BANTEN, HR – Proyek tahun jamak atau MYC yang menggunakan Anggaran 2017 – LAINNYA, itu pada paket Pengamanan Pantai Jongor, Caringin dan Kemuning Kab Pandeglang dengan perkiraan sendiri (HPS) Rp 93.294.700.000, dilingkungan Balai Besar Wilayah Sungai Cidanau-Ciujung-Cidurian (BBWS-C3), diduga perusahaan pemenang memakai dokumen perusahaan lain yang kini bermasalah dan ditangani KPK.
Sesuai tayang diaplikasi LPSE Kementerian PUPR, paket Pengamanan Pantai Jongor, Caringin dan Kemuning Kab Pandeglang (MYC) yang diumumkan proses lelangnya mulai 7 April 2017 hingga penandatanganan kontrak diantara tanggal 23 Juni – 19 Juli 2017, dimenangkan PT Nusa Konstruksi Enjiniring (NKE) Tbk dengan penawaran Rp 81.166.943.000.
NKE merupakan urutan kelima terendah dari lima belas yang memasukkan harga, dimana perusahaan atau peserta penawar terendah dievaluasi dengan berbagai alasan. Namun, terdapat dua peserta terendah yakni urutan satu dan kedua diberikan dengan alasan yang sama, “Nilai Penawaran Hasil Evaluasi Koreksi Aritmatik melebihi Nilai Harga Perkiraan Sendiri yang dilelangkan.”
Alasan hasil koreksi aritmatik melebihi nilai HPS kepada kedua penawar terendah tidak dijelaskan dan diumumkan seberapa besar nilai penawaran sampai bisa melebih HPS tersebut. Dan sebagai catatan yang tayang di LPSE, bahwa kedua peserta yang menawar terendah masing-masing Rp 72.469.621.000 dan Rp 75.382.122.000 atas nama PT PJP dan PT TRA.
Bahkan, persyaratan yang diminta ULP Pokja untuk personil inti termasuk tenaga ahli (SKA) dengan sejenis (S1001-Jasa Pelaksana untuk Konstruksi Saluran Air, Pelabuhan, Dam dan Prasarana Sumber Daya Air Lainnya) yang diajukan perusahaan penetapan pemenang PT NKE pada Paket Pengamanan Pantai Jongor, Caringin dan Kemuning Kab Pandeglang (MYC), diduga tidak sesuai di dalam dokumen pengadaan atau bahkan overlapping “waktu bersamaan”.
Hal ini mengingat bahwa personil dan peralatan yang disampaikan dalam penawaran hanya untuk satu paket pekerjaan yang dilelangkan. Apabila penawar mengikuti beberapa paket pekerjaan, maka personil inti dan peralatan untuk paket pekerjaan lain harus dari personil dan peralatan yang berbeda.
Hal itu diduga tidak mencerminkan aturan main di Perpres No 54/2010 dan perubahannya Perpres No 70/2012 dan Perpres No 4/2015, serta Surat Edaran (SE) Permen PUPR No.31/PRT/M/2015 pasal 6d (3) tentang Standard dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi.
Sebab diketahui bahwa PT NKE sedang mengerjakan paket lainnya atau lebih duhulu di paket Pembangunan Sarana/Prasarana Pengaman Pantai Tiku Kab Agam Sumatera Barat dengan penawaran harga Rp 88.774.067.500, dengan penandatangan kontrak 20 Juni 2017, sedangkan penadantanganan kontrak paket di BBWS C3 antara tanggal 23 Juni hingga 19 Juli 2017.
Dan anehnya, PT NKE yang diduga dikondisikan sebagai pemenang, berdasarkan data yang diperoleh Surat Kabar Harapan Rakyat, termasuk yang tayang di Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK-NET), bahwa dalam penyampaikan dokumen lelang diduga tidak valid. PT NKE diduga menggunakan dokumen atas nama PT Duta Graha Indah Tbk (DGI). Walaupun PT DGI tidak sebagai peserta lelang, perusahaan itu kini sedang bermasalah dan kasusnya ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Berdasarkan data HR, akta pendirian kedua perusahaan (PT NKE dan PT DGI) ada kesamaan yang dikeluarkan Notaris, Nomor, Pengesahan Kementerian Kehakiman dan HAM, dan termasuk sebagian pengurus badan usaha (Direktur dan Komisaris) dan juga badan usaha tenaga ahli.
Misalnya, akte pendiri PT NKE dan PT DGI yang dikeluarkan notaris, yakni Ny. ML Indriani Soepojo, SH dengan nomor : 38 tanggal 11 Januari 1982, dan pengesahan Menteri Kehakiman dan HAM bernomor : C2-386-HT01 01 TH82 tanggal 28 Juli 1982 dan pengesahan Pengadilan Negeri bernomor : 3348 dan tercatat di Lembaga Negara bernomor: 79 Tanggal 02 Oktober 1984.
Sedangkan Akte PT DGI juga dikeluarkan notaris yang sama dengan nomor yang sama yakni nomor : 38 tanggal : 11 Januari 1982. Kemudian, pengesahan Menteri Kehakiman dan HAM bernomor : C2-386-HT01.01-TH82 Tanggal 28 Juli 1982, dan Pengesahan Pengadilan Negari bernomor : 3348 dan tercatat di Lembar Negara bernomor : 79, namun tanggalnya beda yakni tanggal 01 Oktober 1984, yang kemudian kini perusahaan PT DGI ini tidak aktif serta tidak tayang lagi di LPJK NET.
Begitu pula, pengurus badan usaha atau direksi dan komisaris pada kedua perusahaan tersebut antara lain Sandiaga Salahuddin Uno, Ir Sutiono Teguh, Ir Tjahjono Soerjodibroto, MBA dan sedangkan Badan Usaha Tenaga Ahli antara lain: Ir Hendri Nur Budiyanto, Ir Amirul Mirza Ghulam, Teguh Hambali, Ir Budyharto dan Ir Adeberth Simanjuntak IPM.
Namun saat ini, sebagai komisaris baik di PT NKE dan PT DGI atas nama Sandiaga Salahuddin Uno yang kini sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta, apakah sudah tidak aktif lagi di PT NKE?
Walaupun memang PT DGI tidak ikut peserta lelang, namun bahwa PT DGI terjerat masalah hukum di KPK, yang juga pula telah menetapkan PT NKE sebagai tersangka korporasi yang sebelumnya berganti nama PT DGI dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Rumah Sakit Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana Tahun 2009-2011.
Kini, mantan Direktur Utama PT DGI, Dudung Purwadi divonis 4 tahun 8 bulan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta (27/11-2017), karena terbukti terlibat kasus korupsi pembangunan rumah sakit infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana dengan kerugian sebesar Rp 6,780 miliar tahun 2009 dan Rp 17,9 miliar tahun 2010.
Surat Kabar Harapan Rakyat dan harapanrakyatonline.com telah mengajukan surat konfirmasi dan klarifikasi bernomor : 91/HR/XI/2017 Tanggal 24 Nopember 2017, yang ditujukan kepada Kepala BBWS Cidanau-Ciujung-Cidurian, namun sampai saat ini belum ada tanggapan hingga berita naik cetak.
Gintar Hasugian selaku Ketua Umum LSM Pemantau Aparatur Negara (Lapan) berharap bahwa proses lelang dilingkungan BBWS C3 segera diusut tuntas.
“Kita berharap demikian, lelang yang diduga dimenangkan oleh PT NKE yang diikut-ikutkan terlibat dengan PT DGI dalam kasus korporasi. Itu jangan dibiarkan berlarut-larut dan segera diusut tuntas oleh aparat terkait,” ujar Gintar kepada HR, (18/01-18), di Jakarta. tim