Berakhirnya “Penjajahan” di Apartemen

oleh -1.7K views
oleh

JAKARTA, HR – Sikap Gubernur DKI Jakarta Anis Baswedan dan Wagub Sandiaga Uno yang tidak mau memelihara residu peninggalan pendahulunya, patut kita apresiasi bersama. Dalam soal apartemen umpamanya, Pemprov DKI membikin gebrakan “nekad” untuk menegakkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun.

Melalui Kadis PR & KP (Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman) DKI Jakarta, pada tanggal 23 Mei 2018 telah menerbitkan Surat dengan Nomor:2145/-1.796.71., yang isinya tentang penegasan kepengurusan tunggal PPPRS (Perhimpunan Pemilik Penghuni Satuan Rumah Susun) Graha Cempaka Mas (GCM) yaitu Pengurus Hasil RULB 20 September 2013 Pimpinan Sdr. Tonny Soenanto, sebagaimana Putusan Kasasi Mahkamah Agung RI Nomor:100K/PDT/2017.

Demikian diungkapkan Mayjend TNI AD (P) Saurip Kadi selaku penghuni Apartemen GCM saat temu Wicara antara Warga Apartemen GCM (Graha Cempaka Mas) dengan Ketua DPRD DKI Jaya, M. Taufik, Kadis PR & KP DKI Jakarta, dan Buka Puasa Bersama, Rabu (30/5/2018), di apartemen GCM, Jakarta Utara.

“Arti khusus warga apartemen GCM kami segera merdeka. Hal ini juga terkait dengan kemenangan Warga Rusun GGM pada Pengadilan Kasasi Nomor: 100K/PDT/2017, yaitu Permohonan Kasasi Pengurus PT.Duta Pertiwi Tbk ditolak,” jelasnya.

Turut hadir ASA Center yang ikut menjembatani polemik antara penghuni dan pengelola Rumah Susun Graha Cempaka Mas (GCM) yang dalam hal ini dipegang oleh PT Duta Pertiwi Tbk guna membawa persoalan mereka sampai ke Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta. Polemik antara penghuni dan pengelola PT Duta Pertiwi Tbk itu sendiri sudah terjadi sejak 2013 silam, serta sejumlah perwakilan dari Apartemen lain yang masih terdholimi pengelola ex pengembang.

Menurutnya ini berkah bulan Ramadhan, sebabnya Kadis PR&KP DKI telah menerbitkan Surat Nomor 2145/-1.796.71 tanggal 23 Mei 2018 yang isinya penegasan bahwa Pengurus Tunggal PPPSRS GCM (Perhimpunan Pemilik Penghuni Satuan Rumah Susun Graha Cempaka Mas) adalah Pengurus Hasil RULB tanggal 20 September 2013.

Saurip memaparkan gebrakan baru Gubernur DKI Anis Bawasden dan Wagub Sandiaga Uno untuk mengakhiri pendholiman pengelola ex pengembang terhadap warga rusun. Sebuah keberanian gubernur dan wakil gubernur DKI yang luar biasa, yang mustahil terjadi di masa lalu. Penyelesaian kasus apartemen GCM menjadi sangat strategis, karena kasus GCM menjadi barometer keamanan dan penegakan hukum di Indonesia.

“Rasanya kita tidak patut bicara tentang jaminan keamanan dan penegakan hukum bagi saudara kita yang dipedalaman Kalimantan dan Papua atau pula lainnya, kalau kasus GCM yang berjarak kurang dari 4 km dari Istana Negara saja terus berlarut, dan tidak tertangani dengan baik,” ujar Ketua Dewan Penasehat PPPSRS-GCM tersebut.

Dan hal yang mencolok dari gubernur dan wagub DKI kali ini adalah keberanian dalam bersikap tak peduli siapa yang dihadapi, tak terkecuali terhadap PT. Duta Pertiwi Tbk (Sinar Mas Group). Sikap “nekad” ini otomatis akan membikin Pengelola ex Pengembang “hitam” lainnya menjadi mudah untuk ditertibkan,” pungkas Saurip Kadi.

Mengadu ke DPRD DKI

Sebelumnya puluhan perwakilan penghuni rumah susun milik (rusunami) atau apartemen se-Jakarta, mengikuti rapat dengar pendapat dengan Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Mohamad Taufik, dan Ketua Komisi D Iman Satria, serta pemerhati masalah apartemen dan juga tokoh masyarakat Alex Asmasubrata, Rabu (23/5/2018).

Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Mohamad Taufik, menilai persoalan apartemen di Jakarta dapat dituntaskan di bawah kepemimpinan Gubernur Anies Baswedan dan Wagub Sandiaga Uno. Syaratnya seluruh penghuni apartemen bersatu, sehingga saat dilakukan pemilihan pengurus mereka dapat menang dan mengalahkan pengurus bentukan pengembang.

“Mari kita berjuang bersama-sama menyelesaikan masalah ini. DPRD pasti akan membela kepentingan masyarakat penghuni apartemen,” tegasnya.

Silahkan laporkan kepada kami di DPRD DKI, dan kami pasti akan memanggil pengembang itu dan akan menuntut mereka yang bertindak sewenang-wenang,” pungkasnya.

Kejahatan “Dilindungi” Negara

Sesungguhnya dalam kasus Rusun, Pemprov DKI Jakarta dari awal sudah tahu mana yang benar dan mana yang salah. Namun dengan sengaja mereka membiarkannya, dan kemudian digeser menjadi sengketa hukum. Warga apartemen kemudian harus berhadapan dengan konglomerat termasuk melalui proses pengadilan, sementara realitanya mereka mengkooptasi penguasa dan hukum pun ‘Wani Piro’.

Hal ini dikatakan Mayjend (P) TNI AD Saurip Kadi selaku penghuni Apartemen GCM saat temu Wicara antara Warga Apartemen GCM (Graha Cempaka Mas) dengan Pimp DPRD DKI bersama Kadis PR & KP DKI Jakarta, Rabu (30/5/2018), di apartemen GCM, Jakarta Utara. Didampingi Ketua DPRD DKI Jaya, M. Taufik, Kadis PR & KP DKI Jakarta, kata Ketua ASA Center Alex Asmasoebrata ASA Center, Rabu (30/5/2018), di apartemen GCM, Jakarta Utara.

“Kini semuanya segera berlalu, yang pasti dari kasus GCM banyak pihak termasuk Pengelola ex pengembang di Rusun manapun, dan utamanya birokrasi Pemprov DKI Jakarta serta jajaran Polri kembali diingatkan ajaran leluhur kita, bahwa “Keangkara Murkaaan Akan Hancur Karena Budi Kekerti Luhur” yang dilingkungan masyarakat Jawa dikenal dengan istilah “Suro Diro Jaya Diningrat Lebur Dening Pangastuti”, ungkapnya.

Dan dengan sikap Gubernur/Wagub DKI Jakarta yang tanpa pandang bulu dalam menegakkan Undang-Undang dan Hukum, maka era penjajahan terhadap warga apartemen oleh Pengelola Ex Pengembang akan segera berakhir,” tandas mantan Aster TNI AD ini.

Ketua Dewan Penasehat PPPSRS-GCM tersebut membeberkan, kasus yang terjadi bagian bersama oleh Pengembang yang kemudian direstui oleh Pemda dan juga BPN setempat disertpikatkan (dalam kasus Apartemen GCM ada 27 SHM SRS) atas nama Pengembang.

Dan ketika terjadi sengketa, warga dikalahkan oleh Pengadilan mulai dari PN maupun TUN, PT, Kasasi dan juga Penyidik Polri, karena kepemilikannya masih a.n. PT. Duta Pertiiwi Tbk. Para Penegak hukum tak peduli bahwa sejak tahun 1997-1999 apartemen tersebut sudah dijual dan terbayar lunas. Begitu pula sertpikat HGB Induk tidak dibalik namakan menjadi a.n. PPSRS, sebagaimana apartemen di luar DKI Jakarta.

