Surat Terbuka

oleh -561 views
oleh
SURAT TERBUKA
KEPADA
YTH. BAPAK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
DI
ISTANA NEGARA, JAKARTA

Perihal :

Permohonan
Perlindungan Hukum dan Perlindungan Hak atas tanah seluas 16.600 M2
yang terletak di samping sebelah kiri Gedung Arthaloka Indonesia, Jl.
Jenderal Sudirman Kaveling No 2 Jakarta Pusat, berdasarkan Putusan
Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Wilmar Rizal Sitorus, SH,MH

 

Dengan hormat,
Sehubungan
dengan perihal pada pokok surat tersebut di atas, bertindak untuk dan
atas nama PT. Mahkota Real Estate, saya tersebut nama di bawah ini :
Nama : Ir. RUDY PAMAPUTERA
Tempat/Tgl lahir : Pasuruan, 27 November 1936
Pekerjaan : Presiden Direktur PT. Mahkota Real Estate
Alamat : Kantor Taman 3.3 Unit B1, Jalan Dr Ide Anak Agung Gde Agung, Kawasan Mega Kuningan Lot 8.6-8.7 Jaksel
menyampaikan
kronologis Hak Hukum dan Hak atas Tanah Milik saya ( PT. MRE ) yang
telah ‘’disandera’’ oleh, Kementrian Keuangan RI, MENEG BUMN, PT.
TASPEN, PT. Arthaloka Indonesia dan Kementrian Negara Agraria dan Tata
Ruang / Badan Pertanahan Nasional selama 30 tahun ( Tahun 1985 s/d
Sekarang Tahun 2015 ), sebagai berikut di bawah ini :

Tahun 1968 – 1970

Berdasarkan
Surat Keputusan Gubernur KDKI No : Ad.12/2/15/70, tanggal 13-06-1970
PT. Archipelago ( Drs. WIDODO SUKARNO ) melakukan pembebasan tanah milik
masyarakat seluas + 33.000 M2 yang terletak di Jl. Jend. Sudirman Kav
No 2 Jakarta Pusat;
Berdasarkan
Surat Keputusan Gubernur KDKI No : Ad.12/4/17/70, tanggal 21-12-1970
proses pembebasan tanah seluas + 33.000 M2 tersebut oleh PT. Archipelago
dialihkan kepada PT. Mahkota Real Estate ( Ir. RUDY PAMAPUTERA ). PT.
Mahkota Real Estate bersama-sama dengan Panitia Pembebasan tanah yang
sengaja dibentuk oleh Drs. EDY DJADJANG DJAJA ADMADJA selaku Walikota
Jakarta Pusat, melanjutkan Pembebasan Tanah milik masyarakat sampai
selesai tuntas tanpa kendala atau tidak ada komplen dari masyarakat yang
tanahnya telah dibebaskan.;

Tahun 1972 – Sekarang Tahun 2015

Terjadi
hubungan hukum antara PT. Mahkota Real Estate ( PT. MRE ) dengan PT.
TASPEN dimana kedua belah pihak telah sepakat untuk bekerja sama,
sehingga dibuat dan ditanda tangani Surat Perjanjian Kerja Sama ( PKS )
yang dituangkan di dalam AKTA Notaris No 52, tanggal 29-02-1972. Dan
substansi yang diperjanjikan antara lain adalah :

Tanah MILIK PT. Mahkota Real Estate seluas 10.000 M2 dilepaskan haknya /
dijual kepada PT. TASPEN dengan harga Rp.285.000.000,- Sehingga sisa
Tanah MILIK PT. MRE : 33.000 M2 – 10.000 M2 = 23.000 M2 );


PT. TASPEN akan membangun Gedung bertingkat di atas tanah tersebut
untuk Perkantoran yang akan disewa-sewakan, dan Pengelolaannya
dilakukan/ diserahkan kepada PT. Mahkota Real Estate ( PT. MRE ) dengan
imbalan mendapatkan Jasa Pengelola sebesar 5% dari hasil sewa; ( Sejak
Tahun 1982 Jasa Pengelolaan belum diterima PT. MRE ).;
Tahun
1982 Gedung bertingkat 17 lantai untuk Perkantoran yang pertama kali di
Jakarta telah berdiri dan seluruh ruangan yang disewakan sudah terisi
penuh. Gedung TASPEN milik Pemerintah, Penggagas berdirinya adalah Ir.
RUDY PAMAPUTERA ( Alumni Institut Teknologi Bandung Th. 1964 ).;

Tahun 1985 (Awal “penganiayaan lahir dan batin)

Bahwa
tanpa diawali dengan ; Pemeriksaan/ Audit Keuangan, pemberitahuan,
terguran atau peringatan kepada PT. MRE selaku Pengelola Gedung TASPEN,
pada tanggal 23-09-1985…bagaikan Petir di siang bolong dan seolah-olah
di negara bar-bar yang tak berlaku aturan hukum, seorang Aparat yang
mengaku selaku pimpinan Tim dari OPSTIB-PUS didampingi Aparat Kejaksaan
Agung. Tanpa memperlihatkan sepotong pun Surat Perintah, atau Surat
Tugas atau semacamnya, langsung menggrebek, menggeledah kantor PT. MRE
dan mensita seluruh dokumen Asli PT. MRE, termasuk surat-surat Asli
pembebasan tanah, surat-surat Kontrak/Sewa Ruang Kantor dan Aset PT. MRE
berupa Kendaraan Roda Dua dan Roda Empat ( Mobil ) serta beberapa
bidang tanah di pinggiran kota Jakarta.;
Bahwa
kemudian cukup hanya dengan mengatakan …’’kami adalah Tim dari OBSTIP
PUSAT…’’ saya ( Ir. RUDY PAMAPUTERA ) dan Drs. WIDODO SUKARNO selaku
direksi PT. MRE dan sebagai Pengelola Gedung TASPEN, Ditangkap dan
dijebloskan ke dalam RUTAN SALEMBA dengan tuduhan ; ‘’melakukan Tindak
Pidana Korupsi’’;
Catatan
: Bahwa tidak berapa lama berselang, Pimpinan Tim OBSTIP yang melakukan
penggerebekan, penggeledahan, pensitaan dan penangkapan tersebut,
bersama Isterinya menjadi korban dan meninggal dunia akibat kehabisan
Oksigen didalam Terowongan Mina di Arab Saudi.;
Bahwa
hal yang ganjil dan menyakitkan secara Lahir dan Batin adalah ; sejak
saya ditangkap, dipenjarakan dan perkara saya disidangkan sampai Ketua
Majelis Hakim menjatuhkan vonis 14 tahun Penjara atas dakwaan melakukan
Tindak Pidana Korupsi, saya tidak pernah mendengar Jaksa Penuntut
Umum atau Majelis Hakim menyebutkan ; Berapa besar kerugian keuangan
negara akibat perbuatan yang saya lakukan.
Tetapi, Tanah seluas +
23.000 M2 milik saya ( PT. MRE ) disita dan dirampas untuk negara Cq.
PT. TASPEN. Sementara, Akta Notaris No 52 tentang Perjanjian Kerja Sama
antara PT. MRE dan PT. TASPEN diabaikan atau sama sekali tidak dapat
diterima sebagai Barang Bukti untuk pembelaan saya selaku Terdakwa dalam
persidangan.;
Bahwa
berdasarkan fakta-fakta dan peristiwa yang saya alami dan rasakan
langsung seperti uraian di atas, ditambah dengan penjelasan dan pendapat
hukum yang saya terima terkait dengan Akta Perjanjian Kerja Sama No 52,
terbesit pertanyaan dalam pikiran saya bahwa : Apakah sebenarnya saya telah ‘’dikriminalisasi’’ untuk kepentingan Pemerintah Cq. PT. TASPEN, Tim OBSTIP PUSAT dan PT. Arthaloka Indonesia…?
Bahwa
namun demikian selaku warga negara yang taat hukum, sejak pertama
ditangkap dan dijebloskan ke dalam Penjara, hingga Majelis Hakim
Pengadilan Negeri Jakarat Pusat menjatuhakan vonis 14 tahun Penjara atas
Tindak Pidana Korupsi yang didakwakan kepada saya, saya tetap menerima
dan menjalani kehidupan di dalam penjara selama 9 (sembilan) tahun.;
Bahwa
pada putusan Banding dan dikuatkan pula oleh putusan Majelis Hakim
Agung pada tingkat Kasasi, disebutkan bahwa ; “yang berwenang menentukan
Hak Keperdataan adalah Hakim yang memeriksa dan mengadili Perkara
Perdata. Dengan demikian, putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat mengenai Barang Bukti tanah seluas + 23.000 M2 yang
dirampas untuk negara Cq. PT. TASPEN, adalah bersifat sementara”; (
Halaman 60 Putusan Perkara No. 339/Pid/1986/PT.DKI, tanggal 2 Februari
1987 ).;
Bahwa
berdasarkan putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, dalam
Perkara Nomor : 563.K/Pid/87, tanggal 02 Juli 1987, maka tanah seluas +
23.000 M2 yang dirampas namun ‘’bersifat sementara’’ tersebut, dikuasai
oleh PT. TASPEN.;
Bahwa
kemudian dengan Surat Nomor : 80 A/DIR/1988, tanggal 27 Februari 1988
Direktur Utama PT. TASPEN memberitahukan/ mengusulkan kepada Menteri
Keuangan RI, bahwa : Telah mendirikan sebuah Perusahaan baru dengan nama
PT. Arthaloka Indonesia ( anak perusahaan PT. TASPEN ). Dan Tanah
seluas + 23.000 M2 ( Hasil Rampasan )tersebut TELAH DISERTAKAN MENJADI
MODAL AWAL PT. ARTHALOKA INDONESIA.;
Bahwa
2 (dua) hari kemudian melalui Surat Nomor : S-307/MK.013/1988, tanggal
29 Februari 1988 Menteri Keuangan RI menyatakan SETUJU; PT. TASPEN
mendirikan Badan Usaha baru ( PT. ARTHALOKA INDONESIA ) sebagai anak
perusahaan PT. TASPEN.;
Bahwa
kemudian pada tanggal 6 Desember 1990 PT. Arthaloka mengajukan
permohonan Sertipikat Hak Guna Bangunan kepada Badan Pertanahan Nasional
( BPN ). Dan berdasarkan Surat Keputusan Kepala BPN Nomor.:
664/HGB/BPN/1991, tanggal 08-08-1991, maka pada tanggal 31-03-1992,
terbit Sertipikat Hak Guna Bangunan No 205/Karet Tengsin atas nama PT.
Arthaloka Indonesia, seluas 23.185 M2 , Gambar Situasi No 547/1991,
tanggal 13-03-1991, yang akan berakhir haknya pada tanggal 30-03-2012.;

