Phu Jadi Lahan Parkir, Warga RT 01/05 Tegal Alur Jakbar Anggap Ahok Pengkhianat

oleh -484 views
oleh
Lurah Anik (kiri), Eben Ezer Napitupulu (tengah), dan pekerjaan tambahan pada menara monopole (kanan)
JAKARTA, HR – Aspirasi warga RT 01/05 Kelurahan Tegal Alur, Kecamatan Kalideres, Jakarta Barat kecewa atas kinerja Pemprov DKI Jakarta yang dipimpin Ahok selaku Gubernur DKI, khususnya Kelurahan Tegal Alur yang dipimpin Lurah Anik.
Kekecewaan warga itu terkait dengan keberadaan menara monopole yang terletak di Taman Jalan Pelopor Ujung Kelurahan Tegal Alur yang mendapat penolakan dari warga yang saban hari memanfaatkan fasilitas taman sebagai tempat olahraga dan bermain anak. (baca : Menara Monopole di Tegal Alur Diprotes Warga)
Menara monopole untuk penguat sinyal itu berdiri berdasarkan izin prinsip yang ditandatangani Jokowi-saat menjabat Gubernur DKI, dan Perjanjian Kerjasama antara Pemprov DKI dengan pihak perusahaan ditandatangani oleh Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok selaku Gubernur DKI Jakarta.
Keberadaan monopole itu berdiri di atas sarana umum/asset DKI tanpa melalui proses administrasi yang berlaku, semisal melakukan sosialisasi kepada warga sekitar. Sebelum berdiri, rencana itu telah mendapat penolakan dari warga, namun aspirasi tersebut tidak digubris oleh penguasa wilayah yakni Lurah dan RW.
Menurut Anik, Lurah Tegal Alur, warga yang menolak itu karena meminta dana koordinasi dari pihak perusahaan. Menyikapi itu, warga yang menolak saat dikonfirmasi justru kecewa dengan ucapan Lurah Anik yang dinilai tidak mengayomi warganya.
“Aneh, Lurah Anik ini kok lebih condong membela perusahaan penguat sinyal itu dibandingkan membela warganya. Ada apa dengan Lurah Tegal Alur ini ? Kok berani kali dia nuduh kami minta uang. Saya tegaskan kepada Lurah Tegal Alur, bahwa kami yang menolak ini tidak butuh uang. Kami ingin menjaga taman itu agar tetap sehat dan masyarakat yang ada di taman juga sehat serta tidak terganggu dengan sinyal radiasinya. Hanya itu yang kami minta, tidak ada yang lain,” ujar tokoh warga yang melakukan aksi penolakan.
Demikian juga dengan Ketua RW 05, Sumarno, Selasa (2/6), menyambangi Redaksi HR untuk memberikan penjelasan terkait pemberitaan di halaman 4 edisi 472 berjudul “Menara Monopole Diprotes Warga Karena Tidak Ada Sosialisasi; Oknum Untung, Warga Dirugikan”, mengaku bahwa untuk mendirikan monopole itu, pihak perusahaan telah mencairkan uang koordinasi sebesar Rp3 juta.
Sumarno yang juga sebagai polisi aktif ini mengatakan bahwa dirinya tidak akan menghambat warga untuk melakukan aksi penolakan monopole tersebut. Namun nyatanya, ucapan Sumarno itu bertolak belakang dengan realitanya. Hal ini dibuktikan dengan adanya pekerjaan tambahan di sekitar menara monopole.
Fasos-fasum beralih fungsi
Berdasarkan site plan dari Pemprov DKI Jakarta, bahwa lahan parkir yang terletak di belakang pos RW 05 merupakan prasarana hijau umum (Phu). Ketua RW 05 Tegal Alur, Sumarno, membantah bahwa hal itu adalah Phu, karena ada sejarah tanahnya. Namun, bantahan Sumarno itu juga tidak disertai bukti-bukti akurat.
Sumarno mengatakan lagi bahwa setiap bulannya RW 05 Tegal Alur mendapat pemasukan dari parkir sebesar Rp7 juta. Dana yang terkumpul selama ini digunakan untuk kegiatan PKK, perbaikan jalan, saluran, dan lainnya. Ironisnya, keterangan Ketua RW 05 tersebut tidak disertai bukti tertulis.
Terkait asset Pemda DKI yang beralih fungsi menjadi lahan parkir di wilayah kekuasaan Lurah Tegal Alur, Anik, ternyata tidak mendapat respon dari Sang Lurah. Kepada HR, Lurah Anik hanya akan melayani dengan cara bersurat dan melampirkan surat tugas. Gaya Lurah Anik ini sangat berlebihan karena untuk konfirmasi bisa melalui berbagai cara, bisa telpon, sms, chatting, door stop, dan bersurat.
Terkait fasos-fasum itu, secara logika, tidaklah mungkin peralihan asset pemda itu tidak diketahui Lurah dan pengurus wilayah.
Di tempat terpisah, Ketua LSM Patroli Hukum Dharma Bhakti Nusantara, Eben Ezer Napitupulu, bersama Limber Sinaga aktivis LSM Pemantau Kinerja Aparatur Pemerintah, mengatakan, bahwa bila memang RW 05 mampu mengayomi warganya, seharusnya tidak ada pekerjaan tambahan lagi di sekitar menara monopole itu.
“Di Redaksi HR telah disepakati bahwa Ketua RW akan mendukung warga yang menolak, tapi kenapa sekarang jadi berbeda. Ada pekerjaan tambahan di sekitar monopole, malah tidak ada tindakan RW. Apakah seperti ini kinerja aparatur pemerintah di tingkat bawah, termasuk Lurah?” ujarnya.
Eben Ezer Napitupulu menjelaskan bahwa warga RT 01/05 Tegal Alur sangat kecewa kinerja Lurah dan Ketua RW 05 yang dinilai tidak mengayomi warganya, dan lebih mementingkan kepentingan perusahaan penguat sinyal.
“Warga telah berupaya keras agar hal itu (mendirikan monopole) tidak terjadi, telah dilaporkan ke Lurah dan Ketua RW 05, namun tidak ada respon. Berarti, aparat pemerintah yang kini berkuasa di Pemprov DKI Jakarta termasuk Gubernur DKI telah melukai kepercayaan warga RT 01/05. Mereka adalah pengkhianat warga RT 01/05 Tegal Alur,” tegas warga. ■ kornel

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *