Proyek Gedung RSUD dr Hasri Ainun Habibie Gorontalo: APBD untuk Bayar Fee Perusahaan

oleh -458 views
oleh
GORONTALO, HR – PT Morasait Elibujaya selaku pemenang pada paket Pembangunan Gedung RSUD dr HA Habibie (Lanjutan), Gorontalo, ternyata perusahaan berstatus pinjaman. Pada praktik pinjam-meminjam perusahaan, berlaku ‘hukum adat’ yakni si peminjam wajib membayar fee, yang diartikan membayar sewa perusahaan kepada direksi perusahaan.
Terkait fee, setiap perencanaan kegiatan pengadaan barang dan jasa di Satker/SKPD/UKPD tidak ada disebutkan item pekerjaan ‘membayar fee’ kepada direksi perusahaan pemenang lelang. Bila hal itu terjadi, berarti ada kebocoran uang negara yang disalahgunakan oleh si peminjam perusahaan.
Selain itu, anggaran yang diserap untuk membayar fee sewa perusahaan akan membawa dampak pada pengurangan kualitas/mutu/bobot pekerjaan. Pasalnya, fee sewa perusahaan itu diberikan cuma-cuma kepada direksi perusahaan yang notabene tidak melaksanakan pekerjaan yang dimenangkan perusahaannya.
Lalu, siapakah actor yang meminjam perusahaan tersebut? Sumber HR yang dapat dipercaya menyebutkan bahwa yang memegang PT Morasait adalah anak dari Direktur Utama dan MS, sehingga alamat atau domisili perusahaan tidak dipersoalkan.
Kemudian, berdasarkan situs Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) DKI Jakarta, disebutkan bahwa Direksi/pengurus badan usaha tercatat bernama Sorthauli Simanjuntak sebagai Direktur, Destarina H Situmorang sebagai Komisaris dan Ferry Sampe Marulitua sebagai Komisaris.
Terkait lelang di Gedung RSUD dr HA Habibie (Lanjutan), Gorontalo, disebutkan sumber bahwa saat PT Morasait proses tender ‘dikendalikan’ oleh MS serta dibantu anak bos/Direktur Perusahaan, sehingga alamat fiktif dan bahkan Pakta Integritas diragukan ditandatangani Direksi Perusahaan, namun ditandatangani oleh pihak ketiga yang disebut-sebut kuasa perusahaan yakni Midu Simbolon (MS) dan P. Aritonang (PA) sebagai pelaksana proyek.
Nama MS dan PA diketahui tidak tercatat sebagai direksi maupun sebagai tenaga ahli di PT Morasait Elibujaya. MS bertugas sebagai administrator, dan PA sebagai pelaksana proyek dan juga diduga sebagai pihak yang berhubungan langsung dengan Pokja/Satker di Gorontalo.
Artinya, PT Morasait dipinjam oleh MS dan PA, sedangkan pemilik perusahaan tidak tahu-menahu, apalagi direkturnya seorang ibu yang sudah berlanjut usia, dan dipastikan tidak mengurus perusahaannya dan hanya mengharapkan fee perusahaan.
Pakta Integritas
Pakta Integritas merupakan salah satu dokumen yang wajib dilampirkan oleh peserta tender dimanapun. Peserta lelang yang tidak melampirkan Pakta Integritas, pasti digugurkan. Pakta Integritas juga mempunyai kekuatan yang dapat menjerumuskan peserta lelang ke penindakan hukum.
Umumnya, isi dari dokumen Pakta Integritas ada empat hal yang harus dipatuhi, yakni Tidak akan melakukan praktek KKN; Akan melaporkan kepada pihak yang berwajib/berwenang apabila mengetahui ada indikasi KKN di dalam proses lelang ini; Dalam proses pengadaan ini, berjanji akan melaksanakan tugas secara bersih, transparan, dan profesional dalam arti akan mengerahkan segala kemampuan dan sumber daya secara optimal untuk memberikan hasil kerja terbaik mulai dari penyiapan penawaran, pelaksanaan, dan penyelesaian pekerjaan/kegiatan ini; dan Apabila saya melanggar hal-hal yang telah saya nyatakan dalam PAKTA INTEGRITAS ini, saya bersedia dikenakan sanksi moral, sanksi administrasi serta dituntut ganti rugi dan pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Itulah empat kekuatan yang terangkum dalam Pakta Integritas yang harus dipatuhi oleh setiap peserta tender. Namun, pada tender pembangunan Gedung RSUD dr HA Habibie (Lanjutan), Gorontalo, Pakta Integritas telah menjadi kumpulan tulisan yang tidak berarti. Satker bersama Pokja tutup mata terkait Pakta Integritas PT Morasait Elibujaya.
