PT Brantas Abipraya Rakus !

oleh -611 views
oleh
BATAM, HR – Kalangan pemerhati kebijakan public Reza Setiawan dari LSM ICACI dan Gintar Hasugian dari LSM Lapan, menyesalkan penetapan pemenang pada proyek TA 2015 kepada PT Brantas Abipraya bernilai Rp24,6 miliar. Dikatakan keduanya, PT Brantas terlalu sangat kemaruk alias rakus.
Koordinator Pengkaji dan Investigasi LSM Independent Commission Against Corroption Indonesia (ICACI), Reza Setiawan, menjelaskan, bahwa pelelangan di Satker PJSA BWS Sumatera IV Kepri, yang dilaksanakan tahun 2015, yang pemenangnya adalah perusahaan BUMN yakni PT Brantas Abipraya dengan paket dibawa Rp 30 M.
“Ini jelas-jelas patut dicurigai ada permain lelang. Ya, masa perusahaan berkelas besar plus BUMN dimenangkan untuk melaksanakan pekerjaan yang nilainya dibawah Rp 30 miliar. Tidak patut BUMN itu mengerjakan proyek senilai itu, dan harusnya berilah kesempatan kepada rekanan non kecil yang kelas Menengah yakni M2,” ujarnya.
Reza mencurigai adanya kejahatan yang terencana rapih untuk mengeruk APBN demi kepentingan kelompok maupun perorangan, sehingga PT Brantas Abipraya dipaksakan menjadi pemenang pada tender itu.
Pria paru baya ini menjelaskan bahwa walaupun pelaksanaan proyek itu telah selesai, tidak ada salahnya aparat hukum terkait untuk mengusut dugaan tersebut.
“Kita berharap agar aparat terkait meminta turun ke lapangan untuk memantau proses lelangnya, dan juga meminta kepada Menteri PUPR menindak tegas anak buahnya yang bersekongkol dalam pelelangan di lingkungan BWS Sumatera 4 Ditjen SDA itu,” ujarnya.
Di tempat terpisah, Ketum LSM Lapan, Gintar Hasugian, menjelaskan, bahwa kebijakan Satker yang memenangkan PT Brantas Abipraya juga patut dipertanyakan, berarti pihak Satker maupun Pokjanya tidak memahami/tidak mampu menafsirkan makna aturan dan peraturan yang berlaku. Ada dugaan, pihak Satker maupun Pokja memiliki kepentingan tersembunyi dengan menggandeng PT Brantas Abipraya.
“Ini layak diusut, diungkap, dan dipublikasikan ke public, sebagai bentuk pembelajaran kepada seluruh Satker maupun Pokja agar tidak mencontoh hal itu,” ujar Gintar Hasugian.
Surat Kabar Harapan Rakyat (HR) sudah mempertanyakan perihal tersebut dengan mengirimkan surat konfirmasi dan klarifikasi kepada Kepala Satuan Kerja SNVT Pelaksanaan Jaringan Sumber Air Sumatera (PJSA) IV Provinsi Kepulauan Riau, LM Bakti ST MT dengan alamat kantor di Jalan RE Martadinata No 1 Sekupang, Batam, dengan nomor surat: 080/HR/XII/2015 tanggal 07 Desember 2015. Namun sampai saat ini belum ada tanggapan dari Kasatker maupun mewakilinya dari PPK atau ULP Pokja.
Seperti yang sudah dimuat HR pada edisi 500/18 Januari 2016, dimana pemenangya adalah perusahaan berkelas besar/B2 yang juga perusahaan BUMN dengan menang dibawa Rp 30 miliar, yakni PT Brantas Abipraya, padahal paket ini seharusnya diikuti perusahan menengah yakni M2.
Berdasarkan penayangan website Kementerian PUPR, dimana paket yang dimaksud adalah paket Pembangunan Embung Kebun Raya Batam di Kota Batam dengan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) senilai Rp 25.941.364.000 dengan penawaran pemenang PT Brantas Abipraya senilai Rp 24.611.851.380/94,9 persen yang sumber dananya berasal dari APBN 2015 Kementerian PUPR.
Dengan nomor kontrak pada paket ini: HK.02.03/PPK.SP.I/SNVT.PJSAS- IV/PKT.18/I/2015/2 Tanggal 19 Januari 2015 dengan masa pengerjaan: 240 hari itu, dimana pada proses lelangnya ada tiga peserta yang memasukkan harga yakni: PT Cipta Multi Sarana dengan nilai penawaran Rp 22.049.876.353 (84,9%), PT Abdi Mulia Berkah Rp 22.522.002.080 (86,8%) dan PT Brantas Abipraya senilai Rp 24.611.851.380 (94,9%). Dari ketiga peserta yang memasukkan harga, dimana pemenang PT Brantas merupakan penawaran tertinggi.
Penetapan pemenang PT Brantas Abipraya adalah badan usaha Non Kecil/B2 untuk Klasifikasi bidang/subbidang yang diterapkan oleh Pokja yakni: Bendungan (22013), Bendung (22010), Persungaian Rawa dan Pantai Termasuk Perawatannya (22012) atau jasa pelaksana untuk konstruksi saluran air, pelabuhan, DAM, dan prasarana sumber daya air (SI001).
Berdasarkan Peraturan Menteri PU No. 07/2014 pasal 6d (5) tentang Standard dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi bahwa paket pekerjaan konstruksi dengan nilai diatas Rp 2,500.000.000 sampai dengan Rp 30.000.000.000, dapat dipersyaratkan hanya untuk pelaksana konstruksi dengan kualifikasi usaha menengah yang kemampuan dasarnya (KD) memenuhi syarat. Dengan demikian, bahwa PT Brantas Abipraya sudah jelas adalah Non Kecil/B2 yang seharusnya mengerjakan paket proyek diatas Rp 30 miliar.
Bahkan juga berdasarkan nota kesepahaman atau kesepakatan Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) (memorandum of understanding/MoU) dengan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mulai berlaku tanggal 9 Desember 2014, bahwa perusahaan BUMN tidak lagi mengerjakan proyek Pemerintah Pusat dan Daerah bernilai dibawah Rp 30 miliar.
Lalu kenapa perusahaan BUMN PT Brantas Abipraya sekelas besar atau BI/B2 itu dapat mengerjakan proyek dibawa nilai Rp 30 miliar?
Bahkan dari tiga peserta yang memasukan harga atau hasil koreksi, dimana pemenang PT Brantas Abipraya merupakan penawaran tertinggi sehingga berpotensi merugikan keuangan Negara. Dan bahkan diduga dua peserta penawar terendah (PT CMS dan PT AMB) hanya sebagai pendamping? Sehingga adanya yang berkepentingan dalam proses lelang hingga tercipta pengaturan atau kuat dugaan sudah dikondisikan untuk menggolkan rekanan tertentu sebagai pemenang pada paket tersebut. tim

Tinggalkan Balasan