Dituding Serobot Lahan Milik Warga, Penjara Menanti Bos Alam Sutera

oleh -890 views
oleh
Wilayah Alam Sutera, (Inzet:) Wakil Walikota Tangerang, H Sjachrudin. 
JAKARTA, HR – Direktur Eksekusi PT Utama Selaras Tunggal, Emil Syarif Husein, dilaporkan ke polisi dengan tuduhan telah melakukan penyerobotan dan merampas lahan milik seorang warga bernama Jadi bin Aba di Kelurahan Panunggangan Utara.
Emil terancam dipidanakan 6 tahun penjara karena telah membeli lahan berdasarkan surat-surat yang diduga palsu. Ia dituduh menyerobot, serta bersengkongkol membuat surat palsu, sekaligus membeli barang (tanah) dari hasil kejahatan. Lokasi atau obyek yang menjadi persoalan itu berada persis di seberang tol depan mal Sogo Alam Sutera.
Setelah sukses membangun perumahan mewah yang menjadi ikon baru, developer PT Alam Sutera Realty gencar melakukan ekspansi dan perluasan pembangunan perumahan. Maka, setelah memperoleh SK Pembebasan seluas 3.000 hektar, PT Alam Sutera Realty melalui PT Utama Selaras Tunggal, gencar membebaskan lahan milik warga di Panunggangan.

Salah satu dari obyek tanah yang dibebaskan, terselip sebidang tanah persis di seberang tol depan mal Sogo Alam Sutera, milik Jadi bin Aba. Luasnya lebih kurang 2.006 meter persegi, berada disamping tol dan pemakaman.
Anehnya, lahan milik Jadi Bin Aba itu diklaim PT Utama Selaras Tunggal yang telah dibebaskan dan dibeli dari Hindarto Budiman. Merasa tak pernah menjual dan melepas haknya, Jadi Bin Aba pun mencak-mencak dan mengambil langkah hukum dengan menunjuk Kamaruddin Simanjutak, SH sebagai kuasa hukumnya.
Apalagi hingga tahun 2015 Jadi Bin Aba masih rutin membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Maklum hingga saat ini SPPT-nya masih atas nama dirinya.
Kekisruhan itu bermula ketika tahun 1990 lalu keluarga Jadi Bin Aba mengalami kesulitan keuangan. Untuk memenuhi kebutuhannya itu, Jadi Bin Aba meminjam uang ke kerabatnya, H Hasan yang kala itu menjadi Kepala Desa Panunggangan.
Jadi Bin Aba meminjam uang tiga kali, masing-masing sebesar Rp3 juta, Rp2 juta dan Rp1 juta, maka totalnya sebesar Rp6 juta dengan jaminan sebidang tanah beralaskan Girik C 335 seluas 2.006 M2 yang terletak di Panunggangan.
Pada tahun 2011 hutang Jadi Bin Aba akhirnya dilunasi lewat proses tawar-menawar hingga mencapai Rp 50 juta melalui Drs Yono Sudiyono yang tak lain adalah anak menantu H Hasan. Yono kini menjabat sebagai Lurah di Kelurahan Cibodas Baru.
Bersama pelunasan hutang itu diberikan KTP asli milik Yono, karena saat itu Yono tidak membawa Girik milik Jadi Bin Aba yang dijadikan agunan. Yono beralasan Girik C 335 milik Jadi bin Aba hilang dan belum ditemukan.
Setelah pelunasan hutang dengan bukti kwitansi serta pemberian KTP asli milik Yono itu dibuat Berita Acara Bukti Kepemiilikan yang menyatakan bahwa lahan yang dimaksud masih milik Jadi Bin Aba. Dalam Berita Acara itu H Hasan bersama H Herlan tercatat sebagai saksi.
Anehnya, dikemudian hari PT Alam Sutera Realty melalui PT Utama Selaras Tunggal mengklaim telah membebaskan/membeli lahan yang dimaksud. Lucunya, berdasarkan SPH yang diperlihatkan lahan itu dibeli dari tangan Hindarto Budiman yang beralamat di Jakarta Pusat.
Padahal Jadi Bin Aba merasa tidak mengenal dan menjual tanah tersebut kepada Hindarto. Apalagi speciment cap jempol Hindarto dengan speciment asli milik Jadi Bin Aba sangat berbeda. Maka, patut diduga kuat Hindarto adalah sosok fiktif alias tak berwujud. Setali tiga uang, sosok Edi Subrata yang disebut sebagai kuasa jual dan beralamat di Cakung itu adalah sosok yang juga fiktif.
Melihat sejumlah kejanggalan itulah Jadi Bin Aba kemudian memperkarakan PT Alam Sutera Realty, Emil Syarif Husein yang tak lain adalah Direktur Eksekusi PT Utama Selaras Tunggal yang membeli lahan tersebut dari tangan Hindarto Budiman.
Tidak tanggung-tanggung, Jadi Bin Aba akan menjerat Emil Syarif dengan Pasal 263, 264, 266 KUHP tentang tindak pidana pemalsuan surat yang kemungkinan dilakukan oleh orang-orang suruhan Emil Syarif. Tak cukup dengan pemalsuan, Emil juga akan diijerat dengan Pasal 385 KUHP tentang penyerobotan tanah jo Pasal 480 KUHP tentang penadah hasil penyerobotan.
Dengan jerat pasal yang berlapis itu Emil Syarif Husen terancam mendekam di penjara setidaknya 6 tahun kurungan.
Drs Yono Sudiyono yang kini menjabat sebagai Lurah di Kelurahan Cibodas Baru, ketika dihubungi di kantornya tidak berada di tempat. Begitu pula ketika dihubungi via telepon genggamnya dan di sms terkait masalah tersebut, Yono tak menjawab.
Begitu pula dengan Emil Syarif. Nomor telepon genggamnya setiap kali dihubungi tidak pernah diangkat, begitu pula dengan sms yang dikirimkan kepadanya tidak pernah dijawab. Seperti nyanyian seorang bisu, Emil bak mengunci rapat-rapat bibirnya dari pertanyaan yang diajukan kepadanya.
Di kantor tempatnya mangkal di kawasan Perumahan Alam Sutera, Emil juga tak pernah bersedia menampakan diri. Ia hanya diwakili oleh seorang stafnya bernama Pardo
Sitanggang dari bagian legal.
Kepada Harapan Rakyat, Pardo Sitanggang setiap kali ditanyakan terkait masalah itu selalu mengatakan bahwa persoalan itu sudah masuk ranah kepolisian. “Urusan ini sudah menjadi ranah hukum di kepolisian, jadi silahkan aja kita tunggu prosesnya,” ia berkelit.
Wawako Bicara
Di tempat terpisah, Wakil Walikota Tangerang Sjachrudin yang disambangi di kantornya, berjanji akan meneliti persoalan tersebut terlebih dulu. “Saya akan pelajari, kita coba cek arsipnya dulu,” tukasnya.
Menurutnya, sebagai pelayan dan abdi masyarakat, pejabat pemerintahan harus melayani setiap permohonan dari masyarakat terkait pelepasan hak. “Pelepasan hak itu biasanya dilakukan oleh pengembang. Kita lihat berkas-berkasnya dulu, kita sebagai pelayan ya kita layani,” ujarnya.
Ketika ditanyakan bagaimana soal prosedur pelepasan hak itu dilakukan, Sjahcrudin menyatakan bahwa proses pelepasan hak harus melalui beberapa syarat, yakni adanya Akte Jual Beli (AJB) dan ditambah keterangan-keterangan dari lurah. “Di lapangan kita selalu tekankan kepada lurah harus tahu dimana letak fisiknya dengan data yang ada,” jelasnya.
Ketika ditanyakan apakah secara hukum bisa dibenarkan, obyeknya di Panunggangan Utara tetapi yang melegalisasi pejabatnya berasal dari Panunggangan Timur, Sjachrudin menjawab ringkas, “Coba nanti saya kros cek dulu deh, takut salah.”
Sjachrudin menyatakan menghargai soal temuan persoalan yang disampaikan kepadanya, dan karena itu pula dia meminta agar diberikan waktu untuk mempelajarinya terlebih dulu. “Saya terimakasih dengan info ini, saya akan pelajari dulu. Saya tidak main-main, makanya saya akan pelajari dulu bagaimana legalitasnya,” tandasnya.
Terhadap masalah yang ditanyakan apakah dirinya pernah dipanggil pihak kepolisian ia mengatakan belum pernah dipanggil. “Saya justru baru tahu ini (dari Anda),” jawabnya dan berjanji akan memanggil para pihak terkait masalah ini. ■ fer

Tinggalkan Balasan