Majelis Hakim PN Bale Bandung “Sembunyikan” Hal Memberatkan, Penganiaya Berat Divonis Ringan

oleh -1.8K views
oleh
Majelis Hakim memeriksa terdakwa.

BANDUNG, HR – Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Bale Bandung yang diketuai Hj Ristati SH MH dan hakim anggota, Adrianus Agung Putrantono SH dan Firza Andriansyah SH MH mempermainkan kasus Perkara Pidana nomor: 40/Pid.sus/2018/PN Blb, dengan cara memvonis ringan terdakwa Diki Nurohman Als Batak Bin Odas.

Sidang pembacaan putusan dilaksanakan di PN Bale Bandung, Rabu (14/2/2018). Terdakwa Diki Nurohman alias Batak Bin Odas yang terbukti melakukan kejahatan dan dikenakan pasal berlapis yaitu pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 12 Tahun 1951 (UU Darurat) dengan ancaman 10 tahun penjara, dan pasal 351 ayat (2) KUHPidana dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara, hanya dihukum 3 tahun 6 bulan penjara.

Sidang pemeriksaan saksi.

Ringannya hukuman yang diputuskan majelis hakim terhadap terdakwa membuat Astor Sihombing (Wartawan Surat Kabar Harapan Rakyat Biro Kabupaten Bandung) yang anaknya menjadi korban penganiayaan berat yang dilakukan terdakwa, merasa kecewa dan merasa tidak adil. Selama persidangan hingga pembacaan putusan, majelis hakim dan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Bernhard Siahaan SH dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Bandung, kerap mempertontonkan permainan dan sandiwara peradilan.

Saat pembacaan putusan, majelis hakim menyebut hal meringankan dari terdakwa yaitu jujur padahal dalam persidangan terdakwa sangat tidak jujur. Sementara sangat banyak hal yang sangat memberatkan, tidak disebutkan ketua majelis hakim, Hj Ristati SH MH saat membacakan putusan.

Dua hari sebelum pembacaan putusan, Surat Kabar Harapan Rakyat (HR) sudah mengirim surat kepada Ketua Pengadilan Negeri Bale Bandung untuk memohon dan meminta agar terdakwa Diki Nurohman Als Batak Bin Odas dijatuhi hukuman berat atau hukuman maksimal, demi tegaknya hukum, demi rasa keadilan masyarakat dan untuk membuat efek jera bagi para pelaku kejahatan. Ternyata permohonan HR kurang mendapat tanggapan dan tidak diperdulikan oleh majelis hakim.

Ketua Pengadilan Negeri Bale Bandung, Hj Siti Suryati SH MH MM yang dikonfirmasi tim HR, (14/2), mengatakan, bahwa surat dari HR sudah di disposisi ke majelis hakim dengan ‘isi perintah’: mohon dipertimbangkan.

“Saya sudah mendisposisi suratnya, saya tulis, mohon dipertimbangkan,” kata Hj Siti Suryati SH MH MM, dan memerintahkan para stafnya untuk melakukan pengecekan apakah surat sudah sampai ke majelis hakim. Menurut Hj Siti Suryati SH MH MM, dirinya tidak bisa ikut campur dan tidak bisa terlalu jauh intervensi dalam setiap penanganan perkara yang dilakukan majelis hakim. Hj Siti Suryati pun mempersilahkan keluarga korban dan Surat Kabar Harapan Rakyat melaporkan majelis hakim ke Mahkamah Agung Republik Indonesia.

“Silahkan…..! Silahkan dilaporkaan”, katanya.

Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Bandung, Toto Sucasto SH MH melalui Kasi Pidum, Wuriadhi Paramita SH MH yang dikonfirmasi, (14/2), mengatakan, akan mengambil tindakan dan memberikan sanksi kepada JPU, Bernhard Siahaan SH.

“Terima kasih informasinya, ini menjadi masukan buat kami, harusnya bapak bisa datang menemui kita, sebelum pembacaan tuntutan” kata Kasi Pidum.

Terdakwa Diki Nurohman Als Batak Bin Odas melakukan penganiayaan berat terhadap Pingky Hermanto Sihombing (anak Astor Sihombing, SK Harapan Rakyat) di Jl Raya Soreang Banjaran, tepatnya di Ciluncat, Kabupaten Bandung pada Minggu, 5 November 2017.

Saat melakukan penganiayaan berat dengan cara memukuli wajah dan menginjak-injak kepala, dada dan perut korban, terdakwa mengaku-ngaku sebagai anaknya Kapolda.

Akibat penganiayaan berat, korban mengalami luka berat dan tidak sadarkan diri selama 3 hari dan harus dirawat selama 9 hari di RSUD Soreang. Dadanya pun harus di bor dan dioperasi untuk mengeluarkan gumpalan darah dari dalam paru-paru. Keluarga Astor Sihombing pun harus mengeluarkan biaya hingga Rp 15 juta untuk biaya pengobatan korban.

Sejak terjadinya penganiayaan hingga selesainya proses persidangan di PN Bale Bandung, pihak keluarga terdakwa tidak pernah ada niat baik. Mereka tidak pernah membesuk korban selama di rumah sakit, tidak pernah meminta maaf kepada keluarga korban, tidak pernah ada perdamaian dan tidak pernah membantu biaya pengobatan korban.

Lalu mengapa majelis hakim tidak pernah menjadikan hal tersebut sebagai hal yang memberatkan terdakwa?

Diduga telah terjadi suap dan jual-beli perkara, majelis hakim diduga tidak menjaga nama baik hakim dan nama baik pengadilan. Mahkamah Agung Republik Indonesia diminta memeriksa majelis hakim. tim

Tinggalkan Balasan