Kakanwil Mardjoeki Prihatin Dituding Pengendalian Narkoba Dari Lapas

oleh -522 views
oleh
JAKARTA, HR – Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia (Kemenkumham) DKI Jakarta Dr. Mardjoeki, Bc.IP, M.Si cukup prihati atas tudingan lembaga yang dipimpinnya yakni Rumah Tanan Negara (rutan) dan Lembaga Pemasyarakatan (lapas) sebagai tempat sindikat narkoba untuk pengendalian peredaran gelap narkoba diluar rutan.
Dr.
Mardjoeki, Bc.IP, M.Si
“Saya tidak habis pikir kok masih ada narkoba yang beredar di lapas dan rutan. Lebih lebih lagi ada tudingan bahwa peredaran narkoba diluar rutan dikendalikan dari dalam rutan. Padahal, semua pegawai dan petugas lapas dan rutan sudah ditrening, tapi masih saja ada narkoba yang beredar diantara warga binaan,” tukas Kakanwil dengan heran.
Menurutnya, sudah di-intruksikan agar volume razia terus ditingkatkan untuk memperketat pengawasan terhadap peredaran narkoba baik itu secara internal Rutan/Lapas maupun itu razia gabungan bersama BNN, tetapi hasilnya selalu tidak seperti yang diharapkan. Dia meyakini ada petugas yang doble job. Karena katanya, pengawasan terhadap pengunjung sudah sangat ketat jadi yang berpotensi memasukkan shabu, ekstasi atau ganja bukanlah pengunjung, itu sangat mustahil, sebab pemeriksaan penjagaan sangat ketat. Kakanwil sangat yakin ada petugas yang menghianat.
Tapi, Mardjoeki mengakui adanya penurunan penggunaan handphon pada warga binaan. Itu terlihat dari hasil penemuan HP yang semakin berkurang saat dilakukan razia. “Kalau dulu temuan hp bisa mencapai ratusan buah kalau dilakukan razia tetapi sekarang sudah bisa dihitung jari,” ungkapnya.
Berkurangnya temuan hp pada warga binaan saat razia itu, itu dimumgkinkan setelah pemasangan 6 box telepon di dalam rutan. 
“Kita memasang box telepon untuk dipergunakan warga binaan. Mereka bisa terkurung secara fisik tetapi untuk berkomunikasi dengan keluarga tetap menjadi perhatian kita. Jangan sampai kita melanggar HAM. Warga binaan itu harus bisa berkomunikasi dengan keluarganya. Dan setiap pembicaraan itu bisa kita monitor. Jadi setiap pembicaraan warga binaan yang dilakukan lewat telepon itu dapat kita monitor. Dia berbicara kepada siapa dapat kita monitor, dan yang bisa membuka/memonitor itu hanya saya dan Dirpas (Direktur Pemasyarakatan) lewat computer ini ,” ucap Mardjoeki sembari menunjukkan computer yang ada dimeja kerjanya.
Ketika ditanya siapa penggagas ide untuk membuat telepon itu? Dia mengaku bahwa itu adalah idenya yang disampaikan kepada Dirpas dan disetujui.
Ketika disinggung terkait realisasi MoU TNI dengan Dirjenpas dalam pengawasan Rutan yang sampai saat ini belum terealisasi, Kakanwil mengatakan terkendala anggaran.
“Ada perubahan jumlah personil yang akan diturunkan TNI ketika mereka survei sehingga anggaran yang tersedia tidak mencukupi. Awalnya kita mengajukan anggaran untuk jumlah 24 personil yang akan ditempatkan di Rutan dan Lapas yang ada di Jakarta. Sayangnya, setelah disurvei ke rutan mereka mengatakan tidak cukup jumlah personel yang diajukan Ditpas, harus ditambah lagi jumlah personilnya agar sebanding dengan tingkat kerwanan yang diawasi. Karena anggaran tidak cukup maka realisasi MoU ditunda sampai adanya anggaran yang mencukupi. Itulah kendala saat ini. Jika ini terwujud, maka Jakartalah sebagai Pilot Projek untuk Indonesia. Dan jika hal ini sukses di Jakarta maka akan ditindak lanjuti ke lapas kedaerah-daerah lain yang tingkat kerawanannya tinggi.” jelas Mardjoeki.
Menurut Kakanwil, jika program ini terealisasi maka hasilnya akan sangat luar biasa. “Saya kira jika progam ini sudah berjalan maka tugas mereka adalah memeriksa semua pegawai, petugas yang akan masuk kerja. Dan para TNI yang diperbantukan ini akan dirotasi secara berkala dalam penugasan, sehingga mereka tidak sempat akrap dengan pegawai RUTAN. Dengan demikian maka didalam menjalankan tugasnya mereka pun tidak akan merasa sungkan. Karena saya yakin benar biang keladi peredaran narkoba itu adalah orang dalam,” pungkas Mardjoeki. tom

Tinggalkan Balasan