JAKARTA, HR – tidak sedap kembali tercium dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (Ditjen HAKI) Kementerian Hukum Republik Indonesia. PT Wilton Tentram Nilawaty menuding ada praktik “main mata” di balik keputusan pencabutan tiga merek dagang WILTON (IDM000000826, IDM000788698, IMDM000563555), yang secara sah telah dialihkan pada 10 Oktober 2023.
Keputusan mencabut hak tersebut keluar melalui surat Menteri Hukum dan HAM tertanggal 20 Maret 2025, tanpa mempertimbangkan bukti hukum yang sudah jelas. Kuasa hukum perusahaan, Fachri & Partners Law Office, menilai langkah itu melanggar logika dan hukum.
“Putusan Pengadilan Agama Jakarta Pusat memang menyebut Dewi Saraswati sebagai ahli waris almarhum Siah Sofian, tapi tidak pernah menyatakan bahwa ia mewarisi merek WILTON.
Merek tersebut adalah harta bawaan almarhum sebelum pernikahan, jadi haknya otomatis turun ke anak-anak kandung beliau,” ujar kuasa hukum dalam keterangannya.
Dua Surat Keberatan, Dua-duanya Diabaikan
PT Wilton Tentram Nilawaty telah melayangkan dua surat keberatan resmi: 10 Maret 2025 → tidak pernah ditanggapi. 20 Mei 2025 → hanya mendapat diam dan keheningan.
Diamnya Ditjen HAKI ini menimbulkan dugaan adanya “angin politik” dan permainan di balik meja. “Ini bukan sekadar lalai administrasi — tapi indikasi keberpihakan,” tegas kuasa hukum.
Data Resmi PDKI Membuka Fakta
Berdasarkan penelusuran publik di Pangkalan Data Kekayaan Intelektual (PDKI) dgip.go.id, merek WILTON memang muncul atas dua nama berbeda: Siah Sofian – terdaftar untuk berbagai kelas, tetapi kini banyak yang berstatus kadaluwarsa atau ditolak. Dewi Saraswati – memiliki beberapa merek dengan status masih aktif (Didafar), di kelas 16, 25, dan 30, dengan label dan logo yang identik.
Fakta ini memperkuat dugaan adanya “pengambilalihan diam-diam” terhadap aset intelektual yang sudah sah dialihkan kepada perusahaan.
Hukum Dikesampingkan, Kepastian Dipertaruhkan
Langkah sepihak Ditjen HAKI ini tidak hanya merugikan perusahaan dan ahli waris, tetapi juga menjadi preseden buruk bagi kepastian hukum di Indonesia. Jika hak merek yang sah saja bisa dicabut tanpa dasar kuat, bagaimana nasib ribuan pelaku usaha lain?
Kuasa hukum PT Wilton Tentram Nilawaty kini tengah mempersiapkan langkah hukum lanjutan, termasuk gugatan tata usaha negara (TUN) dan laporan ke Ombudsman RI atas dugaan maladministrasi.
Hingga berita ini diturunkan, Ditjen HAKI belum memberikan klarifikasi resmi terkait keputusan kontroversial tersebut. (mw)







