Ada Rampok APBN di BBWS Sumatera II Medan ?

MEDAN, HR – “Kasatker Pelaksanaan Jaringan Pemanfaatan Air (PJPA) Manimpan Pasaribu jarang di kantor, pergi mlulu ke Jakarta, alasannya pelatihan,” ujar sumber HR. Sumber juga mengatakan bahwa Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BWS) Sumatera II, Bahrru Panjaitan, hanyalah boneka Manimpan Pasaribu.
Walau Bahrru Panjaitan sebagai bos dari Manimpan Pasaribu, hal itu bukanlah jaminan, namun untuk mengatur segala sesuatu dilingkungan BBWS Sumatera II nama Manimpan Pasaribu sangat ditakuti.
Hal itu terungkap ketika tim investigasi HR melakukan konfirmasi langsung ke BBWS Sumatera II dan Satker PJPA, tidak juga berhasil meminta keterangan dari kedua pejabat itu. Bukan hanya itu, surat konfirmasi tertulis Surat Kabar Harapan Rakyat No: 082/HR/XII/2015 tanggal 14 Desember 2015 yang ditujukan kepada Kepala BBWS Sumatera II, Bahrru Panjaitan, yang terkirim melalui Pos pada tanggal yang sama, hingga kini tidak juga berbalas.
Yang dipertanyakan dari konfirmasi itu yakni dua paket pekerjaan di Satker PJPA yakni Pembangunan Bendung DI Sitakkurak 1.000 Ha Kab Tapanuli Tengah; serta paket Pembangunan Bendung DI Sidilanitano 2.420 Ha Kab Tapanuli Utara (di Siborongborong-red).
Terkait informasi yang diterima bahwa Manimpan Pasaribu ada di Jakarta, HR juga langsung menelusuri ke Ditjen SDA, namun juga tidak menjumpai Manimpan Pasaribu. Bahkan, salah satu staf di BBWS yang secara kebetulan sedang pendidikan bertemu dengan HR di kompleks Kementerian PUPR Jakarta, mengatakan kepada HR bahwa Manimpan Pasaribu ada di gedung SDA. Ironisnya, setelah ditelusuri di gedung SDA, tidak juga menemukan si pejabat tersebut.
Double NPWP
Berdasarkan data website Kementerian PUPR, bahwa paket Pembangunan Bendung DI Sitakkurak 1.000 Ha Kab Tapanuli Tengah dengan HPS Rp88.741.235.000, dengan pemenang PT Hariara dengan penawaran Rp81.200.510.000, dengan mencantumkan NPWP: 01.312.422.7-012.000 dan Nomor Kontrak: HK.02.03/IR-III/2015/09 Tanggal 3 November 2014 dan waktu pekerjaan diberikan: 750 hari kerja.
Kemudian, paket Pembangunan Bendung DI Sidilanitano 2.420 Ha Kab Tapanuli Utara (di Siborongborong-red) dengan HPS Rp49.415.520.000 dimenangkan PT Kharisma Bina Konstruksi (PT KBK) dengan penawaran Rp42.990.127.000, dengan NPWP: 02.297.213.7-602.000 dan nomor kontrak: HK.02.03/IR-III/2015/08 tanggal 3 November 2015 dan waktu pekerjaan yakni 750 hari kerja.
Kedua paket tersebut, diduga terjadi penyimpangan prosedur didalam pengadaan dokumen dan Perpres No 54/2010 dan perubahannya Perpres No 70/2012 dan Perpres No 4/2015, dimana Satker atau Pokja tidak transparan atau tertutup memberikan informasi dihasil evalusi teknis dan pengumuman pemenang. Bukti hal ini yakni adanya upaya menutup-nutupi informasi dengan sengaja tidak mencantumkan alasan gugur penawaran peserta.
Pengumuman pemenang yang disampaikan kepada peserta melalui di website sebagaimana tercantum dalam LDP dan papan pengumuman resmi, yakni Pokja ULP tidak memuat sekurang-kurangnya hasil evaluasi penawaran administrasi teknis, harga dan kualifikasi untuk seluruh peserta yang dievaluasi dilengkapi dengan penjelasan untuk setiap penawaran yang dinyatakan gugur dari subtansi yang dievaluasi (alasan gugur administrasi/teknis/harga/kualifikasi). Yang disampaikan ULP Pokja hanya “Tidak Lulus Evaluasi Teknis Penawaran” kepada semua peserta yang tidak lulus evaluasi teknis.
Pada paket Pembangunan Bendung DI Sitakkurak 1.000 Ha Kab. Tapanuli Tengah yang dimenangkan PT Hariara, didalam penyampaian atau pemenuhan dokumen pengadaan (administrasi) tidak sesuai persyaratan dan adanya perbedaan NPWP. Dan berdasarkan data LPJK NET, dimana NPWP PT Hariara tercatat: 01.312.422.7-064.000, sedangkan di penetapan pemenang NPWP tercatat: 01.312.422.7-012.000.
Begitu pula NPWP pemenang PT Kharisma Bina Konstruksi juga bermasalah atau tidak sesuai persyaratan, karena adanya perbedaan NPWP, yakni sesuai LPJK NET, dimana NPWP tercatat: 02.297.213.7-641.000 dan sedangkan di penetapan pemenang NPWP tercatat: 02.297.213.7-602.000.
Pakai Pelicin?
Bahkan kedua paket yang dimenangkan PT Hariara dan PT Kharisma termasuk penawar tinggi, sehingga sejumlah peserta bahkan itu dari perusahaan BUMN, seperti PT Brantas dan PT Nindya Karya dan satu perusahaan swasta nasional PT Nusa Konstruksi, dimana mempertanyakan dari delapan (8) yang memasukkan harga, dimana pemenang PT Hariara merupakan urutan kelima sehingga terkategori penawaran tinggi.
Sementara ketiga peserta yang menyanggah adalah penawar terendah, “sangat mencolok atau jauh dari harga penawar pemenang”, hingga jelas-jelas tidak menyelamatkan atau memboroskan keuangan Negara. Bahkan disebut-sebut juga pemenang PT Hariara adalah rekanan binaan yang selama ini sebagai pemenang di BBWS Sumatera II.
Begitu pula perusahaan pemenang PT Kharisma pada paket Pembangunan Bendung DI Sidilanitano 2.420 Ha Kab Tapanuli Utara, dimana proses lelangnya diduga adanya persekongkolan dan berafiliasi sesama peserta yakni PT Kharisma sebagai pemenang dengan PT RJ dengan nilai penawaran Rp41.511.534.000.
Dan berdasarkan detail data LPJK NET, diketahui bahwa salah satu pengurus atau direktur PT Kharisma atas nama Ferry TPW, juga merangkap sebagai personil tenaga ahli di PT RJ. Terkait afiliasi itu, berdasarkan Perpres No 54/2010 dan perubahannya Perpres No 70/2012 dan Perpres No 4/2015 Pasal 6 huruf (c) tentang Afiliasi butir (a) ke-2, bahwa yang dimaksud afiliasi adalah keterkaitan hubungan baik antar penyedia barang/jasa maupun antar penyedia barang/jasa dengan PPK dan atau anggota ULP Poka/panitia, antar lain meliputi: hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai dengan derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertical.
Walau pihak Satker atau pokja mengetahui larangan terkait afiliasi itu, namun pihak Satker atau Pokja tidak menggugurkan PT Kharisma dan PT RJ. Namun sebaliknya, PT Kharisma dipaksakan menjadi pemenang.
Demikian juga di paket Pembangunan Bendung DI Sidilanitano, dimana dari sepuluh peserta yang memasukkan harga, pemenang adalah urutan ketujuh (7) terendah, hingga termasuk berpotensi merugikan keuangan negara. Padahal penawar terendah yang masuk ada 6 peserta yang layak sebagai pemenang dan menyelamatkan keuangan negera dari pemborosan, salah satunya adalah PT Brantas yang merupakan penawar terendah dari pemenang yakni Rp39,9 miliar.
Paket Pembangunan Bendung DI Sidilanitano yang dimenangkan PT Kharisma berafiliasi dengan PT RJ, diduga dipaksakan menang karena ada kepentingan antara Kepala Balai BWS Sumatera II, Kasatker PJPA, dan PPK.
Sikat Rampok APBN
Direktur Pengkaji dan Investigasi LSM Independent Commission Against Corroption Indonesia (ICACI), Reza Setiawan, mengatakan kepada HR, bahwa dua paket yang dimenangkan PT Kharisma dan PT Hariara telah diploting atau direncanakan sejak jauh hari.
“Di lingkungan kerja Kemen PUPR di BBWS Sumatera II masih ada oknum pejabat yang berlomba menjadi perampok APBN dari kegiatan-kegiatan yang dikelolanya selama satu tahun anggaran. Pendidikan dan gelar yang dimiliki oknum itu, tidak digunakan untuk kepentingan masyarakat, tapi untuk kepentingan dirinya dan kelompoknya, dan oknum itu tidak peduli atas kebocoran uang rakyat yang dikelola Satker tersebut,” ujar Reza Setiawan. tim

[rss_custom_reader]

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *