SAMOSIR, HR – Adanya pembangunan jalan rabat beton pada sisi kanan jalan akses menuju arah atas Perkantoran Parbaba, Samosir, Sumut telah menjadi buah bibir mayarakat yang sering melintasi daerah tersebut. Adanya buah bibir tersebut adalah hal yang wajar mengingat jalan tersebut dibangun pada bukan peruntukan pemukiman penduduk.
Pembangunan jalan di wilayah
tanpa penghuni dan jalan menuju jurang.
Inzet: Saut Limbong
|
“Dalan tu huta ni begu do i amang,” ujar seseorang menjawab “Harapan Rakyat” ketika melintas saat sedang berada di lokasi pembangunan. ‘Dalan tu huta ni begu’ seolah dapat diartikan menuju perkampungan hantu. Memang, bangunan jalan rabbet beton tersebut, seperti disembunyikan di atas dibangun pada kawasan yang tidak ada penduduk sama sekali.
Tepatnya, sesuai plang proyek yang berdiri di sisi pekerjaan, tertera Huta Lumban Turnip Desa Siopat Sosor, Parbaba. Tetapi lokasi pembangunannya adalah pada kawasan yang tidak ada penduduk. Malah, ketika diamati oleh “Harapan Rakyat”, ujung jalan yang telah dibangun itu, mengarah ke satu jurang. Walau, jurangnya tidak begitu dalam. Aneh juga!
Untuk mengetahui tentang latar belakang dan maksud dan tujuan pembuatan jalan, dicoba menghubungi Sekretaris Dinas Samosir, Saut Limbong. Sayangnya, SMS yang dikirimkan sampai dibuat berita ini tidak juga dijawab.
“Kami juga sudah klarifikasi tentang pembangunan jalan itu melalui surat. Surat kami tidak pernah mendapat jawaban,” ujar sebuah awak media lain di Samosir, seraya menyebutkan surat yang dikirimkan tertanggal 26 Desember 2016 tersebut.
Tidak adanya keterbukaan Dinas Tata Ruang Pemukiman terkait pembangunan jalan rabat beron ini, wajarlah menjadi buah bibir yang cenderung liar. Selain pendapat sebagai ’dalan tu huta ni begu’ ada pula pendapat bahwa itu jatah kepada TS (tim sukses) Bupati yang berkuasa saat ini.
“Saya menduga itu adalah ‘jatah’ untuk TS yang ikut memenangkan Bupati yang berkuasa saat ini,” ujar seorang warga lainnya, selain penilaian ‘dalan tu huta ni begu’ yang tadi telah disebutkan.
Seseorang yang datang kemudian mengaku bernama Bangun Silalahi Sipangkar saat “Harapan Rakyat” ada di lokasi itu, mengklaim bahwa itu adalah tanah milik kakek/neneknya.
“Ini talah milik ompung/(kakek) saya. Saya juga tidak tahu kenapa Pemkab Samosir membangun jalan ini, yang tanpa sepengetahuan saya sebagai salah seorang ahli warisnya,” ujarnya dengan tegas, seraya menjelaskan, perihal kepemilikan tanah yang katanya dahulu kala, leluhurnyalah pemilik awal tanah di tempat tersebut.
Terlepas dari soal apalah jalan yang dibangun tersebut sebagai ‘dalan tu huta ni begut’ atau pun ‘jatah untuk TS’, yang menjadi persoalan adalah soal hak atas tanah dibangunnya jalan tersebut.
Kalaulah jalan tersebut benar seperti yang dikatakan oleh Bangun Silalahi di atas, bukankah Pemkab Samosir sudah menyalahi hukum soal izin membangun jalan tersebut? Sayang, pihak Dinas Tarukim Samosir bungkam soal ini. Lalu apakah harus Bupati Samosir Rapidin Simbolon yang harus menjawab soal ini? redaksi
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});