JAKARTA, HR – Generasi Peduli Anti Narkoba (GPAN) sangat apresiasi dengan apa yang telah diakukan Michael Panelo, yang juga bagian dari GPAN sebagai Ketua Bidang Penyuluhan dan Pencegahan dalam mengkoordinir rumah singgah untuk mencegah penyalahgunaan narkoba sejak dini di lingkungan kumuh dan anak jalanan. Juga rumah rehabilitasi bagi pengguna dan pecandu narkoba.
“Tempat mantan para pengguna narkoba yang telah insyaf mengajar pada anak-anak jalanan dan kurang mampu agar tidak terperangkap di dalam narkoba. Karena kalau suah terperangkap narkoba akan terperangkap kembali ke dalam prostitusi. Itulah makanya tim dari GPAN melalui Michael Ponelo melakukan prosesi secara kontruksi, agar anak bangsa ini sedini mungkin tidak terjerumus. Karena penjerumusan narkoba itu berangkat dari persoalan ekonomi, persoalan rumah tangga, dan sebagainya,” ujar Ketua Umum GPAN, Bob Hasan, disela-sela kunjungan ke Rumah Singgah dan Rehabilitasi, Sabtu (1/4/2017), di Sunter Taman BMW dan, Mangga Besar Taman Sari.
Dikatakan Bob Hasan, sejauh ini dilaksanakan personal GPAN, nanti akan di kooptasi oleh organsisasi secara sistematis, pola-pola tentang bagaimana penanganannya secara manajemen.
“Kalau secara manajemen, artinya kita lagi bicara mengurus sepuluh atau 20 orang orang. Kita sudah bicara kapasitas prespektif, kita sudah mengarah 200, 500 dan jutaan orang. Itu yang kita sasar. Kita bukan sasar terhadap bandarnya, jaringannya, cukup kita mengetahui itu. Yang terpenting adalah calon-calon dan korban-korban itu lah yang harus kita arahkan, bagi korban yang sudah gunakan, pecandu, bahkan untuk rehabilitasi,” ungkapnya.
Rehabilitasi itu, lanjut Bob hasan, tidak dilaksanakan di dalam penjara atau dalam putusaan hukum, tapi rehabilitasi itu sedini mungkin sebelum masuk ke ranah hukum, mereka disadarkan untuk berobat.
“Kalau sudah berobat begini, kita tidak perlu bicara lagi jaringan atau segala macam. Karena apa ! Peminta dan pemakainya sudah berkurang karena sudah diobati, kan tidak pakai. Biasanya volume durasi dari penggunaan dengan suplay barang ada satu perimbangan, misalnya seminggu keluar 1 ton, atau dalam satu daerah 10 kg, daerah terpencil aja 1 kg. Mungkin akan turun suplaynya oleh karena penggunanya berobat. Kita ambil dari hilirnya bukan hulunya, sesuai dengan fungsi kita sebagai masyarakat,” jelasnya.
Jadi jangan salah paham, GPAN bukan membela orang yang sudah gunakan direhabilitasi, bukan. Karena rahabilitasi itu salah satu yang lebih akurat, lebih efektif mengatasi penyalahgunaan narkoba. Karena pengguna dan pecandu itu korban,”imbuh Ketua Umum GPAN.
Sedangkan Pelindung GPAN, Brigjend Pol Drs.H.Siswandi mengutarakan ada dua hal yang dipilah menurut UUD No.35/2009.
“Kita pilahkan dua, menurut UU No.35/2009, siapa yang dikatakan korban, siapa yang dikatan pecandu. UU 35/2009 sangat tegas dan humanis. Tegas terhadap pengeder, tegas terhadap sindikat, tegas terhadap home industri (Kitchen Lab). Karena apa! Berlaku undang-undang sampai ancaman hukum maksimal, yaitu hukuman mati,” ujarnya.
Umanis terhadap korban dan pecandu narkoba masih diberi kesempataan bagi mereka untuk melaporkan ke institusi polisi, wajib lapor untuk dilakukan pengobatan melalui rehabilitasi.
“Itu humanisnya. Korban dan pecandu jangan kita musuhi, karena itu adalah market, itu adalah pangsa, itu adalah yang menggunakan yang diuntungkan adalah bandar. Kalau sudah market ini habis, pangsa ini habis, maka stril semua, bandar itu akan gulung tikar. Bandar itu yang ditakuti hanya satu, pangsa di Indonesia itu habis, market di Indonesia itu sudah tidak ada,” papar Siswandi.
Menurut Pelindung GPAN ini, Kalau hukuman mati mereka (bandar) tidak takut, karena hukumannya main-main.
“Hukuman mati di kita itu main-main. Data saya hukuman mati ada 57 orang, itu 2016 awal bisa bertambah. Mesti hukuman mati, masih juga dia membuat jaringan. Jadi dia tidak takut hukuman mati. Kalau bisa ketangkap lagi, karena hari ini dia berbuat, hari ini dia divonis hukuman mati, besok dia berantam mukul orang lagi, besok dia mengedar lagi, ketangkap lagi proses hukum lagi. Hukuman mati pertama pasti ditunda, karena dia punya proses hukum lagi,” terangnya.
Siswandi mengambil contoh Fredy Budiman ditangkap BNN hukman mati, ngedar lagi Fredy Budiman ketangkap Bareskim Polri hukuman mati. Ketika hukuman mati lagi, baru di eksekusi.
“Jadi di Idonesia hukuman mati bisa tiga kali. Jadi sindikat tidk akan takut, tak akan gentar dengan hukuman mati, apalagi pemerintah tak jelas, eksekusi masih pake istilah bertahap, gelombang pertama gelombang kedua. Sekarang gelombang berikutnya tertunda terus. Maka sekarang yang kita desak adalah eksekutor Jaksa Agung, laksanakan yang sudah inkrah,” tandasnya.
GPAN adalah satu wadah, satu LSM/Ormas dengan cara humanis, bagaimana korban dan pecandu mau kita rekrut dengan kesukarelaan dia, atau dengan paksaan melalui keluarganya untuk kita fasilitasi di rehabilitasi, kita mediasikan. Itu tujuan kita. Nanti terakhirnya kalau itu sudah jalan larinya ke Drug Amnesty, yaitu pengampunan menjalankan perintah Undang-undang terhadap pecandu. Itu perintah Undang-undang. Itulah misi dari GPAN,” pungkas Pelindung GPAN ini. igo
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});