KARAWANG, HR – Proyek perbaikan kerusakan Sungai Cibeet di Kabupaten Karawang, sepanjang 200 meter diduga dikerjakan tidak terencana dan tidak terintegrasi dengan matang.
Padahal, sesuai konsep awal yaitu paket pekerjaan 001. Pengamanan dan Peningkatan Sungai Cibeet di Kab. Karawang (200 m) seharusnya dikerjakan dengan cara betonisasi, namun secara mendadak dirubah menjadi pemasangan bronjong batu sepanjang 200 meter dengan ketinggian kurang lebih 9 meter.
Seluruh pemangku kepentingan yang terlibat dalam pelaksanaan konsep perubahan konstruksi tersebut sangat potensial melakukan KKN dan tidak sesuai dengan kontrak awal yang direncanakan dan diduga melabrak peraturan perundang-undangan tentang konstruksi.
Warga setempat kepada HR mengatakan bahwa proyek sudah sempat berjalan dan tiba-tiba ada undangan sosialisasi perubahan konstruksi yang awalnya pemancangan beton akan dirubah menjadi bronjong batu, alasannya supaya masyarakat mendapatkan hasil yang lebih positif.
Faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan konstruksi diduga karena bagian perencanaan di kantor BBWS Citarum Bandung tidak memahami kondisi Sungai Cibeet. “Seharusnya sebelum ditetapkan kontrak dengan penyedia jasa harus melalui riset dan kajian sungai yang akan dikerjakan,” ujar warga yang enggan menyebutkan namanya.
Dikatakannya, penanganan kerusakan anak Sungai Citarum ini (sungai cibeet) perlu keseriusan dari pihak pengelola dalam hal ini BBWSC. Sudah banyak uang negara yang lenyap di Hulu Cibeet Sungai Citarum pada 2012 sampai 2013. “Kalau tidak salah dari hulu sampai hilir menelan biaya lebih dari Rp1 trilliun, namun tetap saja banjir dimana-mana,” pungkasnya.
Apapun alasannya, untuk perubahan konstruksi Cibeet tersebut, sangat jelas bahwa bagian perencanaan di kantor BBWSC dan semua pejabat terkait, mulai dari Satker, PPK harus mempertanggungjawabkan jika sampai longsor sebelum waktunya.
Informasi yang diterima HR, bahwa pihak PT. Arief Taipan Subur dalam pekerjaan Cibeet ini diduga menjual paket pekerjaan kepada perorangan bernama Leo, padahal Leo diduga selalu meninggalkan pekerjaan bermasalah seperti pada tahun 2013 pekerjaan SS. BLA, pekerjaannya hancur sebelum habis masa pemeliharaan. Itu juga bukan perusahaannya.
Pantauan HR dilapangan mulai pekerjaan awal yang direncanakan terlihat penyedia jasa sudah mempersiapkan bahan matrial untuk pekerjaan betonisasi, diantaranya mani pile ukuran 6 meter x20 cm, besi yang sudah dirakit, dan dolken bambu yang dibeli dari warga setempat.
“Kami mendapat konfirmasi bahwa semua bahan material tersebut diangkut kembali, bahkan ada sebagian yang sudah terpasang dicabut karena perubahan konstruksi,”kata warga tadi.
Sedangkan pekerjaan pemasangan ronjong batu dengan ketinggian kurang lebih 9 meter diduga dikerjakan secara terburu-buru. Dampaknya, bronjong batu yang disusun tersebut terlihat rongga-rongga mencapai 7-15 cm, dan bronjong pada susunan batu paling dalam, disusun batu-batu berukuran kecil, seolah-olah kalau susunan bronjong batu tersebut tersusun rapih dan kokoh, padahal pekerjaan tersebut diduga tidak mengacu dengan Rancangan Pedoman Teknis (RPTO) rekayasa sipil Departemen Pekerjaan Umum.
Sementara Satker SNVT Pelaksanaan Jaringan Sumber Air Citarum (PJSAC) Achmad Sayidin, ST dan PPK Sungai dan Pantai II, Angga, beberapa kali dikonfirmasi selalu menghindar, tidak berada di tempat. ■ m7