Sejak pembentukan PPPSRS yang difasilitasi oleh Pengembang, dalam prakteknya Pengurus PPPSRS dikuasasi orang-orangnya, tak peduli ia bukan Pemilik yang tinggal di apartemen sebagaimana amanat pasal 74 UU Nomor:20/2011. Pengurus PPPSRS kemudian menunjuk ex Pengembang sebagai Pengelola. Dan persekongkolan antara Pengelola dengan Pengurus “boneka” nya, kemudian membuat TAMENG KEJAHATAN dengan jenis kontrak LUMPSUM (Borongan), sehingga seolah semuanya legal. Padahal jenis kontrak apapun yang bertentangan dengan Undang-undang yang lebih tinggi otomatis batal demi hukum.

“Berbekal kontrak Lumpsum inilah mereka melakukan sejumlah dugaan Perbuatan Melawan Hukum. Kewenangan untuk menarik dan menyimpan uang-uang IPL (Iuran Pengelolaan Lingkungan/”Service Charge”) dan pungutan lainnya yang semestinya ke rekening PPPSRS yang bernaung pada rezim UU Rusun, diubah menjadi masuk ke Rekening Pengelola yang bernaung dibawah rezim UU Perseroan Terbatas. Maka, dampak yang tidak bisa dihindari adalah kewenangan pengelolaan dan kontrol keuangan pindah ke Direksi Pengelola (PT. Duta PertiwiTbk), tidak lagi pada Pengurus dan anggota PPPSRS-GCM. Lantas, bagaimana mungkin Pengurus PPPSRS bisa mempertanggung jawabkan keuangan kepada warga dalam RUTA (Rapat Umum Tahunan) yang sebelumnya wajib diaudit akuntan publik,” papar Saurip Kadi.

Alex menambahkan, berbagai cara intimidasi dilakukan, diantaranya dengan aksi pendudukan sejumlah orang dengan menginap di koridor milik warga.

Selain itu, katanya, warga juga mengeluhkan adanya pemutusan kabel listrik, panel listrik yang diboikot dan identitas PLN sudah atas nama Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun Cempaka Mas.

“Harusnya secara logika PLN turun tangan karena kita pelanggannya dan bayar sesuai tagihan bukan?” terangnya.

Alex mengatakan, sejumlah warga kecewa terhadap aksi pendudukan sejumlah orang yang menurutnya dilakukan oleh PT Duta Pertiwi selaku pengelola.

“Preman dan satpam nginap di koridor milik warga. Mereka menduduki tanpa hak, melakukan pengrusakan dan masuk pekarangan tengah malam,” ujar dia.

Lebih lanjut Saurip membeberkan bahwa pengelola menarik Jasa Oprator sebesar 10% yang sudah barang tentu sudah masuk dalam komponen IPL, PPN atas Air dan Listrik sebesar 10% padahal di Rusun tidak ada bisnis Air dan listrik dan negara juga tidak memungutnya, menaikkan tarif listrik layaknya Perusahaan Pengada atau Penjual Listrik, menarik dan menggunakan Uang Cadangan (Sinking Fund) yang murni uang simpanan warga, mencampur Air produk PD. PAM Jaya dengan sekitar 80% kebutuhan dengan Air Hasil Olahan Limbah, menyewakan Hak Bersama untuk Parkir Komersial, pemasangan antene transmisi lebih dari 25 operator (Tilpon, TV dan Radio), Kantin dan Papan Rekalme dan uangnya digunakan sesuka suka sendiri tanpa pernah dipertanggung jawabkan kepada warga.

Bisa jadi diduga ada Akta Notaris yang mengesahkan Pertanggungan Jawab Keuangan dalam setiap RUTA, tapi keuangan dari buku Kas yang mana yang dipertanggung-jawabkan, karena dengan kontrak jenis Lumpsum berarti Pengurus Perhimpunan tidak mengelola keuangan. Begitu juga keuntungan Premi Asuransi yang dibayar warga dialihkan ke PT. Duta Pertiwi tanpa sepengetahuan warga, dan kejahatan lainnya yang pada intinya menjadikan warga GCM sebagai “sapi perahan”.

Dan ketika Perbuatan Melawan Hukum tersebut dilaporkan warga ke Polri dengan jumlah 30 an LP (Laporan Polisi) realitanya tidak atau belum diproses sebagaimana mestinya. Sementara LP yang dibuat orang-orang bayaran Pengelola dengan kasus “ecek-ecek” pun ditangani. igo/nel

Tinggalkan Balasan