Subdit Ranmor PMJ, APPI, Kemenkumham dan OJK Sosialisasi Implementasi UU No 42/1999 Tentang Fidusia

oleh -16 Dilihat
oleh
Pihak Leasing ‘Tidak Mempunyai’ Sertifikat Fidusia, 
Maka Tidak Berhak Melakukan Eksekusi

JAKARTA, HR – Subdit Ranmor Ditreskrimum Polda Metro Jaya bekerja sama dengan APPI (Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia) melakukan sosualiasasi UU No.42 Tahun 1999 tentang Fidusia, di Gedung BPMJ Polda Metro Jaya, Senin (20/11/2017).
Sebagai pembicara dari Kemenkumham RI Iwan Supriadi SH . MH, dari OJK Kombes Pol (Purn) Ponadi. SH, Ketua APPI Suwandi Wiratno dan Kasubdit VI Ranmor PMJ AKBP Antonius Agus Rahmanto SIK. M.SI. Sedangkan yang hadir seiumh perusahaan pembiayaan (leasing) yang menjadi anggota Aij, seluruh Kasat Reskrim dan Kanit Ranmor Polres jajaran Polda Metro Jaya, dan anggota penyidik Ditreskrimum Polda Metro Jaya.
Kegiatan dimulai pada pukul 08:00 WIB ini dibuka Kapolda Metro Jaya diselenggarakan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat, pemilik perusahaan leasing bahkan penyidik yang belum mengetahui tentang fidusia yang telah 18 tahun berdiri. Dan masih banyak masyarakat yang belum memahami tentang fidusia. Sehingga kondisi dimanfaatkan sejumlah pihak perusahaan pembiayaan untuk melakukan tidak kejahatan.
AKBP Antonius Agus Rahmanto SIK
Kasubdit VI Ranmor PMJ AKBP Antonius Agus Rahmanto SIK. M.SI mengutarakan dalam pertemuan dengan perusahaan Leasing, kepolisian dan Menkumham, telah ada kesepakatan dalam menerapkan UU No 42 tahun 1999, tentang Fidusia.
“Sampai saat ini sudah 18 tahun UU fidusia berjalan, tapi masih banyak pihak yang belum paham dari implementasi dan maksud UU ini, termasuk juga anggota saya masih banyak yang tidak paham. Kemudian ada pihak-pihak yang memanfaatkan UU Fidusia ini untuk melakukan tindak pidana berupa penipuan dan lain sebagainya, maka dari itu sosialisasi mengenai UU fidusia ini harus dilaksanakan,” ungkap Agus di Polda Metro Jaya, usai acara, Senin (20/11).
Fidusia sendiri merupakan pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda. Fiduisa umumnya ada dalam perjanjian kredit kendaraan bermotor.
Dijelaskan Agus, untuk mencegah adanya pemanfaatan atas ketidak pahaman itu, maka Polda Metro dan APPI membuat poin kesepakatan bersama. Salah satunya adalah meniadakan istilah debt collector. Berikut poin lengkap kesepakatan bersama tersebut, yaitu:
  1. Disepakati bahwa saat ini implementasi pelaksanaan dari tentang Jaminan Fidusia masih jauh dari harapan bersama dan ditandai dengan meningkatnya kasus-kasus yang berkaitan dengan Fidusia disebabkan karena minimnya pemahaman terhadap UU tersebut oleh masyarakat (Ormas! LSM). dan bahkan aparat Kepolisian.
  2. Sepakat Tidak Ada istilah Penarikan, namun yang digunakan adalah Istilah Eksekusi berdasarkan pasal 29 UU No 42 tahun 1999 dan sepakat bahwa Sertifikat Jaminan Fidusia tersebut sudah mempunyai kekuatan Eksekutorial yang tidak perlu lagi memadukan keputusan pengadilan sebagaimana diatur dalam pasal 15 ayat 1 UU No 42 tahun 1999.
  3. Menjadi tanggung jawab bersama khususnya Pihak Perusahaan Pembiayaan untuk menjelaskan dengan detail dan dengan cara yang sederhana apa yang menjadi Hak dan Kewajiban dan konsekuensi hukum bagi pihak-pihak yang terkait dengan perjanjian Fidusia.
  4. Kreditur Pihak Perusahaan Pembiayaan, maupun pihak yang diberi kuasa, pada saat akan melakukan Eksekusi terhadap Jaminan Fidusia. Wajib menunjukkan SERTIFIKAT FIDUSIA yang telah terdaftar secara resmi karena apabila pihak Leasing ‘TIDAK MEMPUNYAI sertifikat fidusia, maka TIDAK BERHAK melakukan Eksekusi terhadap jaminan fidusia tersebut karena penyelesaiannya lewat jalur Keperdataan.
  5. Sepakat tidak akan menggunakan istilah DEBT COLLECTOR, namun menggantinya dengan istilah Tenaga Jasa Penagihan yang dalam melaksanakan tugasnya diwajibkan tidak dengan cara kekerasan ataupun memaksa yang menimbulkan tindak pidana baru.

Rencana pelaksanaan sosialisasi UU No.42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia akan dilakukan secara bersama-sama antara Polri, Kementerian Hukum dan Ham, OJK dan APPI, dengan cara diskusi, pemasangan spanduk himbauan dan banner di tempat-tempat strategis, sehingga tujuan sosialisasi dapat tercapai
Suwandi Wiratno
Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI), Suwandi Wiratno menyadari kehadiran debt collectorsering ditolak oleh nasabah. Mereka menilai debt collector menjalankan tugasnya untuk menarik kendaraan bermotor yang kreditnya macet, banyak dampak hukum yang timbul dalam penarikan kendaraan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan. Contohnya adalah penganiayaan, perampasan, dan perampokan.
“Tentunya hal ini harus dihindari, dan harus menjadi perhatian lembaga pembiayaan. Untuk itu nantinya setiap yang akan melakukan eksekusi kenderaan dibekali kartu khusus, diberikan kepada yang telah diseleksi dan diberikan diklat pelatihan tentang prilaku, hukum dan tatacara serta kode etik selama 3 bulan. Dan pihak harus mempunyai Akta Jaminan Fidusia (Sertifikat Fidusia) yang dikelurkan Kemenkumham,” katanya.
Suwandi Wiratno meminta lembaga pembiayaan menggunakan kontrak di dalam UU Fidusia saat akad pembelian motor. Karena di dalam regulasi tersebut mewajibkan nasabah ikhlas jika tidak mampu membayar kredit.
Suwandi menambahkan, saat kredit tidak mampu dibayar, nasabah mencoba pindah tangan kendaraan bermotor. Hal itu bisa dicegah melalui UU Fidusia. “Kalau nasabah mau melapor pindah tangan sudah salah,” tandasnya.
Sementara itu, Iwan Supriadi SH . MH dari Kemenham RI menyampaikan berdasarkan Undang-undang Jaminan Fidusia, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan kantor-kantor wilayahnya ditunjuk sebagai Kantor Pendaftaran Fidusia (KPF) yang menerima pendaftaran jaminan Fidusia di wilayah Republik Indonesia, dimana setiap kantor wilayah berwenang untuk melakukan pendaftaran yang dibuat di wilayah hukumnya yang sekarang telah disediakan aplikasi pendaftaran fidusia online.
“Faktanya di lapangan ada beberapa pengalaman yang menunjukan lembaga pembiayaan dalam melakukan perjanjian pembiayaan mencamtumkan kata-kata dijaminkan secara fidusia. Tetapi ironisnya tidak dibuat dalam akta notaris dan tidak didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia untuk mendapat sertifikat. Akta semacam itu dapat disebut akta jaminan fidusia di bawah tangan,” ungkapnya. igo/kornel
Kasubdit VI Ranmor PMJ AKBP Antonius Agus Rahmanto SIK. M.SI
Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI), Suwandi Wiratno


(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.