DENPASAR, HR – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menyoroti masalah ketidaktepatan sasaran dalam pelaksanaan Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA). Saat membuka Rapat Koordinasi Akhir GTRA di Kantor Gubernur Bali, Rabu (26/11/2025), ia menegaskan bahwa persoalan tersebut muncul bukan hanya karena kendala teknis, tetapi juga akibat intervensi politik lokal yang memengaruhi penentuan penerima manfaat reforma agraria.
Nusron menjelaskan kriteria penerima tanah objek reforma agraria (TORA), yang meliputi warga yang tinggal di sekitar lokasi, masyarakat yang menggantungkan hidup pada tanah seperti petani atau buruh tani, serta kelompok miskin ekstrem berdasarkan Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional (DTKS) desil 1 dan 2.
“Dalam implementasinya banyak tekanan-tekanan politik. Saya ngomong apa adanya ini, tekanan-tekanan politik lokal yang memaksakan kehendak untuk orang yang tidak tinggal di sekitar agar bisa mendapatkan bagian sebagai subjek penerima redistribusi tanah,” ujarnya.
Ia menilai kondisi tersebut menimbulkan ketidakadilan karena penerima manfaat justru bukan petani atau warga miskin, melainkan pihak yang memiliki pengaruh politik di daerah.
Nusron juga mengungkap adanya aparat BPN maupun pemda yang berurusan dengan penegak hukum akibat maladministrasi dalam menentukan subjek TORA.
“Banyak juga orang BPN termasuk oknum-oknum BPN dan oknum-oknum di pemda yang terpaksa, mohon maaf, disekolahkan oleh APH karena ketidaktelitian masalah ini,” katanya.
Ia meminta kepala daerah dan tim GTRA untuk lebih selektif menetapkan penerima program. Nusron menegaskan bahwa reforma agraria merupakan instrumen penting untuk mengentaskan kemiskinan. Upaya tersebut dilakukan melalui legal access, sertifikasi, serta redistribusi tanah kepada rakyat.
Ia memaparkan bahwa pemerintah menyiapkan sekitar 1,8 juta hektare tanah APL sebagai objek reforma agraria dari target 3 juta hektare. Selain itu, terdapat sekitar 9 juta hektare hutan sosial yang telah ditetapkan sebagai TORA bagi kepentingan masyarakat. Dengan langkah ini, pemerintah menargetkan distribusi tanah dapat berjalan lebih cepat dan tepat sasaran, terutama bagi masyarakat kecil yang membutuhkan akses legal atas lahan. dyra






