JAKARTA, HR – Kasus pidana mafia Migas terkait pengoplosan Gas Elpiji 3 kg subsidi ke non-subsidi ukuran 12 kg dan 5,5 kg, yang melibatkan tersangka Riamam Sitepu (46) hasil pengungkapan Polres Jakarta Selatan pada Mei 2023, hingga kini masih menyisakan tanda tanya.
Kasus ini mencuat ke publik pada awal September 2023 dan dilanjutkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan pada Oktober 2023 saat Hafiz Kurniawan menjabat sebagai Kasi Pidum Kejari Jaksel. Namun, meski sudah hampir setahun, berkas perkara ini masih belum lengkap dan berstatus P-19, membuat masyarakat mempertanyakan transparansi penanganan kasus ini.
Proses penanganan kasus Riamam Sitepu yang lambat, memicu berbagai spekulasi negatif di masyarakat. Kasus yang sudah dinyatakan P-18 pada 15 November 2023 ini kemudian dikembalikan kepada Penyidik Polres Jakarta Selatan karena berkasnya dinilai belum lengkap.
Hal ini menimbulkan dugaan adanya upaya “petieskan” (menunda-nunda) kasus, dengan adanya konspirasi antara penyidik dan Kejari Jakarta Selatan untuk mengulur-ulur proses, sehingga kasus ini bisa tenggelam begitu saja.
Sebelumnya, kasus ini sempat terhenti selama lima bulan di meja penyidik Polres Jakarta Selatan. Kasus kembali mencuat setelah redaksi Harapan Rakyat (HR) mengirimkan surat konfirmasi pada 2 Oktober 2023, yang kemudian ditindaklanjuti oleh Polres Jakarta Selatan dengan mengantar Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan pada 9 Oktober 2023. Namun, meski surat konfirmasi dari HR sudah diterima dan pemberitaan dimuat, hingga saat ini berkas perkara ini belum mencapai tahap P-21.
Kinerja Jaksa yang menangani kasus ini dianggap bermasalah, mengingat pasal 110 ayat (3) KUHAP dengan jelas menyatakan bahwa setelah penyidik mengembalikan berkas, jaksa harus segera melakukan pemeriksaan tambahan dan mengarahkan penyidik untuk melengkapi berkas sesuai petunjuk hukum.
Namun, penanganan kasus yang tertahan di tahap P-19 menunjukkan bahwa Jaksa tampaknya mengabaikan aturan ini, yang berpotensi merugikan proses penegakan hukum.
Menurut beberapa pengamat, masalah ini terjadi karena kurangnya sinergi antara bidang Pidum dan Intelijen di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Padahal, sesuai dengan Pasal 30 ayat (1) huruf e UU Kejaksaan, Jaksa memiliki kewenangan untuk mengambil langkah-langkah pemeriksaan tambahan jika penyidik tidak mampu memenuhi petunjuk yang diberikan. Seharusnya, berkas perkara ini tidak perlu bolak-balik antara Kejaksaan dan Penyidik, jika prosesnya dikelola dengan baik.
Kasus pengoplosan Gas Elpiji ini mengungkap praktik ilegal yang sangat merugikan masyarakat, terutama warga yang bergantung pada subsidi pemerintah. Tersangka, Riamam Sitepu, ditangkap pada 8 Mei 2023 di kawasan Tanah Kusir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Ia terbukti mengoplos ratusan tabung gas Elpiji 3 kg subsidi ke ukuran 5,5 kg dan 12 kg non-subsidi setiap harinya untuk dijual ke pasar dengan harga yang jauh lebih tinggi, merugikan konsumen dan menyalahgunakan subsidi yang seharusnya untuk masyarakat yang kurang mampu.
Ketika dikonfirmasi wartawan Harapan Rakyat, ke Kasi Pidum Kejaksaan Negeri, Jakarta Selatan, Eko Budisusanto, selasa (10/12/24) tak bisa ditemui. Melalui staf yang biasa berjaga di PTSP hanya menitipkan pesan,”kata Kasi Pidum, berkasnya masih di Polres Jaksel.
Ironisnya,ketika dikonfirmasi lewat Chat WhatsApp ke salah satu penyidik Polres Jaksel, Pujo, yang menangani perkara Riamam Sitepu, hingga berita ini diturunkan belum ada jawaban.
Tersangka dijerat dengan beberapa pasal, antara lain Pasal 55 UU No. 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang diubah dengan Pasal 40 UU No. 6 tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja, dengan ancaman pidana penjara maksimal 6 tahun dan denda Rp 60 miliar. Selain itu, ia juga dikenakan Pasal 62 ayat (1) Jo Pasal 8 ayat (1) huruf b dan c UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Publik mengharapkan agar kasus ini segera diprioritaskan dan diusut tuntas. Keberanian aparat penegak hukum dalam menuntut hukuman berat bagi pelaku diharapkan bisa memberikan efek jera, serta sebagai bentuk nyata dari komitmen pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dalam mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kasus ini jelas mencederai rasa keadilan, terutama bagi masyarakat miskin yang membutuhkan subsidi gas elpiji. Praktik mafia Migas yang meraup keuntungan pribadi dengan mengorbankan kepentingan publik harus segera dihentikan agar tidak terus merugikan rakyat yang sudah sulit. Publik menanti langkah tegas dari Kejaksaan dan Polres Jakarta Selatan untuk menyelesaikan kasus ini sesuai dengan prinsip keadilan. •lisbon sihombing