JAKARTA, HR – Jaksa Agung RI, HM. Prasetyo memastikan tidak ada tekanan diplomatik yang diterima Indonesia untuk eksekusi mati jilid 3 yang dilaksanakan Jumat dini hari (28/7/2016).
“Saya tidak mendengar ada tekanan diplomatik, tidak ada,” kata HM. Prasetyo saat konferensi pers di Kejagung.
Dijelaskannya, memang ada beberapa imbauan dari negara luar agar tidak melakukan eksekusi mati. Namun hal itu bukan berarti proses pelaksanaan eksekusi harus dihentikan.
“Kalau imbauan ada, tapi tekanan tidak ada. Kita harus menghormati kedaulatan hukum kita,”imbuhnya.
Diketahui, meski hujan lebat disertai angin kencang eksekusi mati jilid III tetap dilakukan pada pukul 00.30 WIB di lapangan tembak Nusakambangan Cilacap Jawa Tengah.
Empat terpidana yang dieksekusi yaitu Freddy Budiman (WNI), Michael Titus (WN Nigeria), Humprey Ejike (WN Nigeria), dan Seck Osmane (WN Afrika Selatan). Menurut pengadilan mereka terbukti memiliki barang haram narkoba.
“Tugas Kejaksaan adalah melaksanakan vonis yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap. Salah satunya adalah mengeksekusi 4 dari 14 terpidana mati ,”tegas HM. Prasetyo.
Sedangkan 10 terpidana mati lainnya yang telah dimasukkan ke ruang isolasi, tidak jadi dieksekusi. Jaksa eksekutor menunda pelaksanaan eksekusi 10 terpidana itu. Jaksa Agung tidak merinci penyebab penundaan tersebut. Namun dipastikan 10 orang itu akan tetap di eksekusi meski belum tahu kapan waktu eksekusinya.
Sepuluh terpidana mati yang ditunda di eksekusi :
1. Ozias Sibanda (WN Zimbabwe)
2. Obina Nwajagu (WN Nigeria)
3. Eugene Ape (WN Nigeria)
4. Fredderikk Luttar (WN Zimbabwe)
5. Agus Hadi (WNI)
6. Pujo Lestari (WNI)
7. Zulfiqar Ali (WN Pakistan)
8. Gurdip Singh (WN India)
9. Merri Utami (WNI)
10. Okonkwo Nongso Kingsley (WN Nigeria)
thomson g
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});