Galian C di Tutup: Kontraktor Menjerit, Buruh Angkut Pasrah

oleh -391 views
oleh
BALI, HR – Semenjak di tutupnya galian C ilegal oleh Polda Bali di Kecamatan Selat, Kabupaten Karangasem,yang satu di antaranya milik pejabat tinggi Pemprov Bali yang berlokasi di Dusun Yeh Kori, Desa Jungutan, yang ditutup dua minggu sebelum penertiban paksa.
Penutupan galian C bodong di Desa Sebudi, Yeh Kori dan Muncan,oleh Polda Bali. Karena di sinyalir bodong. Hal ini di benarkan oleh salah seorang warga yang meminta namanya minta tidak di korankan.
“Ya benar banyak galian C yang ditutup, saya dan warga lainnya merasa sedikit nyaman karena jalan jadi sepi tidak ada truk lalu-lalang,” kata salah seorang warga pada HR beberapa waktu lalu di sekitar lokasi.
Berdasarkan informasi, hampir seluruh galian C di Selat tidak berizin karena tidak memungkinkan diberikan izin mengingat seluruh perusahaan tersebut lokasinya berada pada ketinggian 500 meter di atas permukaan laut, sementara berdasarkan Perda RTRW Provinsi Bali, melarang melakukan eksploitasi di atas ketinggian tersebut.
Meski penutupan galian C ilegal di Kecamatan Selat mendapat sambutan beragam dari masyarakat maupun pengusaha jasa kontruksi, namun sebagian masyarakat Selat meminta Pola Bali maupun Pemprov Bali tidak tebang pilih dalam melakukan penertiban. “Kalau mau ditertibkan ya ditertibkan semua, aparat jangan tebang pilih,kalau mau tegas,silahkan semua yang tidak memiliki ijin di tutup juga,biar adil” harap warga tadi.
Sementara itu perusahaan galian C ilegal milik pejabat tinggi di Pemprov Bali yang berlokasi di Dusun Yeh Kori, malah sudah buru-buru menutup aktivitas mereka dua minggu sebelum Polda Bali turun.
Saat ini izin usaha pertambangan mineral bukan logam atau galian C kewenangannya memang sudah dilimpahkan ke Pemprov Bali. Sejumlah pihak menilai pasca penutupan ini akan berpengaruh secara signifikan terhadap Pemasukan Asli Daerah (PAD) Karangasem, mengingat hingga saat ini pemasok PAD terbesar di Karangasem berasal dari pajak galian C.
Sesuai dengan UU No 23 Tahun 2014, ada beberapa kewenangan yang sebelumnya menjadi tanggung jawab kabupaten/kota, sekarang menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi. Di antara beberapa kewenangan tersebut yakni kewenangan mengeluarkan izin pertambangan Galian C dan perizinan zona laut 0-12 mil.
DPRD Bali mengeluarkan surat rekomendasi kepada Gubernur Made Mangku Pastika untuk mengatasi persoalan penutupan penambangan galian C di Kabupaten Karangasem oleh Polda Bali.
Ketua DPRD Bali Nyoman Adi Wiryatama di Denpasar, mengatakan pihaknya sudah mengeluarkan Surat Rekomendasi Nomor 900/1754/DPRD dikeluarkan pada tanggal 8 Agustus lalu.
Salah satu poin rekomendasi itu menyebutkan, sesuai UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa segala urusan pemerintahan di bidang Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), termasuk pertambangan batuan (galian C) menjadi kewenangan daerah provinsi.
Dikatakan, hal itu dipertegas dengan surat Kementerian ESDM Nomor 04.E/30/DJB/2015, dalam poin 5 huruf c dan d disebutkan bahwa dalam rangka pelaksanaan kewenangan Pemerintah Provinsi di bidang pertambangan mineral dan batubara sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 23 Tahun 2014, gubernur diminta untuk segera memproses penetapan wilayah pertambangan rakyat, dan memproses permohonan atau izin yang diajukan kepada gubernur.
Oleh karena itu, kata Adi Wiryatama, pihak DPRD Bali merekomendasikan kepada Gubernur Mangku Pastika untuk melakukan koordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Karangasem, dengan pihak-pihak terkait untuk mengambil kebijakan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam surat rekomendasi tersebut, DPRD Bali juga menyebutkan bahwa dengan adanya penutupan penambangan galian C yang ada di Desa Sebudi, Kecamatan Selat, Karangasem, akan menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi.
Alasannya, karena ada sekitar 9.000 orang yang akan kehilangan pekerjaan, harga akan semakin mahal. Selain itu, adanya kelangkaan material berupa pasir, kerikil dan batuan lainnya akan sangat berpengaruh terhadap pelaksaaan proyek-proyek yang sedang berlangsung.
Rekomendasi itu diterbitkan setelah memperhatikan surat dari Badan Pimpinan Daerah GAPENSI Provinsi Bali Nomor 181/G.B/VII/2016 perihal Mohon Solusi Kelangkaan Material Quary, dan berdasarkan hasil rapat dengar pendapat umum Komisi III DPRD Bali dengan instansi terkait, serta hasil kunjungan lapangan Komisi III ke Desa Sebudi, kecamatan Selat, Karangasem.
Tak hanya pihak kontraktor yang merasakan dampak dari penutupan galian C, buruh angkut yang biasa mangkal di sekitar jalan By Pass IB.Rai Mantra, By Pass I Gusti Ngurah Rai dan jalan Gatot Subroto, ikut terkena imbasnya. Penghasilan mereka pun turun drastis. Beberapa kontraktor yang di hubungi HR, sangat merasakan dampak dari penutupan galian C. Harga material seperti pasir dan coral melonjak naik.
“Ini dilema bagi kami, tidak di beli ( pasir,koral-red ) proyek pasti akan molor, kalau di beli,harganya sudah tidak masuk di hitungan kami, ini seperti makan buah si malakama…..” keluh seorang pengusaha kontruksi,beberapa waktu lalu.
Pengusaha yang sudah lama malang melintang di duia kontruksi ini,sangat menyayangkan kebijakan dari Pemerintah yang melakukan penutupan.
“Seharusnya Pemerintah memikirkan dulu nasib kami pengusaha kecil, bagi mereka pengusaha besar yang punya tambang sendiri, lengkap dengan ijinnya siha ngk masalah,tapi kami…..ini benar-benar pukulan telak bagi kami,” tambahnya.
Pria yang juga menjadi pengurus di Gapensi Kabupaten Badung, wanti-wanti nama dan perusahaanya jangan sampai di korankan. Iya pun menilai Pemerintah Provinsi terlalu cepat mengambil langkah,tanpa melihat dampak dari penutupan tadi. “Ini juga menjadi pertanyaan,kenapa harus sekarang, padahal proyek sedang berjalan, imbasnya pasti akan ada rekan-rekan kontraktor yang bakal kena penalty atau mengalami keterlambatan dalam pekerjaan mereka, saya yakin, karena susahnya mencari material seperti pasir dank oral tadi,” celotehnya.
“Coba anda bayangkan, dulu kami beli pasir satu truk,hanrganya satu juta dua ratus ribu,dan barang langsung di kirim,sekarang, harga naik menjadi 2 juta untuk satu truk, itupun barang belum bisa di kirim,kami harus menunggu antrian dulu, apa ngk mumet ?!,” katanya sambil mengerutu.
“Dampaknya sangat terasa bagi kami yang hanya mengandalkan upah harian,” keluh seorang buruh angkut yang setiap hari menunggu truk pengangkut pasir yang lewat.
“Kalau ini berlanjut,entahlah pak…..kami tidak tahu lagi,bagaimana caranya menghidupi keluarga kami,” ujarnya pasrah. ans


(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});

Tinggalkan Balasan