Catatan :

Menjadi
pertanyaan adalah : Apakah dasar hukum dan tata cara/ ketentuan
Pendirian Badan Usaha Milik Negara ( PT. Arthaloka Indonesia ) seperti
tersebut di atas, sudah sesuai dengan ketentuan/ Peraturan yang
berlaku…? Dan apakah PT. Arthaloka Indonesia memiliki Tanah dengan
Sertipikat Hak Guna Bangunan No 205/Karet Tengsin tersebut, sudah sesuai
dengan UUP No 5 Tahun 1960. Jo. PP No 10 Tahun 1961…?
Bahwa
mempedomani Putusan Peradilan Pidana yang sudah mempunyai kekuatan
hukum tetap, dimana antara lain pada amar putusannya menyatakan Tanah
seluas + 23.000 M2 dirampas untuk Negara Cq/ diserahkan kepada PT.
TASPEN ( BUKAN KEPADA MENTERI KEUANGAN RI ) dan Pertimbangan Majelis
Hakim yang menyatakan bahwa Barang Bukti Tanah yang dirampas, ‘’bersifat
sementara’’, maka tindakan hukum yang saya ( PT. MRE ) lakukan adalah
sebagai berikut :
1.
PT. MRE melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, mengajukan gugatan
perdata kepemilikan hak atas tanah seluas + 23.000 M2 yang terletak di
samping sebelah kiri Gedung Arthaloka, Jl. Jend. Sudirman Kaveling No 2
Jakarta Pusat.; Pihak-pihak yang digugat adalah : PT. Arthaloka
Indonesia, PT. TASPEN, Menteri Negara Agraria/ Kepala BPN, Kepala Kantor
Pertanahan Jakarta Pusat, Gubernur DKI Jakarta dan Kejaksaan Negeri
Jakarta Pusat.;
2.
Bahwa berdasarkan Putusan Pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan
hukum tetap, dalam Perkara No. 472-PK/Pdt/2000, tanggal 28-06-2000 Jo.
No. 3664.K/Pdt/1996, tanggal 19-12-1997 Jo. No. 625/PDT/PT.DKI/1995, tgl
30-01-1996 Jo. No. 501/Pdt.G/1993/PN.Jkt.Pst, tanggal 19-01-1995,
Menyatakan :
* Tanah
seluas 16.600 M2 yang terletak di sebelah kiri/ samping Gedung Arthaloka
di Jl. Jend. Sudirman Kav No 2 Jakarta Pusat, adalah MILIK PENGGUGAT (
PT. MAHKOTA REAL ESTATE ).;
*
Untuk luas Tanah selebihnya/ sisanya ( yang berada dibelakang tanah
16.600 M2 , yaitu : 23.185 M2 – 16.600 M2 = 6.585 M2 adalah : MILIK
TERGUGAT II ( PT. TASPEN persero ).;
3.
Bahwa terhadap putusan perkara yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap tersebut di atas, telah dilakukan Eksekusi Pengosongan terhadap
Tanah seluas 16.600 M2 MILIK PT. MRE, berdasarkan PENETAPAN Eksekusi
Pengosongan No. 018/2004/Eks, tanggal 30-11-2004 Jo. Berita Acara
Eksekusi Pengosongan No. 018/2004.Eks, tgl 15-12-2004.;
Bahwa
mempertegas kembali, berdasarkan Putusan Perkara Nomor :
472-PK/PDT/2000, tanggal 28 Juni 2000 yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap dan telah dilakukan Eksekusi Pengosongan Tanah objek
perkara, yaitu :
• Tanah
Milik PT. MRE adalah seluas 16.600 M2 terletak di sebelah Kiri/ samping
Gedung Arthaloka di Jl. Jend. Sudirman Kav No 2 Jkt Pst.;

Dan :

