PDR Termasuk Organisasi Terlarang?

oleh -507 views
oleh
SUNGAI PENUH, HR – Tindakan pemecatan sepihak beberapa anggota organisasi masyarakat (Ormas) Punguan Dos Roha (PDR) di Kota Sungai Penuh, ternyata mendapat tanggapan beragam dari anggotanya. Mulai dari menyesalkan sikap pengurus tersebut, hingga mengutuk tindakan sepihak itu, bahkan ancaman akan menuntut pengurusnya ke Pengadilan Negeri.
“Tindakan L Gultom CS yang melarang anggota PDR mengikuti organisasi lain yang ada AD/ART nya dibidang politik sangat disesalkan. Apalagi diiringi dengan sangsi pemecatan, sudah melanggar UUD 1945 yang menjamin kebebasan berserikat dan berkumpul, yang merupakan hak asasi manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di NKRI,“ungkap salah seorang anggota yang dipecat.
Lebih lanjut sumber yang tidak bersedia disebut namanya itu mengutarakan bahwa PDR dibawah kepemimpinan L Gultom sudah masuk kategori Ormas yang melanggar HAM, UUD 1945 serta UU nomor 17 tahun 2013 tentang Ormas. Untuk itu pihaknya juga akan meminta Pengadilan Negeri Sungai Penuh untuk membubarkan Ormas tersebut.
Alasannya, karena PDR pada dasarnya satu-satunya Ormas yang khusus mengurusi kehidupan adat batak, jangan sampai terjerumus lebih dalam, sehingga berakibat terganggunya kenyamanan dan keamanan khususnya warga batak di Sungai Penuh.
Hasil investigasi HR diketahui kejadian berawal dari surat PDR kepada anggotanya tertanggal 17 Januari lalu, yang intinya agar semua anggotanya membuat pernyataan sikap tidak mengikuti Ormas lain yang didalam AD/ART-nya ada mencakup politik.
Dalam surat yang ditandatangani L Gultom selaku ketua, serta S Nainggolan sebagai sekretaris itu juga berisi sangsi atau ancaman kepada anggota yang tidak bersedia membuat pernyataan sikap itu,maka dalam waktu 7 hari otomatis dikeluarkan dari organisasi .
Padahal berdasarkan keterangan salah seorang warga kepada HR, bahwa L Gultom ikut aktif mendukung salah seorang kandidat walikota pada pilkada 2015 lalu. Selain itu beberapa orang pejabat PDR lainnya ikut membagi-bagikan uang kepada warga agar memilih salah satu kandidat. “Saya sendiri menyaksikan saudra L. Gultom menghadiri undangan salah seorang kandidat pada pilkada tahun lalu,”beber sumber lainnya yang ikut menghadiri acara tersebut.
Karena “surat ultimatum“ ala PDR itu kurang mendapat respon dari anggota, akhirnya beberapa pengurus serta anggota lainnya diduga ditugaskan melakukan intimidasi, khususnya kepada anggota yang lemah dan tua.
“Kamu sudah tua sebentar lagi mati, kalau kamu mati PDR tidak mau mengubur kamu. Makanya, tandatangani surat pernyataan tidak mengikuti ormas lain yang ada AD/ART-nya politik,“ucap salah seorang orang tua,menirukan ucapan yang mengintimidasinya. Pada awalnya dirinya tidak bersedia membuat surat pernyataan, namun karena takut ancaman, akhirnya menanda-tangani.
Walau diintimidasi, beberapa anggota masih ngotot tidak mau membuat surat pernyataan sikap. Merasa masih ada yang membangkang,maka pengurus PDR serta anggotanya kembali melancarkan intimidasinya.
P Sihombing, oleh pemilik kontrakan yang juga pengurus PDR, tidak dibolehkan lagi tinggal dirumah kontrakannya bagi yang tidak bersedia membuat surat pernyataan yang diminta PDR .
Tidak cukup disitu, acara kemalangan salah satu anggota PDR, berubah menjadi adu mulut. Pasalnya pengurus PDR mengambil kesempatan mempertegas pemecatan beberapa anggota, dan menolak iuran anggota yang dipecat.
Melihat tindakan yang kurang etis itu beberapa anggota yang dipecat berkumpul, dan meminta kepada beberapa pihak untuk menyelesaikan tindakan PDR itu. Selain itu beberapa pihak juga meminta agar kasus ini diselesaikan ke PN Sungai Penuh, karena takut arogansi PDR makin melebar dikemudian hari. zks

Tinggalkan Balasan