MELAWI, HR – Jalan Cempaka merupakan satu-satunya akses jalan yang berada di tengah-tengah pasar kota Nanga Pinoh. Maka walau sering ditertibkan aksi parkir dan bongkar muat armada truk dan mobil box, namun ruas Jalan Cempaka dan Jalan Garuda selalu macet.
![]() |
Kondisi Jalan Cempaka Pasar Nanga Pinoh. Inzet: Ajai
|
Kedua jalan tersebut memang menjadi pusat kegiatan warga yang berbelanja dan memarkir kendaraannya di sepanjang jalan tersebut. Parkir kendaraan roda dua pada dua sisi kanan-kiri jalan yang masih merupakan badan tersebut, membuat luas jalan menjadi sempit, walaupun jalan tersebut merupakan jalur satu arah oleh karena adanya aktifitas bongkar muat pada waktu yang sama, terutama pada jam pagi, ruas kedua jalan tersebut sering terjadi kemacetan.
Ajai, seorang tokoh masyarakat, yang keseharianya beraktifitas di lingkungan Pasar Nanga Pinoh mengaku risih melihat pemandangan tersebut, terlebih jika pada saat macet yang terjadi memang disebabkan adanya kegiatan pedagang yang melakukan bongkar muat.
“Kenapa pada jam-jam tertentu tidak ada pengawasan agar tidak terjadi kemacetan,” gerutunya.
Terlepas dari masalah kemacetan di ruas Jalan Cempaka dan Jalan Garuda yang ia harap dari Dinas Perhubungan Melawi untuk meninjau dan menertibkan kembali keberadaannya yang sudah menjadi keluhan pengguna jalan tersebut. Diapun berharap ada penertiban kembali lahan parkir baik kendaraan roda dua maupun kendaraan roda empat sesuai dengan penetapan lahan parkir agar tidak terkesan parkir yang selama ini tentang lahan parkir dan restribusinya masih menjadi tanda tanya warga.
Menindaklanjuti pendapatnya, Ajai, mencontohkan penertiban bongkar muat yang mungkin dapat diberlakukan dengan mengatur jadwal atau waktu kendaraan pengangkut barang dagangan, demikian juga masalah lahan parkir yang menurutnya perlu ditinjau kembali tentang lokasi lahan parkir dan biaya/retribusi parkir yang dengan adanya keluhan warga tentang lokasi dan tarif parkir yang melebihi tarif.
Lebih lanjut mencontohkan lokasi lahan parkir yang perlu di kaji kembali seperti di tempat-tempat belanja yang hanya sambil lewat dengan bergelanja barang atau makanan yang senilainya hanya Rp 3.000 – 4.000, sudah dikenakan parkir Rp1.000.
Maka ia berpendapat senyogianya Dari Dinas Perhubungan memasang rambu-rambu tanda lokasi/lahan parkir agar tidak terkesan adanya restribusi parkir liar atau lahan parkir liar yang dapat menimbulkan asumsi terhadap dana restribusi parkir yang mudah diselewengkan, karena dengan adanya lahan parkir yang keluar dari batas kepantasan tetap menjadi pertanyaan orang tentang kemena uang restribusi parkir tersebut disetorkan, karena selama ini warga tidak tahu dimana dan yang mana lahan parkir yang resmi kecuali lahan parkir Pasar Swalayan, Penginapan dan lahan parkir milik Bank, pungkasnya. abd