• Tanah Milik PT. TASPEN Persero adalah seluas 6.585 M2 terletak di sebelah belakang tanah 16.600 M2 .;
Bahwa
Eksekusi Pengosongan Tanah Pada Tahun 2004 dimaksud ditandai dengan PT.
MRE menguasai kembali tanahnya seluas 16.600 M2 , dengan memagar
keliling dan mendirikan Plang Pengumuman Tentang PT. MRE selaku Pemilik
Tanah berdasarkan Putusan Perkara Nomor.: 472-PK/PDT/2000, tanggal 28
Juni 2000.;
Bahwa
MENTERI KEUANGAN RI, kembali mengajukan Gugatan PERLAWANAN terhadap
PENETAPAN Pemberitahuan Eksekusi ( Anmaning ) melalui Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat hingga Mahkamah Agung RI sebagaimana Putusan Mahkamah
Agung Republik Indonesia Nomor.: 48-PK/PDT/2009, tanggal 15 September
2009.;
Bahwa
setelah tanah seluas 16.600 M2 tersebut dieksekusi selanjutnya dikuasai
dan dipagar keliling oleh PT Mahkota Real Estate selama kurang lebih
lima tahun, pada 5 April 2009 Tanah milik PT. MRE tersebut direbut
dengan cara paksa oleh massa Preman suruhan pihak PT. Arthaloka, dengan
alasan bahwa : Tanah dimaksud adalah MILIK NEGARA Cq. PT. Arthaloka
Indonesia, berdasarkan Putusan Kasasi Gugatan Perlawanan yang
dimenangkan oleh Menteri Keuangan. Pagar dan Plang Pengumuman milik PT.
MRE dibuldozer sehingga rata dengan tanah.;
Bahwa
Pengerusakan pagar dan Plang milik PT. MRE tersebut telah dilaporkan
kepada Kepolisian setempat sesuai dengan Laporan Polisi No. Pol.:
303/K/IV/2009.Sektro TA, tanggal 5 April 2009. Akan tetapi sampai
sekarang Laporan Polisi tersebut TIDAK JELAS sampai dimana
penanganannya.;
Bahwa
Putusan Perkara No 48-PK/PDT/2009, tanggal 15 September 2009, sudah
JELAS dan TERANG, Amar Putusannya ternyata hanya MENYATAKAN : TIDAK SAH
dan TIDAK MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM PENETAPAN Ketua Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat tanggal 6 September 2004 Nomor 018/2003.Eks yaitu :
PENETAPAN Tentang Pemberitahuan Eksekusi Pengosongan Tanah ( Anmaning
).;
Bahwa
berdasarkan Putusan Perkara No. 472-PK/PDT/2000, tanggal 28 Juni 2000,
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dan atas putusan tersebut
telah dilakukan Eksekusi Pengosongan, sesuai dengan Berita Acara
Eksekusi Pengosongan Tanah dan Bangunan Nomor 018/2004.Eks, tgl
15-12-2004, PT. MRE mengajukan Permohonan Pembatalan Sertipikat Nomor
205/Karet Tengsin An. PT. Arthaloka kepada BPN,;
Bahwa
Kepala Kantor Wilayah BPN DKI Jakarta telah mengabulkan Permohonan PT.
MRE, sesuai dengan Surat Keputusan Nomor :0196/HGB/BPN.32/BTL/2009,
tanggal 28 September 2009 Tentang : Pembatalan Sertipikat HGB No
205/Karet Tengsin, Gambar Situasi Tanggal 13 Maret 1991 Nomor. 547/1991
seluas 23.185 M2 An. PT. Arthaloka Indonesia.;
Bahwa
dengan telah diterbitkannya Surat Keputusan Pembatalan Sertipikat HGB
No. 205/Karet Tengsin An. PT. Arthaloka Indonesia tersebut, secara hukum
sudah membuktikan bahwa PT. Arthaloka Indonesia, PT. TASPEN dan Menteri
Keuangan RI tidak lagi mempunyai hubungan hukum apapun terhadap tanah
seluas 16.600 M2 milik PT. MRE tersebut.;
TANPA
ALASAN DAN DASAR HUKUM YANG JELAS DAN TEGAS ; Menteri Negara Agraria
dan Tata Ruang / Kepala Badan Pertanahan Nasional, Menteri Keuangan, PT.
TASPEN dan PT. Arthaloka Indonesia : Tidak Tunduk Kepada Putusan
Pengadilan Yang Telah Mempunyai Kekuatan Hukum Tetap.
Bahwa
