Periksa Pokja, PPK dan Kasatker BBWS Citarum

BANDUNG, HR – Seperti yang sudah dimuat HR pada (edisi 484 dan edisi 488/5 Oktober 2015) pada proyek fisik yang dilelangkan oleh Pokja SNVT Pelaksana Jaringan Pemanfaatan Air (PJPA), BBWS Citarum, Ditjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR yang diduga bermasalah.
Pasalnya, itu terjadi pada paket Pekerjaan Normalisasi Saluran Induk Tarum Timur BTT 20-BTT22c dan BTT22-BTT27, dan BTT 38-43 (3 km) dan T 47-BTT 50 dan BTT 52 – BTT 53 (6 km ) kab. Subang, HPS rp 56.972.970.000, dengan penetapan pemenangnya yakni PT Tirta Wijaya Karya (JO)-Dwi Mulia Agung Utama PT dengan penawaran Rp48.334.842.000 dan nomor kontrak: HK.02.03/PPK-IRG.I/PJPAC/04/2014 tanggal 6 Juli 2015, dengan alamat perusahaan pemenang yakni Jalan Otto Iskandardinata No 297 Subang dan NPWP: 024211674409000.
Penetapan pemenang PT Tirta Wijaya Karya (JO)-Dwi Mulia Agung Utara PT, dimana penyampaian/pemenuhan data (administrasi) dokumen pengadaan tidak sesuai persyaratan, dan berdasarkan www.lpjk dimana NPWP tercatat dengan 02.421.167.4-439.000, sedangkan di penetapan pemenang NPWP tercatat 02. 4211. 67440. 9000, jadi ada perbedaan atau dua NPWP perusahaan pemenang itu.
Bahkan proses lelang pada paket ini disanggah sampai tiga peserta dengan bermacam isi sanggahan, misalnya dari PT Rudi J mempertanyakan agenda klarifikasi evaluasi penawaran harga/biaya tidak pernah memanggil perusahaan peserta untuk klarifikasi atau pembuktian lebih lanjut, dan juga tendernya tidak transparansi hingga hal ini ULP Pokja telah melakukan kesalahan prosedur atau tidak melakukan tugas secara tertib (prosedur dan administrasi), hingga melanggar Perpres 70/2012 dan perubahannya Perpres No4/2015 beserta petunjuk teknisnya, terutama Bab II Tata Nilai Pengadaan, Pasal 6a.
Selain PT RJ, juga peserta lainnya menyanggah yakni PT Selaras MS dan PT Basuki RP. Kedua perusahaan yang menyanggah itu masing-masing mempertanyakan, berdasarkan Lampiran Permen PU 07/2011 buku 01.b Bab II Bagian F.4 Evaluasi Teknis huruf b.2).g). Pra RK3K memenuhi persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja yang akan dilakukan pada saat pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Apabila terdapat hal yang meragukan dapat dilakukan klarifikasi untuk menegaskan bahwa K3 akan dilaksanakan. Tidak dapat menggugurkan teknis berdasarkan Pra RK3K. Maka salah satu peserta (PT SMS) mempertanyakan bahwa Pra RK3K yang diajukannya tidak ada yang salah dan meragukan, dan bahkan penawarannya terendah yang menguntungkan keuangan Negara. Penawarannya dari perusahaan pemenang adalah selisih Rp8,4 M.
Begitu pula penyanggah lainnya mempertanyakan sesuai persyaratan Klasifikasi Bidang/Subbidang yang disampaikan Pokja, yakni Jasa Pelaksana untuk Konstruksi Saluran Air, Pelabuhan, Dam dan Prasarana Sumber Daya Lainnya, maka berdasarkan Peraturan LPJK No.10/2013 dimana Sub Bidang Klasifikasi Irigrasi telah berubah, atau sesuai dengan Kode (S1001), namun oleh Pokja tetap memaksa dan menilai pengalaman personil peserta harus Subbidang Irigasi.
Sehingga diduga Pokja dinilai melakukan bertentangan dengan Perpres No4/2015 atas perubahaan Perpres No54/2010 dan Perpres No70/2012 karena tidak melakukan evaluasi dokumen penawaran berdasarkan dokumen lelang termasuk addendumnya, dan juga Pokja telah melakukan pelanggaran UU No5/1999 tentang Persaingan Usaha Tidak Sehat dan juga diduga adanya Pokja yang bermain/terlibat pengaturan paket proyek dengan memenangkan perusahaan tertentu, dan hal ini tidak terlepas peran atau arahan dari Kasatker dan PPK dilingkungan BBWS Citarum.
Masih sesuai data lpjk net, bahwa perusahaan pemenang memiliki Kode (S1001/M2) dengan pengalaman kemampuan dasar (KD) senilai Rp12.587.000.000. Berdasarkan hal itu maka kemampuan dasar (KD) dengan pekerjaan sejenis tidak mencukupi atau minimal mendekati pekerjaan senilai HPS yakni Rp56.972.970.000, bahkan sesuai Peraturan Menteri PU No 07/PRT/M/2014 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi, pada Pasal 6d (5) berbunyi Paket pekerjaan konstruksi dengan nilai diatas Rp2.500.000.000 sampai dengan Rp30.000.000.000 dapat dipersyaratkan hanya untuk pelaksana konstruksi dengan kualifikasi usaha menengah yang KD-nya memenuhi syarat.
Berdasarkan itu, maka PT Tirta Wijaya Karya sebagai JO/KSO dalam paket ini adalah ber-kualifikasi (M2/S1001) yang seharusnya mengerjakan nilai proyek dibawa Rp30 miliar. Namun nyatanya, perusahaan ini malah juga mengerjakan diatas Rp30 miliar atau setara kualifikasi perusahaan besar/B1/B2.
Bahkan dari 18 peserta yang memasukkan harga, (tiga peserta hasil koreksi diatas HPS), maka pemenang (PT Tirta Wijaya Karaya (JO)-Dwi Mulia Agung Utara PT) penawar tinggi, bahkan beberapa peserta dan termasuk penawaran terendah mengajukan sanggahan. Misalnya salah satu peserta dengan penawaran Rp39.879.805.000, sedangkan penawaran pemenang Rp48.334.842.000, maka selisih penawar yakni Rp8.455.037.000 sehingga hal ini dinilai berpotensi kerugian keuangan negara.
Pokja asbun menjawab
Harapan Rakyat telah mengajukan surat konfirmasi dan klarifikasi dengan nomor : 050/HR/VIII/2015 tanggal 18 Agustus 2015, yang kemudian dijawab oleh Ketua Pokja Pengadaan Barang/Jasa SNVT Pelaksana Jaringan Pemanfaatan Air Citarum, Tri Nugroho Waskito ST, MPSDA dengan tertulis nomor: 183/PAN-JK/SNVT-PJPAC/2015, bahwa mengacu pada hasil evaluasi termasuk pembuktian kualifikasi PT Tirta Wijaya Karya dimana melampirkan NPWP: 02.4211.67443.9000 dan apabila ada perubahan di dalam website merupakan kesalahan entry dari penyedia jasa, NPWP yang dipakai oleh pokja yaitu yang tercantum dalam isian kualifikasi dan dibuktikan keasliannya dalam pembuktian kualifikasi.
Berdasarkan surat Kepala Badan Pembinaan Konstruksi Kementerian Nomor: IK.02.01.Kk/978 tanggal 30 Desember 2013, perihal pemberlakukan klasifikasi dan kualifikas di usaha jasa konstruksi pada pelaksanaan pengadaan pekerjaan jasa point II 2.C tahun anggaran 2014 yang dilaksanakan setelah 30 Juni 2014, maka untuk penilaian KD pekerjaan yang dilaksanakan sebelum Juni 2014 masih menggunakan subkualifikasi jasa pelaksana untuk konstruksi saluran air, pelabuhan, dam dan prasarana sumber daya air lainnya dan mengingat pekerjaan normalisasi saluran induk tarum timur BTT 20, BTT22c dan BTT22-BTT27 dan BTt 38-43 (km) dan T 47-BTT 50 dan BTT 52-BTT 53 (6 km) kab. Subang, maka berdasarkan hal tersebut pekerjaan serupa adalah pekerjaan irigasi.
Sesuai dengan hasil evaluasi kualifikasi PT Tirta Wijaya Karya (JO)-Dwi Mulia Agung Utama, PT mempunyai pengalaman pekerjaan rehabilitasi jaringaan irigasi SS Pawelutan CS pada tahun 2013 dengan nilai Rp33.239.080.000 (tanpa menyebutkan dari paket mana pengerjaan PT Tirta senilai itu atau sesuai KDnya-red), sehingga KD memenuhi syarat dan dalam dokumen lelang hanya disyaratkan kualifikasi kecil dan non kecil, bukan berdasarkan kualifikasi B1/B2.
Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.14/PRT/M/2013 tentang perubahan peraturan Menteri PU No.07/0RT/M/2011 tentang standar dan pedoman pengadaan pekerjaan konstruksi dan konsultan, buku PK.01 HS Bagian No.29.15 Evaluasi Teknis, Huruf c.2.f yang berbunyi : RK3K memenuhi persyaratan dalam mengendalikan risiko bahaya K3. Sesuai dengan hal tersebut RK3K dan persyaratan lainnya sudah memenuhi yang ada dalam dokumen lelang.
“Berdasarkan poin-poin tersebut diatas maka Pokja telah melakukan tahapan evaluasi sesuai dengan Perpres No.04 tahun 2015 maupun persyaratan dalam dokumen lelang,” katanya.
LSM Bicara
“Sangat aneh, kok bisa diganti, bukankah nomor NPWP dengan: 02.4211.67443.9000 yang dipertanyaan oleh HR kepada Pokja yang mana datanya berdasarkan dari lpjk net, sedangkan NPWP dengan nomor : 02.4211.67443.9000 merupakan yang digunakan atau dicantumkan oleh Pokja,” kata Reza Setiawan, dari LSM ICACAI ini kepada HR seraya terheran-terheran atas isi jawaban Pokja.
“Kalau gak ada pertanyaan Harapan Rakyat, maka NPWP pemenang perusahaan (PT Tirta) tetap menggunakan NPWP 02.4211.67440. 9000, giliran ada pertanyaan maka Pokja mengubah dengan jadi NPWP 02.4211.67443.9000, aneh memang dan kok bisa berubah-ubah, padahal wajib pajak atau NPWP itu adalah merupakan ikatan hukum untuk kontrak,” tandasnya.
Begitu pula jawaban Pokja soal pemberlakukan klasifikasi dan kualifikasi usaha jasa konstruksi dan berdasarkan peraturan LPJK No.10/2013 bahwa subbidang klasifikasi irigasi sudah berubah menjadi jasa pelaksana untuk konstruksi saluran air, pelabuhan, dam dan prasarana sumber daya air lainnya/kode S1001 dan sekaligus personil yang diajukan peserta pun merubah.
“Jadi bukan subbidang klasifikasi Irigasi lagi,” kata Reza dengan demikian berarti pokja memakai data yang lama dan itu tidak boleh lagi, dan kemungkinan besar pemenuhan dokumen pemenang diduga tidak sesuai persyaratan.
Ditambahkannnya, Pokja telah melanggar soal NPWP, subklasifikasi kode (S1001) dan Peraturan Menteri PU No 07/PRT/M/2014 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi, pada Pasal 6d (5). Berdasarkan hal tersebut, PT Tirta Wijaya Karya sebagai JO/KSO dalam paket ini adalah berkualifikasi (M2/S1001) yang seharusnya mengerjakan nilai proyek dibawa Rp30 miliar. Namun nyatanya, perusahaan ini mengerjakan diatas Rp 30 miliar atau setara kualifikasi perusahaan besar/B1/B2.
Ketua Umum LSM Pemantau Aparatur Negara (Lapan), Gintar Hasugian kepada HR di Bandung menjelaskan, bahwa apa yang terjadi di BBWS Citarum dalam proses lelang diminta diusut aparat terkait. “Ya, diminta diperiksa dan bukan saja ULP Pokja, juga kuasa pengguna anggaran, PPK dan perusahaan pemenang diperiksa,” kata Gintar. tim

[rss_custom_reader]

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *