JAKARTA, HR – Pentingnya keseimbangan antara hak dan kewajiban, baik oleh aparat keamanan, birokrat maupun wartawan. Jika hal tersebut dilaksanakan, maka kekerasan terhadap wartawan tidak akan terjadi lagi.
![]() |
Wiranto |
Hal itu diingkatkan Menko Polhukam Wiranto dalam Forum Koordinasi dan Konsultasi Kemenko Polhukam dengan tema Kekerasan Terhadap Wartawan dalam Menjalankan Tugas Jurnalistik di Klub Eksekutif Persada, Jakarta, awal pekan lalu.
“Kita harapkan satu keseimbangan, ada hak dan kewajiban. Tatkala hak dan kewajiban dilaksanakan secara konsisten maka tidak akan terjadi hal seperti itu (kekerasan wartawan),” sebut Menko Polhukam.
Dikatakan Menko Polhukam, setiap orang tentu memilik hak masing-masing. Misalnya wartawan, dalam Undang-Undang 40 Tahun 1999 tentang Pers jelas dikatakan bahwa pemerintah tidak berhak melakukan pembredelan, menghentikan aktifitas wartawan, dan sebagainya. Namun, wartawan juga memiliki kewajiban dalam rangka pembelaan warga negara.
Maka, jika hak dan kewajiban bisa berjalan bersama maka rem untuk mencegah berbuat sesuatu itu bukan dari outside saja tapi sudah ada dalam hati sendiri. Kita inginkan pemberitaan di Indonesia sehat.
“Kekerasan yang terjadi terhadap wartawan dan dilakukan oleh oknum aparat bukan sesuatu yang direncanakan. Namun, diakui perlu ada pembahasan mengenai hal ini baik dari pemerintah maupun insan pers itu sendiri,” terang Wiranto.
Menurutnya kekerasan ini bukan suatu yang dianjurkan. Angka 78 di tahun 2016 dan 42 di tahun 2015, rata-rata bukan satu tindakan kekerasan yang terkoordinasikan tapi secara spontan, insidentil yang dilakukan oknum yang merasa terancam dengan wartawan.
Turut hadir dalam acara tersebut, para Deputi Kemenko Polhukam, Asisten Deputi Kemenko Polhukam,Kapuspen TNI AU Marsekal Pertama TNI Jemi Trisonjaya, Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo, Ketua PWI Pusat Margiono, serta pejabat humas perwakilan dari kementerian dan lembaga. igo
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});