KETAPANG, HR – Kegiatan Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, terus berlangsung dan memberikan dampak negatif yang signifikan, terutama karena menggunakan metode tambang terbuka.
Aktivitas ini menyebabkan kerusakan hutan, kerusakan ekosistem, pencemaran air dan tanah, serta perubahan bentang alam secara drastis.
Salah satu contohnya adalah kegiatan PETI di wilayah Indotani, Kecamatan Mantan Hilir Selatan (MHS), Kabupaten Ketapang. Penggunaan merkuri dalam proses pemisahan emas dari bijihnya telah menyebabkan pencemaran air dan tanah di sekitar lokasi tambang ilegal tersebut.
Ironisnya, diduga marak pula peredaran bahan bakar minyak (BBM) jenis solar di lokasi PETI tersebut. Muncul dugaan adanya keterlibatan mafia BBM, namun Aparat Penegak Hukum (APH) justru terkesan bungkam. Ada apa sebenarnya?
Berdasarkan informasi yang dihimpun News Investigasi86, seorang pengusaha warga Kecamatan MHS berinisial H.K diduga terlibat dalam aktivitas PETI di wilayah tersebut.
PETI Langgar Undang-Undang
Secara regulasi, PETI merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Pasal 158 menyatakan bahwa “setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.”
Menurut Beni Hardian (48), warga Ketapang, PETI di Kecamatan MHS merupakan kegiatan tanpa izin yang tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga memicu konflik horizontal.
PETI di Kecamatan MHS adalah suatu kegiatan ilegal yang memicu kerusakan lingkungan. Kegiatan tersebut juga telah memicu konflik horizontal, seperti yang terjadi beberapa waktu lalu,” ucap Beni.
Ia menilai bahwa aktivitas PETI di wilayah tersebut dapat menyebabkan sedimentasi sungai akibat penggalian dan pemindahan material. Selain itu, bekas lubang tambang yang tidak direklamasi dengan baik berpotensi menimbulkan genangan air bersifat asam yang mencemari lingkungan.
Kami berharap APH tidak lagi bungkam dan segera menindak tegas para pemodal besar (big boss) aktivitas PETI di Kecamatan MHS. Selama ini, proses hukum hanya berlaku bagi para pekerja tambang, sementara pemilik alat berat atau pemodal justru tidak tersentuh hukum. Ada apa?” pungkas Beni.
Di tempat terpisah, Diki, warga Kalbar yang juga dikenal sebagai aktivis antikorupsi, menegaskan bahwa aktivitas PETI merugikan baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Selain itu, dampak lingkungannya sangat mengkhawatirkan bagi kelangsungan hidup generasi mendatang.
Kegiatan PETI di wilayah Indotani, Kecamatan MHS, dilakukan dengan cara menggali lahan puluhan hektare menggunakan alat berat excavator. Ini jelas merusak keseimbangan ekosistem dan berdampak signifikan terhadap lingkungan sekitar,” ungkap Diki.
Selain kerusakan lingkungan, Diki juga menyoroti dampak sosial yang ditimbulkan oleh PETI, seperti maraknya praktik pungli dan peredaran BBM subsidi jenis solar.
Oleh karena itu, harus ada keseriusan dari APH Kalimantan Barat untuk melakukan penertiban di lokasi PETI tersebut,” tegas Diki mengakhiri pernyataannya. lp/tim