I Made Suarnawan |
JAKARTA, HR – Lima terdakwa warga negara (WN) Malaysia divonis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat (PN Jakbar) menjalani rehabilitasi selama 1 tahun 2 bulan di Yayasan.
Padahal, sebelumnya, dituntut penjara oleh jaksa penuntut umum (JPU) selama 1 tahun 6 bulan penjara (1,5 tahun). Walaupun tuntutan jaksa tak sepaham dengan hakim, tetapi jaksa tidak melakukan banding. Ada apa?
Kelima WN Malaysia tersebut divonis direhabilitasi di Yayasan Kesatuan Peduli Masyarakat (Kelima) oleh majelis hakim, Senin (1/6/2015) yaitu Moh Hanini bin Ainie, Azrul bin Elias, Anwar bin Abdul Aziz, Shahril bin Sirdar Ali dan Daniaal Akmal bin Dzulkipli dengan melanggar pasal 127 Undang Undang No 35 Tahun 2009.
Usai pembacaan putusan para terdakwa dengan gaya gembira ramai-ramai menanda tangani menyatakan menerima putusan. Setelah itu, diikuti salah seorang jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejari Jakbar Amril menanda tangani juga.
Akan tetapi, dalam berkas tercatat empat orang JPU yang menangani perkara itu diantaranya, terdakwa Moh Hanini ditangani oleh jaksa Novika Muzairah, Azrul oleh jaksa Nanda Karmila, Anwar dan Shahril oleh jaksa Fitria Nelly dan Daniaal oleh jaksa Amril Abdi.
Hanya saja ketika akan dikonfimasi ke Kepala Kejari Jakbar I Made Suarnawan dan Kasi Pidum M Nasir belum berhasil ditemui.
Ada Kejanggalan
Dalam proses persidangan ada beberapa kejanggalan dipertontonkan oleh penegak hukum tersebut. Seperti tempat penahanan. Kelima terdakwa tersebut tidak dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) sebagaimana yang dialami oleh terdakwa lainnya. Namun ditahan di Polres Metro Jakarta Barat. Padahal, dalam berkas bahwa penahanan para terdakwa disebutkan ditahan di Rutan.
Demikian juga tes urine. Saat pembuktian di persidangan tidak adanya ditunjukkan surat uji laboratorium positif menggunakan Narkotika berdasarkan permintaan penyidik sebagaimana ditentukan dalam Surat Edaran Mahkamah Agung No 04 Tahun 2010.
Juga diperiksa bukan dokter pemerintah. Dalam SE MA No 04 Tahun 2010 tersebut disebutkan, perlu surat keterangan dari dokter jiwa/psikiater pemerintah yang ditunjuk oleh hakim. Namun, dalam persidangan kelima terdakwa tersebut hanya mendengarkan keterangan dari dokter Budiman dari Yayasan Kelima, dengan memberikan assessment. Assesmen dilakukan melalui wawancara.
Dalam persidangam terungkap bahwa saat penangkapan terdakwa Moh Hanini bin Ainie dan Anwar bin Abdul Aziz tidak ditemukan barang haram jenis narkotika melainkan jenis psikotropika. Menjadi pertanyaan, mengapa bisa dituntut dengan menggunakan Undang Undang Narkotika padahal tidak penyalahguna narkotika?.
Selanjutnya, putusan untuk menjalani rehabilitasi di Yayasan Kelima, belum ada regulasi yang mengatur proses rehabilitasi di yayasan.
Issu yang merebak di masyarakat, bahwa rehabilitasi di Yayasan bisa saja langsung pulang setelah selesai divonis dengan dalih bahwa proses penyembuhan rawat jalan. Dengan demikian dikhawatirkan para terdakwa tidak menjalani rehabilitasi malah pulang ke negeri mereka di Malaysia. ■ jt