JAKARTA, HR – Sidang pemeriksaan saksi Asiong selaku Dewan Pembina Yayasan Perguruan Wahidin dianggap berdbelit belit dan selalu mengatakan lupa. Asiong dihadirkan sebagai saksi atas terdakwa Poniman atas surat kuasa yang dikuasaan kepada Budi Thamrin untuk membuat akte 77, yakni akte pendirian Yayasan Perguruan Wahidin pada tahun 2008, pada Motaris Siti Masnuroh di Jakarta.
Terdakwa Poniman dan Siti Masnuroh
duduk di kursi pesakitan
|
Asiong mengakui bahwa dia menguasakan dan memberikan surat kuasa kepada Budi Thamrin untuk melengkapi adminstrasi kepengurusan dalam jajaran kepegurusan Yayasan Perguruan Wahidin.
Ada keterangan yang ganjil dari keterangan Asiong yang berpendidikan SMP dan pendidikan itu dikenyamnya di Yayasan Perguruan Wahidin di Bagansiapi-api, yakni berkaitan dengan akte 21 tahun 2004 dengan alet 77 tahun 2008.
Saksi mengatakan tidak mengetahui siapa yang membuat akte 77. Tapi pernah diperlihatkan foto copynya oleh Thamrin. “Saya memberikan kuasa kepada saudara Thamrim untuk memenuhi korum dalam rapat. Saya tidak ikut rapat. Tapi wakti mau mengambil alih yayasan dari tangan pengurus lama saya itu ke Bagan siapi api. Tapi saat itu tidak jadi pengambil alihan karena tiga pengurus lama bersikukuh bahwa akte 77 adalah palsu,” kat Asiong di persidangan Senin (21/11/16).
Sebelumnya, sejumlah saksi yang merupakan karyawan Kantor Notaris yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Agung Hari dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Utara mengatakan tidak melihat terdakwa Poniman Asnim alias Ke Tong Pho bersama temannya menghadap Notaris Siti Masnuroh untuk mengajukan pembuatan AKTE 77 Pendirian Yayasan Perguruan Wahidin, yang disidangakan di hadapan Ketua Majelis Hakim Sutedjo Bimantoro, SH, di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jl. Gajah Mad, Senin (14/11/16).
Poniman yang tadinya ditahan di Rutan Cipinang dan Siti Masnuroh ditahan di Rutan Pondok Bambu yang kemudian dialihkan penahanan oleh Majelis hakim itu hanya terdiam tidak menanggapi pernyataan saksi.
Dari keterangan saksi bahwa segala kegiatan pembuatan akte selalu melalui Ibu Siska kepada karyawan untuk mengetik atau pembuatan minute AKTE. Jadi setiap masalah apapun yang berkaitan dengan kantor selalu lapor ke Ibu Siska. Dan penggajian karyawanpun juga diterima dari Ibu Siska. Tetapi dalam perkara ini ibu Siska tidak termasuk bersama-sama sebagai terdakwa.
Saat mengajukan perubahan akte ke Notaris Siti Masnuroh, Poniman menggunakan kop surat PT Karya Tehnik Grup. Di situ Poniman selaku komisaris utama dan mengajukan akte baru ke Notaris Siti Masnuroh.
JPU Agung Hari mendakwa Poniman dan Siti dengan Pasal 266 KUHP juncto Pasal 55 KUHP, sementara Siti Masnuroh adalah notaris yang mengubahkan akte, dia dijerat dengan Pasal 264 KUHP, atas dakwaan pemalsuan akta otektik Yayasan Perguruan Wahidin. Siti Masnuroh yang berprofesi sebagai notaris sejak 1999 membuat Akta Nomor 77 pada 26 Agustus 2008 atas permintaan Poniman. Dalam akta notaris itu, ada enam lima orang lain yang ikut membubuhkan tanda tangan. Yayasan Perguruan Wahidin sudah berdiri sejak tahun 1963.
Yang datang ke kantor Notris hanya Poniman, membawa berkas yang sudah lengkap ditandatangani oleh Poniman dan kawan-kawan. Seolah olah kelima orang tersebut datang menghadap notaris Siti Masnuroh dan Poniman menjamin bahwa semua yang bertandatangan itu benar.
Kasus ini berawal dari adanya konflik internal Yayasan Perguruan Wahidin pada 2008 silam. Konflik mencuat pasca Sudarno diangkat sebagai Koordinator Perguruan Wahidin. Sudarno sendiri meninggal pada 24 Juli 2010.
Kemudian, Notaris Siti Masnuroh membuat Akta Nomor 77 tentang Pendirian Yayasan Perguruan Wahidin. Dalam akta itu, Sudarmo didesak menyerahkan perguruan ke tangan Poniman Asnim alias Ke Tong Pho, namun ditolak oleh Sudarno.
Pada 24 Januari 2016 Polda Metro Jaya menetapkan Poniman Asnim sebagai tersangka, atas pengakuan Siti Masnuroh yang diperintahkan oleh Poniman untuk membuat Akta Nomor 77.
Perkara ini diusut oleh jajaran Ditreskrimum Polda Metro Jaya sejak 7 Maret 2010. Pelapor atas nama Sudarno Wahyudin selaku koordinator Yayasan Perguruan Wahidin, dengan nomor laporan polisi LP/171/III/2010/Bareskrim.
Sejak ditetapkan sebagai tersangka, Penyidik Ditreskrimum Polda Metro Jaya juga mengajukan pencegahan atas nama Poniman Asmin ke Ditjen Imigras. thomson g
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});