Langgar UU KIP, Kajari Jakut Dilaporkan ke Komisi Kejaksaan

JAKARTA, HR – Kurang mendapat penanganan yang serius di Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) laporan dugaan Gratifikasi Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jakarta Utara (Jakut) Agung Komanindyo Dipo, SH, MH akhirnya dilaporkan ke Komisi Kejaksaan RI.
(ki-ka): Ketua Komjak Sumarno, SH, MH;
Thom Gultom dan Sekretaris Komjak Yana, SH
Laporan No.009/LSM-ALPPA//III/2016.JKT, tanggal 29 Februari 2016, dilaporkan ke Komisi Kejaksaan (Komjak) RI, Jl. Rambai, No.1A, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (01/03/2016).
Dalam laporan tersebut dikatakan bahwa Agung Komanindyo Dipo telah Melanggar UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik karena tidak menjawab tiga surat konfirmasi yang dikirimkan LSM-ALPPA (Lembaga Swadaya Masyarakat-Aliansi Pemerhati Pengguna Anggaran) terkait RENOVASI Kantor Kejaksaan Negeri Jakarta Utara Tahun Anggaran 2014/2015. Kemudian penanganan korupsi Sudin Perumahan dan Kantor Tata Bangunan Gedung Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Utara, Tahun Anggaran 2013 yang dituding tebang pilih karena hanya satu orang tersangka yang dimajukan ke penuntutan, serta tidak menjawabnya surat konfirmasi dugaan GRATIFIKASI atas pembagi-bagian 80 buah jam tangan seharga Rp80 juta kepada masyarakat, dan juga kaburnya empat tahanan saat dalam perjalanan pulang ke RUTAN Cipinang setelah usai persidangan dari Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, pada tanggal 1 Desember 2015, tahun yang lalu dan tiga orang tahanan kabur itu belum ditangkap sampai saat ini.
Menurut Direktur Eksekutif LSM-ALPPA Thom Gultom bahwa laporannya itu langsung dikoordinasikan kepada Ketua Komisi Kejaksaan RI Sumarno, SH, MH yang didampingi Sekretaris Komisi Kejaksaan Yana, SH. Dan laporan tersebut mendapat apresiasi dari Komisi Kejaksaan.
Sebelumnya Thom sudah diperiksa Jaksa Pengawasan pada Jaksa Agung Muda (JAM) Pengawasan (WAS) Kejaksaan Agung RI sebagai saksi pelapor dan kemudian setelah itu Pengawasan melakukan pemeriksaan terhadap terlapor Kajari Jakarta Utara Agung Dipo, namun hasil dari pemeriksaan itu tidak ada rekomendasi menjatuhkan sanksi. Karena itu, diduga bahwa pemeriksaan itu hanya sekedar procedural saja, sebab, Agung Komanindyo Dipo sangat dikenal punya kedekatan dengan sejumlah petinggi tertinggi atau eselon satu di lingkungan Kejaksaan Agung.
Terkait dengan tidak dijawabnya surat konfirmasi adalah pelanggaran terhadap undang-undang. Sesuai dengan Bab I, Pasal 1 ayat (2) Peraturan Pemerintah RI No.68 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Negara, Peran Serta masyarakat adalah peran aktif masyarakat untuk ikut serta mengwujudan Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas dari KKN, kata Thom.
Lebih jauh dia mengatakan bahwa dalam rangka pelaksanaan cita cita bangsa dan mewujudkan tujuan negara sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perlu dibangun aparatur sipil negara yang memiliki integritas, profesional, netral dan bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu menjalankan peran sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
sebagaimana bunyi Pasal 11, UU No.14 Tahun 2008 tentang KIP: ayat (1). Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik setiap saat yang meliputi:
a. daftar seluruh Informasi Publik yang berada di bawah penguasaannya, tidak termasuk informasi yang dikecualikan; b. hasil keputusan Badan Publik dan pertimbangannya; c. seluruh kebijakan yang ada berikut dokumen pendukungnya; d. rencana kerja proyek termasuk di dalamnya perkiraan pengeluaran tahunan Badan Publik; e. perjanjian Badan Publik dengan pihak ketiga; f. informasi dan kebijakan yang disampaikan Pejabat Publik dalam pertemuan yang terbuka untuk umum.
Padahal kata Thom, bahwa terkait laporan Gratifikasi membagi-bagikan jam tangan sejumlah 80 buah senilai Rp80 juta kepada masyarakat tidak ada diatur dalam UU No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI. Berarti kalau tidk diatur dalam undang undang itu sudah pelanggaran, tegasnya.
Kemudian mengenai Renovasi kantor Kejari Jakarta Utara yang anggarannya tidak jelas diduga adalah hasil gratifikasi sebab diperkirakan biaya yang dikeluarkan lebih dari setengah miliar.
Kemudian perlakuan tebang pilih dalam penanganan kasus korupsi Sudin Perumahan dan Kantor Tata Bangunan Gedung Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Utara, tahun anggaran 2012 dan tahun angaran 2013. Karena yang dilaporkan ada 19 lokasi kegiatan peningkatan jalan MHT tetapi yang disidik hanya dua lokasi yakni Jl. Mangga dan Jl. Melati, Koja, Jakarta Utara dan tersangkanya sampai saat ini baru satu orang yang dimajukan kepenuntuttan. tim

[rss_custom_reader]

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *