KLATEN, HR – Setelah satu tahun kasus dugaan perbuatan tidak senonoh yang dilakukan oleh oknum Guru SMPN 1 Klaten berlalu, namun hingga saat ini pihak orang tua siswa tetap tidak ingin memaafkan.
Ilustrasi |
Alasannya, oknum guru tersebut dari awal tidak ada etika baik untuk menyelesaikan secara pribadi terhadap keluarga korban. Meskipun pada hari Selasa (4/4), pihak pelaku beserta Kepala Sekolah ke rumah korban, tetapi hal itu tidak merubah sikap SRT (45) selaku bapak korban. Ia mengaku, masih terngiang-ngiang dibenaknya, betapa marah sepulang sekolah ketika sambil menangis putrinya menceritakan kejadian tersebut.
“Pak guru ke rumah saya cuma lamis aja mas, dari awal saya nglabrak ke sekolah belum pernah ada permintaan maaf, katanya mau ke rumah minta maaf secara pribadi tapi sampai detik ini kalo tidak ada teguran dari teman saya tidak ada niat datang kesini, ketemuan tadi saya sempat melampiaskan kemarahan saya, seandainya yang menjadi korban anakmu pye pak?” papar SRT, di kediamanya, Selasa (4/4) siang.
Terkait surat pernyataan, lebih lanjut SRT menerangkan, surat tersebut dibuat kepala sekolah tertanda pak Ismadi jadi bukan pelaku, yang isinya oknum guru tersebut sudah mengakui perbuatannya sering nyolek korban alasanya supaya akrab. Sesuai pernyataan kepala sekolah berjanji akan melakukan pembinaan intensif kepada guru yang bersangkutan dan akan dipindahkan ke kelas lain supaya tidak bertemu lagi demi menjaga psikis anak.
“Janji dalam surat itu tidak ditepati mas, buktinya anak saya bilang kalo masih diajar guru itu dan hal ini sangat menganggu dengan konsentrasi belajarnya, harapan saya guru itu dipindah ke sekolah lain supaya tidak ada korban lagi, saya khawatir guru itu punya kelainan, teman anak saya sesama wanita sering mengeluh ketika salaman (berjabat tangan) dengan pak guru, tangannya selalu jail,” tegasnya.
Dari keterangan yang berhasil dihimpum Harapan Rakyat dengan orang tua siswa, SRT menceritakan peristiwa tersebut berlangsung satu tahun yang lalu pada hari Jumat (12/2), waktu itu anaknya berinisial KW masih duduk dibangku kelas VII, oleh gurunya SPR disuruh mengambilkan laptop, saat itu murid-murid yang lain sedang menjalankan ibadah Jumat. Kebetulan KW beragama Nasrani, sendirian ia membawa laptop itu masuk ke ruang laboratorium. Melihat suasana sepi dan KW sudah di dalam, maka dimanfaatkanlah oleh oknum guru itu menutup pintu ruangan.
Ketika KW mau keluar ruangan, sambil dihalang-halangi badan SPR kemudian oknum guru itu seraya berkata “Kris sitik wae” (Kris sedikit saja). Dari kalimat itu SRT tidak sempat menanyakan apa artinya dan apa yang diperbuat oleh sang guru, sontak emosi tak terbendung dan bergegas nglabrak (datang) ke sekolah untuk konfirmasi.
Di sekolah, hanya surat pernyataan dari kepala sekolah itu yang didapat. Kemarahannya sangat beralasan karena tujuan SRT hal ini jangan sampai menimpa pada siswi yang lain.
“Saya mengajak kepada orang tua siswa yang lain terutama yang punya anak cewek untuk berhati-hati, semasih guru itu dibiarkan mengajar di SMPN 1 Klaten, saya tetap merasa khawatir dan tidak ada kata maaf,” pungkasnya. ani sumadi
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});