![]() |
Warga Desa Karangmulya saat pertemuan di Pemkab Subang. |
SUBANG, HR – Sekitar 20 warga Desa Karangmulya, Kecamatan Legonkkulon Subang mendatangi Kantor Pemerintahan Subang, Kamis (17/9/2015). Salah satu agendanya, mereka akan menggugat Pemkab Subang terkait kepemimpinan definitif di daerahnya.
Kedatangan puluhan warga Karang Mulya ini disambut Asda I Cecep Supriatin dan Kepala Bagian Hukum. Mereka melakukan audiensi di ruangan pertemuan Asda I. Salah satu tuntutan mereka adalah mendesak Pemkab untuk memasukkan Desa Karang Mulya pada agenda Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) serempak.
“Kita ke sini untuk menanyakan kepastian hukum tentang Kepala Desa Karang mulya yang diatur dalam PP No. 43/2014,” kata seorang perwakilan warga Yahya membuka audiensi.
Menurut Yahya, dalam penerapan peraturan pemerintah tersebut, Pemkab hanya menggunakan pasal 55 dan 56 soal pengangkatan PJs Kepala Desa. Sementara pada pasal 45 soal pelaksanaan Pilkades yang diakibatkan Kades mundur tidak disinggung.
“Kita terima dan tidak menolak harus ada PJs dari PNS, karena amanat undang-undang. Tapi pasal 45 harus diterapkan juga. Ini masih dalam satu PP masih dalam satu buku, membaca peraturan jangan hanya pasal perpasal, tapi harus keseluruhannya,” tegas Yahya.
Yahya menegaskan, sejak kepala Desa sebelumnya, Mukti Ali Bonang mundur, sudah 18 bulan Kades Karang Mulya diisi oleh tiga PJs. “Pasal 45 sudah jelas. Selama 6 bulan bergulir harus ada pemilihan, jika tidak itu sudah tidak sah lagi. Aturannya seperti itu, jangan dilakukan lagi dengan PJs, itu cacat hukum. Pilkades harga mati. Kita menuntut itu,” tandasnya.
Perwakilan warga lainnya, Yusri menegaskan, dengan tidak menerapkan pasal 45 PP No. 43/2014, Bupati dinilai sudah tidak menjalankan konstuitusi. Karenanya ia mengancam akan menggugat Pemkab. Selain alasan tidak dijalankannya konstitusi, gugatan warga seputar SK pelaksanaan 32 Pilkades serentak pada Desember yang dinilainya diskriminasi.
“Kita akan gugat ke PN terkait tidak dijalankannya PP No. 43/2014 dan akan mem-PTUN-kan SK diskriminasi pelaksanaan 32 Kades, sementara Karang Mulya jauh lebih memenuhi syarat tidak disertakan,” jelas Yusri.
Menanggapi ancaman warga tersebut, Asda I Pemerintahan Cecep Supriatin mengatakan pihaknya akan berkonsultasi ke Kementerian Dalam Negeri. “Itu hak mereka. Kita akan berkonsultasi kepada Kemendagri soal peraturan tersebut. Ini yang akan menjadi dasar dan acuan kita,” kata Cecep.
Ia membantah jika ada diskriminasi pada pelaksanaan Pilkades serentak. Cecep menjelaskan masa jabatan Kepala Desa Karang Mulya habis karena diturunkan, sementara yang 32 desa yang diikut sertakan dalam Pilkades, habis jabatan normal. Sehingga, untuk Desa Karang Mulya hanya dilakukan dengan cara musyawarah desa, sesuai Pasal 47 UU No. 6/214 tentang Desa.
Sekedar informasi, pada awal 2014 kepemimpinan Ali Bonang di Desa Karya Mulya digoyang warganya karena diduga terlibat dalam sejumlah kasus yang berujung pada berhentinya Ali Bonang. Untuk antisifasi kekosongan posisi Kades, Pemerintah menunjuk PNS sebagai PJs. Hingga saat ini sudah tiga PNS yang menduduki kuris PJs Kades Karang Mulya. ■ herdi/ujang