS sendiri di depan sidang DKP. Ini semua karena salah pergaulan, tegasnya salah pilih teman”, ujar Saurip Kadi,

Kejadian yang sejenis, lanjutnya, berulang ketika dia jadi Panglima Kostrad yang juga KOTAMA PEMBINAAN, lah ngapain dia “Neko-Neko”. Tinggal duduk manis saja, niscaya dia lah yang akan di tugasi oleh Pangab untuk memimpin Komando Gabungan, manakala komando sejumlah KODAM sudah “lumpuh”.

“Ini ketentuan baku di TNI, dan apalagi untuk tugas-tugas lintas Kotama, tidak ada KOTAMA lain yang berstatus “DISIAPKAN” kecuali Kostrad kok,”  tandas Saurip.

Lebih jahu dengan gamblang Saurip memaparkan apa yang dimaksud  PS selama ini hidupnya tidak tidak menginjak tanah, di bidang Ekonomi umpamanya.

“Saya pastikan PS juga seperti halnya dosen fakultas ekonomi pada umumnya, dikira sejumlah pengusaha yang di besarkan  oleh mertua bersama ayahandanya sebagai arsitek ekonomi Orba  bisa menjadi konglomerat dalam waktu singkat karena mereka bermodalkan pekerja keras semata”, sebutnya.

Bukankah mereka menjadi kaya raya  karena fasilitas serta kemudahan, bahkan proteksi dan sebagian juga monopoli yang diberikan oleh penguasa. Dan paska lengsernya pak Harto, keadaan berbalik, bila dulu mereka “diternak” penguasa, di era reformasi Para Konglomerat justru yang “berternak” penguasa yang dilakukan dengan cara KARTEL dan juga OLIGHARKI kekuasaan melalui elit Partai.

“Hal ini terjadi karena sistem politiknya memungkinkan terjadinya kedua hal tersebut,” tambahnya.

Bahkan diantara mereka juga “berternak” Pejabat Tinggi di jajaran birokrasi tak terkecuali di lingkungan TNI dan Polri.  Disanalah maka sebagian elit Birokrasi / TNI-Polri tak segan-segan  menjadi “herder” tak peduli menyakiti hati rakyat kecil sekalipun, dan setelah pensiun, sebagian dari mereka ditampung dengan berbagai jabatan di perusahaan milik konglonerat hitam. Disanalah state terrorism dan juga capital violence pada sejumlah tempat terjadi.

Lebih dari itu Saurip mengajak taruhan kalau PS juga sama seperti para ahli ilmu politik pada umumnya, yang tidak paham bagaimana kendala realitas yang di timbulkan akibat dalam melakukan reformasi, bangsa ini menyertakan nilai-nilai lama dan juga tokoh-tokoh lama yang sesungguhnya adalah bagian dari masalah yang dihadapi anak bangsa. Niscaya PS tidak tahu bahwa sistem kenegaraan kita versi UUD 1945 yang asli, referensi yang digunakan dalam menyusunnya dulu, lebih didominasi oleh UUD USSR yang komunis, hal ini bisa dilihat pada struktur kenegaraannya “plek persis” UUD USSR ditambah lembaga DPA seperti halnya Kontitusi Hindia Belanda dan  tidak mengenal lembaga Partai dan Pemilu.

“Sayang sekali oleh Amin Rais dkk dalam melakukan amandemen tanpa di dahului perubahan platform  dari negara otoriter menjadi  negara demokrasi, karena langsung menukik  ke perubahan Pasal-pasal,” katanya.

Sebagai mantan anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi ABRI, Saurip Kadi dengan runtut menjelaskan mengapa sistem kenegaraan versi UUD Hasil 4 Kali Amandemen UUD benar-benar semrawut dan tanpa akal sehat,  karena jiwanya masih otoriter, namun yang tertuang adalah demokrasi. Dan isinya pun campuran antara sistem presidensial dengan sistem  parlemen. Maka  mustahil akan lahir kondisi Chek and Balance. Makna kedaulatan rakyat pun pindah menjadi kedaulatan elit.

Amin Rais dkk tidak paham paham bahwa dalam demokrasi Rakyat adalah MAJIKAN dan semua yang terima gaji atau honor dari negara, dengan sebutan dan pangkat apapun tak terkecuali Presiden, Anggota DPR, Menteri, Panglima TNI dan Kapolri apalagi PNS dan ASN lainnya serta prajurit TNI/Polri adalah PELAYAN Rakyat, yang dilingkungan rumah tangga dijaman feodal dulu dikenal dengan sebutan BABU, imbuhnya.

Saurip Kadi menambahkan,  hampir pasti PS juga tidak tahu kalau sejumlah pihak menempatkan Pemilu 17- April 2019 mendatang bak  loceng kematian. Maka wajar saja, perpolitikan NKRI menjelang Pemilu tak ubahnya dengan persiapan PERANG, sehingga  menjadi merasa sah untuk menggunakan segala cara dengan menabrak etika moral sekalipun. Tim Suksesnya pun tak peduli terhadap hal-hal yang membahayakan eksistensi NKRI, bahkan Khilafah dan Radikalisme ikut dijadikan materi kampanye.

Mereka tidak sadar, kalau dirinya dimanfaatkan oleh kelompok bermasalah yang “uangnya tak berseri” yang kalap dan tidak sedikit yang ”krojotan” layaknya orang menghadapi sekaratul maut,

Satu persatu oleh Saurip dibeberkan siapa saja kelompok bermasalah yang dimaksudkan, mulai dari mereka yang  di masa lalu terlibat KKN termasuk dalam kasus BLBI, Ban Century dan sejumlah pelaku Mega Korupsi; Para Mafioso dan Pejabat dan atau mantan Pejabat serta HAKIM AGUNG “ternakan” Mafia, serta semua pihak yang terancam kemapanannya tak terkecuali pihak luar negeri,  karena penampilan pak Jokowi dalam 4, 5 tahun masa pemerintahannya memang menjadi ancaman nyata bagi mereka semua.

Namun demikian Saurip Kadi yakin bahwa PNS atau ASN lainnya pada golongan menengah ke bawah dan rakyat pada umumnya terlebih generasi milenialnya sangat mendukung Pak Jokowi.

Menutup wawancara singkatnya, Saurip Kadi optimis, karena Pak Jokowi bukan bagian dari masalah yang selama ini membelit bangsa, kelak  pada periode ke 2 akan dengan mudah menata ulang aturan main yang ada, agar  sedikitnya 12 (dua belas) masalah yang kini dihadapi bangsa yaitu (1) Sistem kenegaraan semrawut yang ujung-ujungnya Duwit. (2) Otonomi Daerah yang setengah matang, sehingga tarik menarik antara pusat dan daerah (3) Partai yang menghisap rakyat, partai memang butuh dana tapi tidak seharusnya partai dengan cara menambah beban kesulitan rakyat  (4) Nasib sebagian Rakyat yang masih terlantar. (5) Moral elit yang rusak nyaris sempurna. (6) BUMN yang selama  ini  malah jadi sapi perahan partai dan elit yang berkuasa. (7) Bangsa ini menyia-nyiakan peluang yang didatangkan globalisasi. Padahal globalisasi akan terus berjalan tak peduli Indonesia siap atau tidak siap. (8) Bangsa ini tidak memanfaatkan kemajuan tehnologi terlebih dibidang ICT dan Multi Media. (9)  Reformasi Agraria  (10) Reformasi Hukum.  (11) Penyelesaian Kasus Pelanggaran HAM Berat masa lalu, dengan mengedepankan rekonsiliasi tanpa mengesampingkan proses hukum.  Dan (12) Melakukan revolusi pendidikan bagi  rakyat kecil termasuk untuk lingkungan PONPES. Yang  kesemuanya kelak dijadikan warisan mulia pak JKW  bagi anak bangsa untuk dilanjutkan oleh penerusnya. Disitulah pentingnya pak JKW menang dalam Pemilu mendatang, agar perubahan yang sudah dimulai bisa disempurnakan pada periode kedua. Mustahil masalah yang begitu kompkeks, bisa diubah hanya dalam waktu 5 tahun.*/igo

Tinggalkan Balasan