Di Desa Sedayu Biaya Prona Rp1,7 Juta, Warga Mengeluh

oleh -500 views
oleh
KLATEN, HR – Program pemerintah untuk sertifikasi tanah secara gratis melalui Program Nasional (Prona). Artinya program persertifikatan massal sebagai perwujudan dari program catur tertib di bidang pertanahan, yang pelaksanaanya dilakukan secara terpadu dan ditujukan bagi segenap lapisan masyarakat, terutama golongan ekonomi lemah serta menyelesaikan secara tuntas terhadap sengketa-sengketa tanah yang bersifat strategis.
Prona dibentuk dalam lingkungan Direktorat Jenderal Agraria Departemen Dalam Negeri. Berdasarkan ketentuan tersebut persertifikatan tanah dalam rangka Prona dibebaskan dari kewajiban membayar uang pemasukan kepada negara seperti yang telah ditentukan dalam peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 tahun 1975.
Tetapi hal itu berbeda dengan kejadian di Desa Sedayu Kecamatan Tulung, Klaten. Sebanyak 30 bidang tanah yang disertifikat melalui program Prona sejumlah warga mengeluhkan dengan adanya pungutan yang dianggap mahal. Mereka dibandrol harga lumayan tinggi yaitu minimal Rp1,7 juta/bidangnya. Padahal menurut warga, ketika dirapatkan Prona tersebut tidak di pungut biaya alias gratis. Bilamana mengeluarkan dana, itu sebagai biaya materai dan kebutuhan konsumsi saat pemasangan patok.
Meskipun demikian sebenarnya warga sudah menyadari biaya tersebut ditanggung pemohon, namun tetap dalam batas kemampuan secara normatif. Warga berpendapat untuk biaya pemberkasan dan operasional maksimal Rp300 ribu, karena dilakukan secara kolektif akan memperingan beban. “Disini banyak warga kurang mampu mas. Sampeyan lihat rumah penduduk masih banyak yang berdinding gedek (anyaman bambu). Mosok dapat Prona yang seharusnya warga terbantu malah menjadi terbebani,“ ungkap salah satu warga yang tidak mau disebut namanya.
Menanggapi hal itu, Kepala Desa Sedayu, Sugiyarti membenarkan adanya pungutan sebesar minimal Rp1,7 juta tersebut. Ia mengaku dengan biaya sebesar itu masih mepet karena pemberkasan tidak sekali jadi, bahkan ada yang harus diulang beberapa kali, sehingga memerlukan biaya atau anggaran dobel. “Memang kita pungut dari masyarakat sejumlah itu mas. Dengan rincian untuk biaya administrasi pemberkasan serta operasional aparat desa sebesar Rp 1,4 juta, dan yang Rp 250-300 ribu jatah camat,“terangnya kepada wartawan di kediamanya, Minggu (21/2/2016).
Ditempat terpisah, Anggota Lembaga Pengamanan Aset Negara (LAPAAN) RI Trimo Setyadi menjelaskan, program Prona tidak sepenuhnya gratis, namun hal itu sering dimanfaatkan sejumlah oknum untuk proyek mencari keuntungan. Ia beranggapan kasus itu perlu mendapatkan perhatian karena bersentuhan dengan masyarakat ekonomi lemah. “Kalau keberatan dengan mahalnya biaya, harusnya banyak pos anggaran yang harus ditekan termasuk kecamatan. Masak camat sudah digaji negara masih minta jatah. Apa gak malu dengan rakyat miskin untuk makan aja susah,“ tegas Trimo. ani sumadi

Tinggalkan Balasan