berdasarkan fakta-fakta dan bukti bukti surat sebagaimana telah
diuraikan di atas, cukup jelas bahwa Tanah seluas 16.000 M2 yang
terletak disamping sebelah kiri Gedung TASPEN, Jl. Jend. Sudirman
Kaveling No 2 Jakarta Pusat, BUKAN ASET NEGARA. Ditambah lagi ketentuan
Undang Undang yang mengatur tentang Pengelolaan dan Penghapusan Aset
Negara sebagai berikut di bawah ini :
Bahwa
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor: 6 Tahun 2006 Jo. Peraturan
Pemerintah Nomor : 38 Tahun 2008, Penghapusan Aset Barang Milik Negara
adalah KEWAJIBAN DARI PENGGUNA BARANG/Kuasa Pengguna Barang AGAR
DIBEBASKAN DARI TANGGUNG JAWAB ATAS ADMINISTRASI DAN FISIK DARI TANAH
BARANG MILIK NEGARA yang telah beralih/ berpindah tangan karena PUTUSAN
PENGADILAN YANG TELAH BERKEKUATAN HUKUM TETAP DAN TIDAK ADA UPAYA HUKUM
LAGI.;
Bahwa
Ayat (2) Pasal 36 UU No 5 Tahun 1960 mengatur bahwa : ‘’Orang atau
Badan Hukum yang mempunyai Hak Guna Bangunan dan tidak lagi memenuhi
syarat-syarat tersebut dalam ayat (1) pasal ini dalam jangka waktu 1
(satu) tahun, wajib melepaskan atau mengalihkan Hak itu kepada pihak
lain yang memenuhi syarat. Ketentuan ini berlaku juga terhadap pihak
yang memperoleh Hak Guna Bangunan; jika ia tidak memenuhi syarat-syarat
tersebut dalam jangka waktu 1 (satu) tahun Hak tersebut tidak dilepaskan
atau dialihkan, maka Hak Guna Bangunan itu HAPUS KARENA HUKUM, dengan
ketentuan, bahwa : Hak pihak lain akan diindahkan, menurut ketentuan
yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah.;
Peraturan
Pemerintah No 40 Tahun 1996 : Pasal 20 Ayat (1) : ‘’Pemegang HGB yang
tidak lagi memenuhi syarat Pasal 19 dalam jangka waktu 1 (satu) tahun
WAJIB melepaskan atau mengalihkan Hak atas tanah tsb kepada pihak lain
yang memenuhi syarat’’.; Ayat (2) : ‘’Apabila dalam jangka waktu 1
(satu) tahun tidak dilepaskan atau dialihkan, maka Hak tersebut HAPUS
KARENA HUKUM’’.;
Bahwa
walaupun sudah ada Putusan Pengadilan Yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap dan tidak ada upaya hukum lagi ; KAKANWIL BPN DKI Jakarta
sudah menerbitkan Surat Keputusan Pembatalan Sertipikat HGB No 205/Karet
Tengsin An. PT. Arthaloka Indonesia ; Ada Peraturan Pemerintah tentang
Pengelolaan dan Penghapusan Aset Negara, sebagaimana Peraturan yang
telah disebutkan di atas, namun Hak Hukum dan Hak saya ( PT. MRE ) atas
Tanah seluas 16.600 M2 sampai saat ini belum juga saya peroleh karena
masih ‘’tersandera’’ justru oleh Instansi Pemerintah dan Badan Usaha
Milik Negara sendiri.;
Bahwa
seolah-olah tidak ada rasa malu atau abai terhadap sumpah atau janji.
Terkesan tak peduli terhadap orang yang datang silih berganti
menyampaikan isi hati. Sebenarnya membawa rejeki namun selalu takut
dianggap korupsi…padahal, eS De eMnya yang tidak menguasai substasi
materi, sehingga tak mampu lagi mencari dan menemukan solusi. Inilah
warna warni Pegawai di negeri kita saat ini. Mengalami hal yang seperti
ini, Siapa yang tidak sakit hati..?
Bahwa
sudah 30 tahun lamanya saya dan keluarga merasa ‘’teraniaya’’ secara
lahir dan batin. Usia saya sekarang sudah 79 tahun, tanah saya ( PT. MRE
) seluas 16.600 M2 tersebut masih dalam keadaan kosong. Bertahun-tahun
telah dimanfaatkan orang lain, dijadikan lahan parkir dengan berbayar
atau dipungut bayaran. Masyarakat mengetahui tanah kosong tersebut
