SINTANG, HR – Welbertus, Ketua Fraksi PDIP DPRD Sintang Kalimantan Barat, mengaku prihatin melihat sejumlah fasilitas umum di daerahnya, yang sepertinya kurang perawatan oleh pemerintah sendiri. Dia menyebut, pemerintah janganlah berpikir membangunya mampu, tapi merawatnya tidak punya program, sambungnya.
Welbertus menunjuk langsung diantara fasilitas umum daerah itu yang menurutnya kurang perawatan adalah, gedung serba guna di Jalan Sintang – Putussibau, gedung olah raga Apang Semangai dan gedung kesenian di sebelahnya, termasuk asrama Sintang di Pontianak.
Politisi PDIP itu sangat menyayangkan program perawatan sejumlah fasum itu minim, padahal untuk membangunnya bukan anggaran sedikit, ujarnya kepada HR (27/1).
Welbertus kemudian berharap, tahun 2021 ini ada perhatian serius Pemkab Sintang merawat fasum tersebut agar masyarakat yang menggunakannya merasa nyaman dan merasa aman ketika beraktifitas disana.
Mengenai adanya fasilitas umum lainnya di Sintang yang disoroti masyarakatnya karena tidak tuntas alias mangkrak, Welbertus tidak menampik isu itu hanya saja pintanya, butuh informasi disertai bukti yang jelas dan fakta di lapangan, agar pihaknya punya dasar mempertanyakan hal itu kepada pemerintah.
Simon Petrus (58) warga Sintang, terkait pembangunan fasilitas umum yang gencar di sorot masyarakat dewasa ini, kepada HR beberapa waktu lalu merincikan sebagai berikut.
Pertama, pembangunan jembatan Ketungau 2, kini sudah dilaporkan ke Polda Kalbar, Mabes Polri, KPK dan Kejagung, Kedua, Pembangunan Eks Puskesmas Sei Durian, Ketiga, Pembangunan di sebelah Kantor Disperindag, yang katanya milik Pemkab Sintang.
Berikutnya milik agama, ke empat, Asrama Haji di Jl Lintas Melawi, Ke lima, Kristen Center di Jl Kelam.
Sepengetahuan Simon, 5 titik pembangunan fasum tersebut dibangun kurun waktu 2015 – 2019 namun tidak tuntas, alasannya macam-macam ditengah masyarakat, mulai di duga dikorup hingga alasan covid.
Tidak hanya itu lanjut Simon, pembangunan jalan jembatan kabupaten hingga di desa-desa juga gencar disorot masyarakat Sintang, karena tidak tuntas alias mangkrak.
Informasi ini bukan HOAX, hal itu fakta dan terbukti dilapangan, hanya warga lanjut Simon, tidak bisa langsung lapor ke aparat hukum karena mereka tidak miliki dokumen.
“Nah..inilah yang melemehkan semangat masyarakat kita sekarang ini, dikala masyarakat melihat, merasakan dan mendengar, ada proyek di duga bermasalah, lalu punya nyali melaporkannya ke aparat hukum, terbantahkan oleh pemerintah karena tidak disertai dokumen,” usjanya.
Jadi, dasar 2 alat bukti dari masyarakat kepada aparat hukum untuk menjalankan penyelidikan ke obyek yang dilaporkan masyarakat, sepertinya tidak tidak cukup. (khusus untuk kasus dugaan tipikor Insfrastruktur).
Padahal sambung Simon, masyarakat umum untuk mendaptkan yang namanya dokumen proyek yang nilainya kecil atau besar, tidak mudah.
Maka itu saran Simon, sekiranya aparat hukum negara ini sudi merespon cepat sebuah laporan masyarakat tanpa disertai dokumen (Kontrak) mungkin pemangku kebijakan di daerah setingkat Desa dan kabupaten kota akan jera lakukan korupsi, sebaliknya masyarakat akan menikmati yang namanya pembangunan.
Termasuk Sintang sambung Simon, Ia mengakui titik pembangunan mangkrak yang Ia sebut diatas, baru yang di depan mata, dan sudah tersiar, yang kedalam kecamatan dan desa jauh lebih parah, menyedihkan, dan miris melihat faktanya, kurun waktu 2015 – 2019.
Mudah-mudahan informasi ini pintu masuk lirik Sintang buat aparat hukum semua tingkatan negera ini, pungkasnya. mr/js