Kongkalikong Terbongkar
Masih sumber HR, sebelum lelang paket Pembangunan Gedung RSUD dr HA Habibie (Lanjutan), Gorontalo, ada beberapa orang dalam tim PT Morasait, dan tim itu pun pecah ketika perusahaan ditetapkan sebagai pemenang di paket itu.
Artinya, PT Morasait sebagai pemenang pada paket Pembangunan Gedung RSUD dr HA Habibie (Lanjutan), Gorontalo, dimana MS sebagai administrasitor dan mendowload LPSE Pemprov Gorontalo telah berbalik arah dan bergabung dengan PA yang merupakan pelaksana proyek, dan meninggalkan atau mencampakkan sebagian tim.
Kemudian, MS dan PA merasa atau menganggap tidak ada ikut campur tangan oleh timnya sebagian, sehingga tim yang kecewa menghubungi MS, namun MS tidak bisa dihubungi lagi karena HP-nya tidak aktif lagi.
Domisili Perusahaan Fiktif?
Masih berdasarkan situs Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK), dimana perusahaan pemenang (PT Morasait Elibujaya) beralamat di Jalan Anggrek Nellimurni III Blok C No 75A Kel Kemanggisan, Kec Palmerah, Jakarta Barat 11480, sedangkan di pengumuman pemenang tercatat di Jl Anggrek Nelli Murni VII No 97 – Jakarta Barat. Apakah layak perusahaan itu dimenangkan dengan adanya dua domisili yang berbeda milik PT Morasait?
Namun, ketika Surat Kabar Harapan Rakyat bersurat konfirmasi ke semua domisili PT Morasait Elibujaya yang berbeda, ternyata pihak kantor pos tidak bisa menjangkau alias mengembalikan surat tersebut dengan alasan, “tidak ditemukan domisili” dan sudah pindah kantor. Itulah keterangan pihak Kantor Pos pada dua bundel surat konfirmasi HR yang dikirimkan kepada dua domisili PT Morasait.
Kedua alamat atau domisili PT Morasait Elibujaya yang dipakai sebagai kantor perusahaan adalah “rumah hunian” diduga beralamat fiktif. Padahal perusahaan itu memenangkan lelang dengan anggaran senilai Rp 37.290.970.000. Lalu dimana tanggungjawab jawab Satker/Pokja yang memenangkan PT Morasait, sedangkan domisili perusahaan itu tidak jelas.
Bukan itu saja, Surat Kabar Harapan Rakyat juga mengirim surat via kantor pos ke rumah tinggal Direktur Perusahaan yang beralamat di Jl Semangka II No 15 RT 013/007 Jatipulo, Palmerah, Jakarta Barat, dan lagi-lagi pihak Kantor Pos Indonesia mengembalikan dengan alasan sudah pindah.
Pertanyaannya, apakah kantor atau domisili PT Morasait Elibujaya dan rumah tinggal direkturnya tidak ada, atau kemana perusahaan ini berkantor? Sementara detail di Lembaga Pengembagan Jasa Konstruksi (LPJK-NET) sangat jelas tercantum alamatnya.
Begitu pula saat dikonfirmasi, nomor telepon yang tertera dari situs LPJKNET ternyata tidak ada yang menyahut. Padahal, Ketua Pokja Konstruksi II pada Biro Pengadaan Barang Sekda Pemprov Gorontalo, Zainal Arifin Yusuf melalui surat jawabannya, menyatakan, “telah melakukan evaluasi tentang alamat perusahaan sebagaimana ketentuan Perpres 54/2010 dan perubahannya, dimana memiliki alamat tetap dan jelas serta dapat dijangkau oleh pengiriman”.