adalah milik PT. TASPEN atau PT. Arthaloka. Dan beberapa kali sudah saya
coba masuk dan ingin mendirikan kembali Plang di atas tanah tersebut,
namun SATPAM PT. Arthaloka yang selalu ‘’Ganas’’ menolak/melarang saya
memasuki areal lahan tersebut. Sehingga setiap kali saya akan masuk ke
tanah milik saya (PT. MRE) selalu tidak diizinkan.
Yang
Terhormat Bapak Presiden Republik Indonesia, berdasarkan fakta-fakta
yang telah diuraikan di atas dan sadar bahwa usia manusia hanya
terbatas, mohon kiranya Bapak berkenan memberikan kesempatan agar saya
boleh menerima atau mendapatkan Hak Hukum dan Hak atas Tanah yang telah
saya perjuangkan sejak Tahun 1972 tersebut.;
Yang
Terhormat Bapak Presiden Republik Indonesia, dipenghujung usia saya
ini, kiranya Bapak berkenan memberikan kesempatan agar saya dapat
memberikan yang terbaik untuk Pemerintah, sekaligus merehabilitir nama
baik saya dan keluarga, dengan cara ; bermusyawarah untuk mufakat
menyelesaikan permasalahan ini dengan prinsip atau syarat, Pemerintah
Cq. PT. TASPEN/ PT. Arthaloka Indonesia sebagai Badan Usaha Milik
Negara, memperoleh keuntungan dan saya ( PT. MRE ) dapat memperoleh
Haknya sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.;
Sebagai
bahan pertimbangan lainnya pada kesempatan ini saya sampaikan
informasi, bahwa ; berbagai macam latar belakang profesi maupun pejabat,
datang silihberganti kepada saya menawarkan jasa untuk mengurus dan
menyelesaikan masalah ini, namun semua hanya sia-sia atau tidak ada yang
berhasil, sehingga mengakibatkan timbulnya penyakit yang pada saatnya
kelak akan menjadi penyebab kematian saya.;
Bahwa
oleh karena pada saat sekarang ini tanah milik saya (PT. MRE) secara
fisik masih dikuasai oleh pihak PT. Arthaloka Indonesia/PT. Taspen,
dengan hormat memohon penjelasan,;Apakah pemerintah Cq Menteri Keuangan,
Cq PT. Taspen, Cq PT. Arthaloka Indonesia ingin memiliki tanah seluas
16.600 M2 tersebut dasar hukum apa yang dapat digunakan agar keinginan
tersebut tercapai./;Apa dasar hukum PT Arthaloka Indonesia tetap
menguasai dan bahkan disinyalir telah memanfaatkan tanah tersebut
menjadi tempat parkir dengan dipungut bayaran, sementara saya atau pihak
PT MRE sebagai pemilik tanah tidak diperkenankan untuk menguasai,
memiliki dan memanfaatkannya,/:
Demikian
Surat Terbuka ini saya buat dan saya sampaikan kepada Yang Terhormat
Bapak Presiden Republik Indonesia, walau dengan rasa pesimis atau tidak
pasti sampai kepada Bapak, oleh karena birokrasi & protokoler yang
tidak mudah bagi masyarakat untuk bersurat maupun berdialog dengan
Bapak.
Atas perhatian Bapak Presiden Republik Indonesia, pada kesempatan pertama, saya ucapkan terimakasih. Tuhan Memberkati Bapak.
Jakarta, 07 September 2015
Hormat kami,
PT. Mahkota Real Estate
Presiden Direktur
Ir. RUDY PAMAPUTERA
Kuasa Hukum PT. Mahkota Real Estate
WILMAR SITORUS, SH.,MH PRENDY HUTAPEA, SH

Tembusan Surat Disampaikan Kepada :
1. Yth. Menko POLHUKAM
2. Yth. Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia
3. Yth. Menteri Keuangan
4. Yth. Menteri Negara BUMN
5. Yth. Menteri Negara Agraria Dan Tata Ruang
6. Pertinggal
————–

Catatan
Redaksi: surat terbuka ini sesuai surat asli yang ditandatangani oleh
Ir Rudi Pamaputera dan kuasa hukumnya Wilmar Rizal Sitorus, SH, MH dan
Prendy Hutapea, SH

Tinggalkan Balasan