SEMARANG, HR – Pemberitaan sebelumnya di Surat Kabar Harapan Rakyat dan www.harapanrakyatonline.com berjudul “Penawaran 99,49 persen dimenangkan”, dan berharap kepada aparat terkait agar turun mengawasi proyek tahun jamak yang dibiaya APBN 2016 dilingkungan Satker PJN Wilayah Satu Jawa Tengah. Hal itu diungkapkan Ketua Lembaga Pemantau Aparatur Negara (Lapan), Gintar Hasugian kepada HR, belum lama ini, di Jakarta.
“Pihaknya menegaskan bahwa pelelangan kedua paket yang dimenangkan perusahaan plat merah itu patut dicurigai, apalagi penawaran tanpa ada peserta lawan yang memasukkan harga, sangat tinggi penawaran bagi untuk pelaksanaan fisik.
Oleh karena itu, katanya, berharap aparat terkait segera turun mengawasinya, juga Kementerian PUPR yang dipimpin Basuki Hadimuljono menindak tegas bawahannya yang bermain dalam proses kedua paket dengan penawaran tinggi tanpa ada perlawanan. Demikian juga TP4P Kejaksaan Agung pun layak untuk jemput bola menyikapi kasus ini.
“Harus komit menegakkan aturan dan menindak tegas yang dibuat oleh Kementerian PUPR, termasuk perusahaan plat merah, dan jangan hanya perusahaan swasta yang dilemahkan saja. Kasus PT Brantas layak diapresiasi, dan mengapa BUMN lainnya tidak ada? Apakah semua BUMN itu sudah jujur bekerja?” ujar Gintar kepada HR.
Surat Kabar Harapan Rakyat telah mempertanyakan dengan surat konfirmasi sejak 23 Januari 2017, bernomor: 002/HR/I/2017 yang disampaikan kepada Kepala Satker SNVT Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah I Provinsi Jateng, Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR, namun sampai saat ini belum ada tanggapan.
Seperti yang sudah dimuat HR, penetapan pemenang pada dua paket untuk pekerjaan “tahun jamak” di lingkungan Satker SNVT Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah I Provinsi Jawa Tengah yang bersumber dana APBN -2016, sarat kepentingan dengan memenangkan penawaran tertinggi yakni 99,49 persen.
Kedua paket tersebut ditayangkan pada aplikasi LPSE Kementerian PUPR, yakni paket Pembangunan Fly Over Dermoleng dengan nilai HPS Rp 66.272.000.000, dengan penawaran harga Rp 64.299.093.000 atau 97 persen. Dan paket Pembangunan Fly Over Kretek dengan HPS Rp 83.410.000.000, dengan penawaran harga 99,49 persen atau Rp 82.987.679.500.
Kedua paket itu dimenangkan oleh PT Adhi Karya dalam waktu bersamaan, atau tanggal kontrak kedua paket yakni 9 Desember 2016.
Seperti di paket Pembangunan Fly Over Dermoleng, dimana 113 peserta yang daftar ikut lelang, namun hanya dua peserta yang memasukkan dokumen penawaran harga, yakni PT AK dan PT IK.
PT IK memasukkan harga senilai Rp 61.154.501.700 atau 96,8 persen yang merupakan terendah. Ironisnya, di “pengumuman yang tayang di LPSE” tidak disebutkan alasan PT IK digugurkan. Di LPSE itu hanya menayangkan nilai atau skor akhir yakni 977,50; sedangkan skor teknisnya tidak disebutkan.
Sedangkan pemenang PT AK disebutkan nilai skor akhir 991,78 dan skor harga 998,00. Namun sayang, skor teknis juga tidak disebutkan, padahal paket ini memakai system nilai dengan bobot (30 untuk teknis dan harga untuk 70) yang seharusnya jelas-jelas skor teknis dicantumkan.
Lelang dengan metode kualifikasi, “Prakualifikasi” itu dimana peserta hanya yang ikut tender atau tidak memasukkan penawaran harga, malah dievaluasi dan dicantumkan dengan berbagai alasan. Padahal yang memasukkan harga malah tidak dievaluasi dengan alasan apapun tidak dicantumkan dan seperti PT IK tersebut.
Begitu pula di paket Pembangunan Fly Over Kretek yang dimenangkan PT AK dengan penawaran fantastis 99,49 persen yakni Rp 82.987.679.500, dimana yang ikut tender 110 peserta termasuk PT IK namun di paket ini tidak memasukkan harga, namun dievaluasi dengan alasan “tidak memasukkan dokumen penawaran”.
Kedua paket dengan dibawah nilai Rp 100 miliar itu, seharusnya bukan pelelangan kompleks, artinya tidak pekerjaan yang memerlukan teknologi tinggi, peralatan desain dan mempunyai resiko, dan walaupun Pokja Satker PJN Wilayah I Provinsi Jawa Tengah mensyaratkan SBU untuk subbidang kualifikasi B1 dan B2, namun hal ini seharusnya cukup B1. Mengingat pembagian subklasifikasi dan subkualifikasi usaha jasa konstruksi sudah dijelaskan, bahwa paket bernilai diatas Rp 50 miliar sampai Rp Rp 250 miliar untuk badan usaha berkualifikasi B1, sedangkan perusahan pemenang PT AK adalah berkualifiaksi B2 untuk subklasifikasi Jasa Terintegrasi Untuk infrastruktur Transportasi (TI501) dan Subklasifikasi Jasa Pelaksana Konstruksi Jembatan, Jalan Layang, Terowongan Dan Subway (SI 004) dengan mengerjakan paket diatas Rp 250 miliar atau tak terbatas, dan hal ini dipertegas sesuai Peraturan Menteri PU No.19/PRT/M/2014 tentang perubahan Permen PU No. 8/PRT/M/2011 tentang pembagian subklasifikasi dan subkualifikasi usaha jasa konstuksi.
Bahkan diduga persyaratan personil (SKA) dan peralatan yang diajukan perusahan pemenang pada kedua yakni paket Pembangunan Fly Over Dermoleng dan Pembangunan Fly Over Kretek tidak sesuai persyaratan dalam dokumen pengadaan, bahkan overlapping dalam waktu bersamaan, terutama dukungan tenaga ahli dan peralatan.
Padahal diketahui bahwa personil dan peralatan yang disampaikan dalam penawaran hanya untuk 1 (satu) paket pekerjaan yang dilelangkan, apabila penawar mengikuti beberapa paket pekerjaan, maka personil (tenaga ahli) dan peralatan untuk paket pekerjaan lain harus dari personil dan peralatan yang berbeda, apalagi dalam “waktu bersamaan”, sehingga hal ini tidak sesuai aturan didalam Perpres No 54/2010 dan perubahannya Perpres No70/2012 dan Perpres 4/2015, dan Permen PUPR No.31/PRT/M/2015 pasal 6d (3) tentang Standard dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi? tim
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});