KD Tidak Mencukupi
Ketidak transparan Pokja/Satker memenangkan PT Morasait, makin terlihat jelas saat penyampaian persyaratan, Pokja Biro Pengadaan Pemprov Gorontalo menerapkan segudang SBU pada subbidang, yakni mulai dari Subkalisifikasi/Klasifikasi kode BG 008 (Jasa Pelaksanaan Konstruksi Bangunan Kesehatan), dan kode MK 001 untuk Jasa Pelaksanaan Konstruksi Pemasangan Pendingin Udara (Air Conditioner), Pemanas dan Ventilasi dan MK 002 – Jasa Pelaksanaan Konstruksi Pemasangan Pipa Air (Plumbing) dalam Bangunan dan Salurannya dan kode MK 003 – Jasa Pelaksanaan Pemasangan Pipa Gas Dalam Bangunan.
Dengan banyaknya permintaan panitia Pokja terkait subbidang, ternyata perusahaan pemenang PT Morasait tidak memiliki MK003. Sedangkan MK 001 dan MK002, PT Morasait tidak mempunyai Kemampuan Dasar (KD). Padahal pada saat tahap Aanwijzing atau penjelasan, dimana peserta yang ikut lelang sangat keberatan dan meminta memangkas dengan sejumlah persyaratan subbidang pada SBU tersebut.
Bahkan berdasarkan data yang diperoleh dari LPJKNET, dimana subbidang untuk induknya yakni kode BG 008 -Jasa Pelaksanaan Konstruksi Bangunan Kesehatan, yang disampaikan oleh pemenang PT Morasait sebagai persyaratan pengalaman untuk perhitungan KD juga tidak mencukupi.
KD perusahaan senilai Rp 14.574.000.000 sebagai pengalaman tertinggi/3NPt, yang diambil dari tahun 2013 pada paket Pekerjaan Selasar Rumah Sakit Abdul Wahab Sjahranie Samarinda senilai Rp 4.828.755.000, padahal nilai paket pekerjaan lanjutan pembangunan gedung RSUD dr. HA Habibie Provinsi Gorontalo yang dilelangkan sekurang-kurangnya mendekati HPS sebesar Rp 39.783.860.000, sehingga pengalaman sejenis atau kompleksitas yang setara dalam 10 tahun terakhir tidak memenuhi syarat atau seharusnya gugur lelang.
Terkait itu Surat Kabar Harapan Rakyat telah mempertanyakan dengan surat konfirmasi dan klarifikasi bernomor: 027/HR/VI/2016 tanggal 13 Juni 2016 kepada Biro Pengadaan Barang Sekda Pemprov Gorontalo c/q Ketua Pokja Konstruksi II.
Pokja Menjawab
Ketua Pokja Konstruksi II, Zainal Arifin Yusuf, ST dengan surat jawabannya kepada HR bernomor: 027/BP/POKJAKONSTRUKSI2/42/VI/2016 Tanggal 20 Juni 2016 menjawab.
“Pokja melakukan perhitungan terhadap kemampuan dasar/KD melakukan perhitungan terhadap kemampuan dasar/KD PT Morasait Elibujaya adalah pengalaman pekerjaan sejenis yaitu pekerjaan konstruksi pembangunan gedung O (LOundry), U (Masjid), P (IPRS) dan Gedung W (Logistik) rumah sakit daerah Prov Nusa Tenggara Barat tahun 2015 dengan nilai kontrak sebesar Rp 26.620.620.000. Dengan demikian, menghitung KD = 3Npt, maka pengalaman tersebut memenuhi KD,” ujar Zainal.
Lanjut Zainal, pihaknya telah melakukan dan verifikasi dengan menemui PPK Pekerjaan tersebut diatas, dan berdasarkan penjelasan bahwa benar PT Morasait Elibujaya telah melaksanakan atau menyelesaikan pekerjaan gedung rumah sakit tersebut.
Dijelaskannya pula, bahwa persyaratan mengenai SBU telah mengalami perubahan melalui Addendum Dokumen pengadaan nomor: 027/BP/POKJAKONSTRUKSI2/47.b.Add/VI/2016 tanggal 28 April, dan sesuai isi BAB V. Lembar Data kualifikasi huruf B point 5, menyatakan bahwa SBU yang dipersyaratkan adalah BG008 untuk Pelaksanaan Konstruksi Bangunan Kesehatan.
Soal Pakta Integritas, lanjut Zainal melalui surat jawabannya, bahwa hal itu sesuai dengan persyaratan dan ketentuan penggunaan SPSE yang ditetapkan oleh LKPP bahwa dengan membuat dan atau mendaftar sebagai peserta lelang pada paket tersebut, maka PPK/ULP dan penyedia jasa telah memberikan persetujuan pada Pakta Integritas.
Zainal menambahkan, pelaksanaan lelang sudah sesuai dengan prinsip-prinsip dasar pengadaan barang dan jasa pada Perpres 54/2010 dan perubahan terahir yaitu, efisien, efektif, transparan dan terbuka, bersaing adil (tidak diskriminatif) dan akuntabel.
Sudahkah PHO Pengalaman Sejenis?
“Lelang yang satu ini harus diusut, karena diduga ada indikasi memenangkan perusahaan tertentu, maka harus diusut penegak hukum karena nya¬ta-nyata telah merugikan ne¬gara, serta bertentangan dengan Perpres 54/2010 dan Perubahannya,” ujar Koordinator Pengkaji dan Investigasi LSM Independent Commission Against Corroption Indonesia (ICACI), Reza Setiawaan, kepada HR, belum lama ini.
Paket Gedung Hj. Hasri Ainun Habibie Provinsi Gorontalo, katanya, bila benar pakta integritas yang harus ditandatangani tidak tepat, atau ada ke¬bohongan, sank¬sinya sangat jelas, yaitu pidana dan juga melanggar terhadap Pasal 93 Perpres 70/2012 poin c, penyedia Barang/Jasa terbukti melakukan KKN, kecurangan dan/atau pemalsuan dalam proses pengadaan yang diputuskan oleh instansi yang berwenang dan/atau dan pengaduan tentang penyimpangan prosedur.
Bila memang Pokja mengambil pengalaman di Prov Nusa Tenggara Barat yakni paket pekerjaan konstruksi pembangunan gedung O (LOundry), U (Masjid), P (IPRS) dan Gedung W (Logistik) rumah sakit daerah Prov Nusa Tenggara Barat tahun 2015, ungkap Reza, “kalau itu ada maka harus dilampirkan surat kontraknya dong, dan jangan hanya Pokja sudah diklarifikasi kepada PPK yang bersangkutan di NTB, dan ini harus dibuktikan”.
“Pengalaman sejenis yang disampaikan Pokja pimpinan Zainal itu, sangat diragukan, dan kalau pun ada pengalaman senilai Rp 26.620.620.000 dari Prov NTB, apakah sudah PHO? Karena paket ini dilaksanakan tahun akhir 2015. Kontrak atau PHO itu harus ada, namun sesuai yang disampaikan HR, bahwa berdasarkan di LPJK NET jelas tidak detail atau belum masuk kontrak senilai Rp 26,6 miliar itu, dan masih KD senilai Rp 14.574.000.000 sebagai pengalaman tertinggi (3NPt) yang diambil dari tahun 2013 pada paket Pekerjaan Selasar Rumah Sakit Abdul Wahab Sjahranie Samarinda senilai Rp 4.828.755.000,” ujarnya.
Bila KD ini diragukan, termasuk domisili fiktif, maka dipersilahkan aparat terkait seperti Kejaksaan atau Polri turun ke lokasi untuk mengawasi dan mengusutnya.
“Ya, bila perlu diusut dan Gubernur serta Sekda Provinsi menindak tegas anak buahnya yang bermain dalam proses lelang pada paket ini,” ujarnya. tim


(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});

Response (1)

  1. Saya Widaya Tarmuji, saya menggunakan waktu ini untuk memperingatkan semua rekan saya INDONESIANS. yang telah terjadi di sekitar mencari pinjaman, Anda hanya harus berhati-hati. satu-satunya tempat dan perusahaan yang dapat menawarkan pinjaman Anda adalah TRACY MORGAN LOAN FIRM. Saya mendapat pinjaman saya dari mereka. Mereka adalah satu-satunya pemberi pinjaman yang sah di internet. Lainnya semua pembohong, saya menghabiskan hampir 32 juta di tangan pemberi pinjaman palsu.

    Tapi Tracy Morgan memberi saya mimpi saya kembali. Ini adalah alamat email yang sebenarnya mereka: tracymorganloanfirm@gmail.com. Email pribadi saya sendiri: widayatarmuji@gmail.com. Anda dapat berbicara dengan saya kapan saja Anda inginkan. Terima kasih semua untuk mendengarkan permintaan untuk saran saya. hati-hati

Tinggalkan Balasan