Waktu Bersamaan, Enam Bulan PT Brantas Abipraya “Gondol” 5 Paket

oleh -1.6K views
oleh

Buah Tangan Dirjen PP untuk BA

JAKARTA, HR – Lima paket pembangunan rumah susun sewa tahun anggaran 2018-APBN dimenangkan PT Brantas Abipraya (Persero) dalam waktu bersamaan selama enam bulan diberbagai daerah di Indonesia.

Berdasarkaan pengumuman aplikasi pengadaan barang/jasa LPSE Kementerian PUPR, kelima paket tersebut tersebar di Sumatera, Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Papua dan Maluku. Kelima paket itu dibawah naungan Satker Pengembangan Perumahan Ditjen Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR.

Terkait itu, Surat Kabar Harapan Rakyat dan harapanrakyatonline.com telah melakukan konfirmasi tertulis kepada Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan, dengan surat bernomor: 045/HR/IX/2018 Tanggal 3 September 2018. Namun sampai berita ini naik cetak, Dirjen Penyediaan Perumahan, Khalawi Abdul Hamid belum juga menanggapi, begitu juga dengan Kasatker dan ULP Pokjanya, tidak menjawab konfirmasi tersebut.

HR mempertanyakan “kesaktian” BUMN PT Brantas Abipraya sampai mendapat lima paket yang dimenangkan dalam “waktu bersamaan’ pada periode Februari hingga pertengahan Juli 2018.

Patut dicurigai saat mengajukan dokumen pengadaan pada “data isian kualifikasi personil tenaga ahli” yang memiliki SKA pada masing-masing paket terhadap kelima paket tersebut diragukan? Patut juga dicurigai SKA tenaga ahli overlapping, terutama pada paket Pembangunan Rumah Susun Sewa Wilayah Sumatera 1 dan paket Pembangunan Rumah Susun Sewa Wilayah Sumatera II TA 2018 (RSNPP18-02), karena pada “waktu bersamaan”.

Berdasarkan aturan yang berlaku, personil inti/SKA hanya untuk 1 (satu) paket pekerjaan yang dilelangkan. Jadi apabila penawar mengikuti beberapa paket pekerjaan, maka personil inti dan peralatan untuk paket pekerjaan lain harus dari personil dan peralatan yang berbeda. Aturan itu tertuang pada Perpres No 54/2010 dan perubahannya Perpres No 70/2012 dan Perpres No 4/2015, dan Permen PUPR No 31/PRT/M/2015 pasal 6d (3) tentang Standard dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi.

Hal lainnya, sesuai data tayang di lpjk.net (Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi) bahwa nama-nama tercatat tenaga ahli PT Brantas Abipraya mencapai 20 tenaga ahli, namun diantara 20 tenaga ahli itu, ada yang sudah tidak tayang SKA-nya.

Selain itu, tidak semua tenaga ahli milik BUMN tersebut memenuhi subkasifikasi pada kelima paket yang dimenangkannya. Sebab SBU subbidang/klasifikasi yang sesuai syarat dan diminta Pokja ULP yakni: BG 002, MK 002 dan EL 010.

Dengan tidak mencukupi SKA milik PT Brantas Apibraya, maka diduga perusahaan plat merah itu menggunakan SKA pinjaman yang diduga keabsahannya diragukan.

Di sisi lain, salah satu paket yakni Pembangunan Rumah Susun Sewa Wilayah Jawa Tengah TA 2018 (PSNPP18-04), sebanyak 80 perusahaan sebagai peserta tender. Tiga perusahaan diantaranya memasukkan dokumen penawaran. Dari ketiga peserta itu, antara lain; satu peserta lulus kualifikasi, satu lagi lulus kualifikasi/Administrasi dan Teknis, namun penawaran harga/biaya sangat melambung. Artinya, ada dugaan unsur kesengajaan menawar melebihi HPS, padahal perusahaan itu juga berstatus BUMN.

Sedangkan dipaket Pembangunan Rumah Susun Sewa Wilayah Papua, Papua Barat, Maluku dan Maluku Utara TA 2018 (PSNPP18-10), dimana ada peserta yang tidak memasukkan penawaran harga/biaya, namun lulus evaluasi kualifikasi/administrasi/teknis. Hal ini juga dinilai ada unsur kesengajaan untuk tidak memasukkan penawaran harga, karena diduga sudah mengetahui perusahaan yang bakal menjadi pemenang.

Penawaran PT Brantas Abipraya pada kelima paket dilingkungan Ditjen Penyediaan Perumahan, rata-rata mencapai angka sangat menggiurkan, mulai 96,74 hingga 99,50 persen dari nilai HPS. Dari penawaran yang sangat tinggi tersebut, Negara sangat berpotensi mengalami kerugian, dan tidak ada unsur penghematan anggaran.

Intervensi Dirjen PP?
Kelima paket yang dimenangkan PT Brantas Abipraya tersebut dilaksanakan pekerjaannya dengan “tahun tunggal”, artinya harus selesai dikerjakan pertengahan Desember 2018.

Yang namanya perusahaan besar, seperti dari kalangan BUMN Konstruksi, bisa saja ada dokumen tidak lengkap. Seperti kekurangan SKA atau pinjam, peralatan, syarat administrasi dan lainnya, apalagi tender itu dilaksanakan pada “waktu bersamaan”.

Tapi, hal itu dapat diantisipasi dengan melihat siapa (perusahaan) yang masuk lelang, dan itu sudah ada di tangan pokja sebelum lelang.

“Ya, semua tergantung pokja dengan rekanan yang tidak asing sebagai rekanan tertentu, tapi yang jelas, namanya tender ratusan miliar rupiah seperti dilingkungan Ditjen PP, itu pasti ada embel-embel semacam intervensi dari atasan,” ujar Gintar Hasugian, Ketua LSM Pemantau Aparatur Negara (Lapan) kepada HR, di Jakarta, belum lama ini.

Gintar menilai, dari lima paket dalam waktu bersamaan dimenangkan PT Brantas dalam tempo enam bulan, merupakan suatu pekerjaan luar biasa.

“Dari sini saja sudah jelas, apalagi itu diraih di satu unit sampai lima paket,” ujarnya.

Memang, kata Gintar, proses lelang melalui online itu sangat kental KKN. Tender melalui website semakin rawan. Karena jauh dari pantuan publik atas proses penentuan pemenang.

“Pokja sudah mempublish di website, agar terkesan ada transparansi, namun itu sebelum proses lelang sudah diplot siapa pemenangnya, yang artinya proses lelang itu hanya formalitas saja,” tegasnya.

Sehingga penetapan pemenang PT Brantas di sejumlah paket dilingkungan Ditjen PP patut dicurigai, karena ada dugaan adanya pengaruh atau intervensi sebagai jabatan rangkap yang dipegang oleh Dirjen Penyediaan Perumahan sebagai Komisaris PT Brantas Abipraya.

Berdasarkan UU No 25 tahun 2009, pasal 17 tentang Pelayanan Publik, ungkap Gintar, disebutkan melarang rangkap jabatan, sebagai Komisaris atau pengurus organisasi usaha bagi pelaksana yang berasal dari lingkungan instansi pemerintah, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah, yang mana pejabat, pegawai, petugas, dan setiap orang yang bekerja di dalam organisasi penyelenggara yang bertugas melaksanakan tindakan atau serangkaian tindakan pelayanan publik.

“Sehingga, jabatan ganda sebagai komisaris rawan konflik kepentingan. Pejabat publik tersebut bisa kongkalingkong dan bahkan juga main mata dengan Direksi,” ujarnya.

Berpotensi Korupsi
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo pernah menegaskan, bahwa pihaknya mengaku menjadi salah satu orang yang tak setuju dengan rangkap jabatan pejabat pemerintah. Pasalnya, konflik kepentingan saat mereka menjalankan tugas sangat besar.

Seharusnya rangkap jabatan itu, menurut Agus, dihapuskan dan mulai dipilih orang-orang yang memiliki kemampuan serta waktu luang sehingga bisa kerja fokus menjalankan tugasnya sebagai Komisaris BUMN.

“Harusnya tidak boleh rangkap jabatan. Dipilih orang yang full time, ahli dan menguasai masalah,” ujar Ketua KPK itu. Sayangnya, pemerintah belum konsisten terkait regulasi tersebut.

Agus Rahardjo menambahkan, kondisi rangkap jabatan pada penyelenggara negara, patut diwaspadai. Sebab bisa memicu terjadinya konflik kepentingan yang berpotensi terjadinya korupsi.

Rangkap jabatan dapat menjadi penyebab terjadinya penyalahgunaan wewenang oleh pejabat publik. Setidaknya ada lima sumber utama terjadinya konflik kepentingan dalam penyelenggaraan negara, yakni rangkap jabatan, hubungan afiliasi, penerimaan gratifikasi, kepemilikan aset dan penggunaan diskresi yang melebihi batas.

“Seseorang dengan dua jabatan pasti akan mengalami benturan kepentingan dari jabatannya. Benturan kepentingan tersebut menjadi akar dari adanya kecurangan yang tentu saja sudah menjadi bagian dari praktik korupsi,” kata Agus, di Gedung KPK, Jakarta. tim

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *