Saksi Bonapensius Sibarani ‘Ngaur’ Memberikan Keterangan

oleh -304 views
Para saksi terlebih dahulu disumpah di PN Jakut, sebelum memberikan keterangan.

JAKARTA, HR – Sidang lanjutan Pimpinan Majelis Hakim Tunpanuli Marbun, SH MH, Tiares Sirait dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Asri dari kejari Jakut, dan terdakwa Peter Sudharta, didampingi Pinasehat Hukumnya Yayat Surya Purnadi SH MH CPL, Peter di persalahkan melakukan, penyerobotan Lahan Jika sebidang tanah berdasarkan kepemilikan Egendom Verponding tidak dikonfersi sejak diberlakukan Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) tahun 1960, maka lahan dimaksud dengan sendirinya menjadi tanah negara (bebas).

Selanjutnya siapa yang menguasai lahan tersebut dalam kurun waktu tertentu disertai pembayaran pajak secara kontinyu. Selanjutna yang bersangkutan lebih berhak mendapatkan hak kepemilikan lahan tersebut.

Hal itu dikemukakan Edo Kurniawan dari Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional DKI Jakarta dalam sidang kasus penyerobotan dan pemalsuan dokumen dalam rangka kepemilikan tanah di Bandengan Utara 52 A5 Penjaringan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

Edo merupakan saksi pertama dari lima saksi yang di hadirkan dalam Persidangan selasa, 9/6.2020 yang diajukan JPU dan dimintai keterangan dalam kasus Peter Shidarta. Empat, (4),saksi lainnya masing-masing Indri, Susan dan Damri, Bonapensius Sibarani, semuanya, mengaku tidak pernah tahu bahwa tanah berikut gudang tersebut adalah milik Ali Sugiarto selanjutnya oleh anak-anaknya sebagai ahli warisnya. Tetapi yang disebut-sebut justru pemiliknya Peter Sidharta.

Hal itu antara lain dibuktikan dari bukti-bukti pembayaran pajak selama ini (SPPT) yang atas nama Peter Sidharta kemudian sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) juga atas nama terdakwa (Peter Sidharta). “Saya tidak pernah dengar dan lihat dokumen kepemilikan tanah atas nama Ali Sugiarto, ” kata saksi Susan.

Hanya saksi Bonapensius Sibarani yang mengatakan bahwa tanah seluas hampir 670 m2 adalah milik Ali “menanyakan apa dasarnya berpendapat demikian, saksi tidak bisa menjelaskan. Akibatnya majelis hakim menegur saksi dengan alasan keterangannya tidak didukung fakta dan alat bukti. Melainkan hanya berdasarkan keyakinan yang seolah disusun atau dibentuk sendiri di dalam pikirannya sendiri.

Ketiga saksi juga mengakui pernah mendengar bahwa Ali Sugiarto dan ahli warisnya sempat mau menjual tanah lokasi gudang kepada Peter, yang selama puluhan tahun telah disewanya. Namun transaksi urung dilakukan karena Ali Sugiarto, atau ahli warisnya tidak bisa menunjukkan dokumen kepemilikan yang sah dan resmi. Peter malah mendapat informasi dari pengurus RT/RW lokasi dimana lahan itu berada. Bahwa tanah dimaksud bukan lagi milik Ali Sugiarto. Melainkan sudah berubah statusnya menjadi tanah negara konsekwensi dari tidak ditingkatkannya hak pemilikannya oleh Ali Sugiarto, atau pemegang Egendom Verponding sebelumnya.

Peter pun akhirnya memilih mengkonfersinya sendiri dengan membayar PBHTB sebesar Rp501 juta kepada negara. Bahkan atas permohonan hak yang telah dikabulkan itulah diterbitkan sertifikat HGB tentu saja atas nama Peter Sidharta. Oleh sebab itulah, Peter Sidharta menjadi tidak habis fikir manakala dirinya dipersalahkan melakukan penyerobotan atas lahan dan melakukan pemalsuan atas dokumen-dokumen kepemilikan tanah tersebut.

“Klien kami merasa tidak pernah melakukan tindak pidana sebagaimana dipersalahkan jaksa. Permasalahan yang ada hanya soal kepemilikan (perdata) saja,” tutur penasihat hukum Peter Sidharta, Yayat Surya Purnadi di Jakarta, Selasa (9/6/2020). nen

Tinggalkan Balasan