Proyek Rusun Mahkamah Agung Dikerjakan Rekanan Binaan ?

oleh -202 views

JAKARTA, HR – Sebagai tindaklanjut berita  koran HR dan www.harapanrakyatonline.com sebelumnya  pada proyek Pembangunan Rumah Susun Bertingkat Tinggi Mahkamah Agung (RUSUN DKI21-05)  yang dikerjakan PT PP. Urban  dengan nilai  Rp 48.660.183.164,23 diduga langgar K3 dan tidak terpasang plang proyek.

Pantauan HR  di lokasi proyek Jl. Jenderal Ahmad Yani, Jakarta Timur  (minggu kedua Februari 2022) tidak terpampang plang nama proyek, dan terkesan proyek yang diperuntukan untuk  Rumah Susun bagi ASN Mahkamah Agung (MA), mengabaikan “plang proyek” sebagai penerangan yang transparansi, atau apakah plang proyek itu disembunyikan. 

Tidak terpasang/terpampang  “plang papan nama proyek” yang dipasang oleh pemborong dan hal ini menutup-nutupi atau tidak transparan dan bahkan proyek ini dinilai proyek siluman atau  rawan korupsi.

Padahal, “plang proyek” ini wajib dipasang dan mengingat sebagai informasi sumber dana, jenis kegiatan, badan usaha/perusahaan yang mengerjakan, dan lamanya  waktu pelaksanaan hari kalender, No/tanggal Kontrak yang tentu itu mengingat anggaran/biaya yang dikerjakan dengan bersumber dari APBN/APBD.

Masyarakat pun mengetahui hal itu sesuai UU No.14/2008 tentang KIP (Keterbukaan Informasi Publik), Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung (Permen PU 29/2006) dan  Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 12/PRT/M/2014 tentang Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan (Permen PU 12/2014.

Salah seorang warga pelintas jalan disekitar proyek kepada HR menyatakan, pihaknya sering melewati jalan sekitar disini, namun tidak pernah melihat adanya plang proyek.  Padahal, bila dilihat bangunan-nya sangat besar, dan mungkin anggarannya pun besar.

“Tidak ada plang nama proyek yang menandakan adanya memuat di plang nama yakni sampai kapan selesai dikerjakan, nomor kontrak, jumlah hari kerja atau hari kalender (HK), siapa yang member pekerjaan atau pengguna anggaran dan lainnya,” kata warga disekitar lokasi proyek kepada HR.

Langgar K3 dan Helm Digantung   
Selain tidak adanya plang proyek yang mestinya terpampang di pintu area proyek, serta dibarengi terpasang safety  “utamakan keselamatan kerja”.

Dan soal safety ini memang adanya terpasang “logo K3 berbentuk roda bergigi”  namun  tidak dirinci secara lengkap  keselamatan kesehatan dan kerja (K3)  tersebut.   

Pantauan HR, proyek yang bertingkat gedung yang diperkirakan Sembilan lantai itu, dimana pada posisi lantai 5 atau lantai 6  ada dua tiga pekerja sedang kerja tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) secara lengkap.

Seperti menggunakan memakai seragam/rompi proyek, namun tidak memakai topi/helm, dan ada yang tidak memakai seragam/rompi  namun tidak memakai  helm  dan seterusnya ada yang tidak memakai sarung tangan, kacamata pengaman dan lainnya.

Sehingga safety yang terpampang di depan pintu area proyek dinilai  “hanya  pajangan”.  Padahal salah satu diantara alat pelindung diri (APD) dan harus atau wajib dilaksanakan  sebagai penjamin K3 yang mana sesuai  standar operasional pekerjaan (SOP).

Dan anehnya, sedang bekerja oleh pekerja, malah digantung helm/topi. Sebelumnya,  pantauan HR (minggu kedua Februari 2022), atau  bangunan  rusun masih posisi tahap lantai satu,  yakni ada pekerja tidak menggunakan secara lengkap APD.

Padahal masih pendemi, yang mana dalam prokes K3 semakin ketat pengawasannya, namun  ada beberapa pekerja tidak mematuhi secara lengkap APD dan hingga dinilai tidak mematuhi sesuai Instruksi Menteri PUPR No.02/IN/M/2020 tentang Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 Dalam Penyelenggaraan Jasa Konstruksi.

Selain itu, pihak penyedia jasa berkewajiban untuk memakai alat kelengkapan K3 sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan didalam pasal 15 berbunyi  “ sanksi dengan ancaman kurung 3 bulan penjara bagi kontraktor yang melanggar peraturan K3”  yang merupakan  implementasi Permenakertras No. Per.08/Men/VII/2010 tentang Alat Pelindung Diri.

Bahkan, dalam Permenakertras No. 8/2010, pasal 6 (ayat 1) disebut  “Pekerja atau buruh dan orang lain yang memasuki tempat kerja wajib memakai atau menggunakan APD sesuai dengan potensi bahaya dan risiko”, dan Pasal 9) “  Pengusaha atau pengurus yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 4, dan Pasal 5 dan seterusnya dapat dikenakan sanksi sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970”.

Hal lainnya,  juga diatur Permen PUPR No. 21/PRT/M/2019 yang sudah dirubah menjadi Permen PUPR No.10 Tahun 2021 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi.

Bab II Standar Keamanan. Keselamatan, Kesehatan dan keberlanjutan Konstruksi, pasal 3, pasal 4, pasal 5 ayat (2 huruf a, b, c, d, e, f), dimana b) Penjaminan dan pelindungan keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja, c) Pencegahan penyebaran wabah penyakit dalam lingkungan kerja dan sekitarnya.

Juga diatur UU No. 23/1992  tentang Kesehatan Kerja, pasal  23 yakni   menekankan pentingnya kesehatan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya.

Adanya beberapa pekerja,  yang tidak  mematuhi keselamatan kesehatan kerja (K3) tersebut sebagai alat pelindung diri (APD) secara lengkap, yang mana oleh pengawas  MK  dari PT. Amsecon Berlian Sejahtera dengan PPK Kepala Balai Pelaksana Penyediaan Perumahan (BP2P) Jawa I Ditjen Penyediaan Perumahan yang diduga  tidak ketat dalam pengawasan dan membiarkan sejumlah pekerja mengabaikan K3 tersebut.

Proyek yang  bersumber APBN 2021-2022, itu terletak di kawasan Pulomas , Jakarta Timur, dan sesuai dipengumuman (LPSE) ditetapkan pemenang PT PP. Urban dengan penawaran terkoreksi Rp 48.660.183.164,23 dari HPS Rp 60.656.444.632,10 dengan Manajemen Konstruksi (MK) oleh  PT. Amsecon Berlian Sejahtera Rp 1.870.825.000,00.

Dalam pelelangan, dimana PT Urban dengan penawaran/terkoreksi Rp 48.660.183.164,23 adalah urutan ke 4 dari delapan  peserta yang memasukkan dokumen pemilihan/harga.

Dan bila dibandingkan dengan dari penawar terendah senilai Rp 44.582.486.804,50, maka selisihnya adalah Rp 4, 077 miliar dan begitu pula urutan kedua dan ketiga jauh selisihnya.

Informasi HR dan berdasarkan pengumuman  lpse, PT PP Urban juga  beberapa paket dikerjakan dilingkungan Kementerian PUPR dalam “waktu bersamaan” tahun 2020 yang dikerjakan awal 2021 – 2022.  

Diantara paket tersebut :  Pembangunan Gedung UNU Yogjakarta,  PSP POP.2020-02 Rehabilitasi Bangunan Pasar Legi Kota Surakarta,   Rehabilitasi Bangunan Pasar Wiradesa dan  Pembangunan Pasar Ngawi .

Sehingga PT PP Urban yang merupakan anak perusahan salah satu BUMN Jasa Konstruksi ini diduga merupakan rekanan binaan di Kementerian PUPR.

Lelang Konsultan
Anehnya,  Manajemen Konstruksi dalam “ proses lelang” yakni sebelumnya sebagai penetapan pemenang PT Tujuh Jaya Konsultan  Rp 1.889.646.000,00.

Artinya, pemenang adalah PT Tujuh Jaya Konsultan, kemudian menjadi terkontrak oleh PT. Amsecon Berlian Sejahtera. 

Padahal ditetapkannya sebagai pemenang  PT Tujuh Jaya Konslutan  adalah dengan sangat tepat karena  skor teknis atau nilainya bagus yakni  “skor teknis 76.28” dan “skor  akhir “80.82”.

Sedangkan  perusahaan terkontrak   PT. Amsecon Berlian Sejahtera dengan skor teknis “66.39” yang diduga tidak mencapai ambang batas diatas 75, dengan  skor akhir menjadi  73.11” dan hingga lebih rendah dari pemenang PT Tujuh Jaya Konsultan.

Bahkan, bila  dibandingkan skor akhir kedua  perusahan,  antara pemenang dengan terkontrak sangat  jauh selisinya yakni  “7, 71” (gabungan teknis dengan harga”) , lalu kok bisa demikian dan ada apa menjadi terkontrak PT Amsecon.

Harapan Rakyat  (HR) dan www.harapanrakyatonline.com telah mengajukan surat  konfirmasi dan klarifikasi No. : 013/HR/II/2022 tertanggal 14 Februari 2022 yang disampaikan ke Kepala Balai Pelaksana Penyediaan Perumahan (BP2P) Jawa I -Ditjen Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR dan tembusan ke penyedia jasa, namun sampai saat ini tidak ada tanggapan hingga berita lanjut lagi. tim

Tinggalkan Balasan