JAKARTA, HR – Sebagai tindak lanjut pemberitaan Surat Kabar Harapan Rakyat dan www.harapanrakyat.online.com, dimana ada proyek yang sedang dikerjakan di area jalan nasional yakni Jalan Raya Cakung-Cilincing, Jakarta Timur, namun tidak diketahui siapa pemborong atau perusahaan pelaksananya.
Menurut warga di sekitar lokasi proyek saat ditemui HR, menjelaskan, bahwa proyek tersebut merupakan proyek pusat (Kemen PUPR), karena Jalan Cakung-Cilincing merupakan golongan Jalan Nasional.
Hal yang sama juga disampaikan warga pemilik warung kopi di sekitar proyek itu, mengeluhkan time schedule pekerjaan proyek tersebut.
“Kita tidak tahu siapa kontraktornya. Pekerjaannya tidak rapi dan acak-acakan, tidak professional. Lihat saja, gali di sini, lalu gali di titik lain. Cara penggaliannya tidak terjadwal. Bahkan, hasil galian untuk kabel dan tiang listrik juga dibiarkan berantakan, dan timbunan lumpur tersebut sangat membahayakan pengguna jalan dan warga sekitar, terlebih anak-anak,” ujar pedagang kopi itu.
Pantauan HR di lokasi proyek Jalan Nasional, Jl. Cakung –Cilincing, Jakarta Timur, dimana tidak ditemukan adanya, “plang papan proyek”, atau sama sekali tidak terpasang. Padahal, papan proyek ini adalah sebagai kewajiban dipasang oleh pemborong, dan mengingat di papan tersebut terdapat informasi sumber dana, jenis pekerjaan, dan lamanya waktu pekerjaan yang bersumber dana APBN atau APBD, dan public pun wajib mengetahuinya sesuai amanah UU No 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
Namun karena tidak adanya “plang papan proyek”, maka disebut “proyek siluman”, yang kemungkinan pemilik atau pengguna anggaran proyek ini adalah Kementerian PUPR dibawa Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional VI (DKI, Jawa Barat dan Banten), yang mana masuk tupoksi Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Metropolitan I Jakarta.
Sebelumnya, (23/03-17), Ketua Lembaga Pemantau Aparatur Negara (Lapan), Gintar Hasugian menjelaskan, tidak terpasangnya “plang papan proyek” di sebuah proyek, maka masyarakat tidak bisa turut mengontrol dalam pembangunan tersebut, sehingga hal itu patut dipertanyakan ke Kementerian PU.
Padahal, sekecil apapun proyek yang dikerjakan, apalagi ini sudah jelas biaya besar puluhan miliar rupiah, harus memasang papan nama proyek. “Tidak adanya papan proyek, jelas-jelas praktik seperti ini rawan korupsi. Ini mestinya harus jadi perhatian serius dari aparat terkait untuk mengusutnya,” ujarnya.
Ditambahkan Gintar, dengan tidak adanya papan proyek, seperti proyek di Jalan Cakung-Cilincing, agar diusut oleh yang berwenang termasuk pengawasan internal seperti Irjen PU.
Tender Dikondisikan?
Seperti diketahui, bahwa proyek di Jalan Nasional Jl Cakung-Cilincing yang selama ini adalah tupoksi dibawa Satker PJN Metropolitan Jakarta, maka sudah jelas yang menender paket proyek pelebaran Jalan Cakung-Cilincing itu adalah Satker PJN Metropolitan Satu Jakarta tahun anggaran 2017 yang bersumber dari APBN Kementerian PUPR.
Dan hasilnya, sesuai yang tayang aplikasi pengadaan Kementerian PUPR, bahwa paket pelebaran Jalan Cakung-Cilincing terdapat nilai Harga Perkiraan Sendiri (HPS) Rp 25.000.000.000 dan pemenangnya adalah perusahaan PT Vanca Utama Perkasa (PT VUP) dengan penawaran Rp 19.639.413.000.
Sebagai syarat-syarat lelang, salah satunya adalah untuk Sertifikat Badan Usaha (SBU) yakni kode S1003-Jasa Pelaksana Untuk Konstruksi Jalan Raya (kecuali Jalan layang), jalan, rel kereta api, dan landas pacu bandara) yang harus memenuhi kemampuan dasar (KD).
Dan diduga, Kemampuan Dasar (KD) perusahaan pemenang PT VUP tidak mencukupi atau pengalaman sejenis untuk kode S1003, dan perolehan KD PT VUP hanya tercatat senilai Rp 13.151.000.000 (3NPt) yang diperoleh tahun 2015 dari Dinas PU Kabupaten Belitung pada paket Pemeliharaan Berkala Jalan Pilang-Juru Sebrang (DAK+APBD) Kecamatan Tanjungpadang dengan nilai Rp 4.383.649.000 sebagai pengalaman sejenis.
Hal itu tercover detail di LPJK Net, dan berdasarkan Peraturan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Nasional No. 10/2013 pasal 13 (3), bahwa dalam hal ditemukan perbedaan data, antara data yang tertuang pada SBU dengan data yang tertayang pada situs LPJK Nasional (www.lpjk.net), maka dinyatakan benar adalah data yang tertayang pada situs LPJK Nasional (www.lpjk.net).
Bahkan pemenang (PT VUP) pada paket Pelebaran Jalan Cakung – Cilincing dengan penawaran Rp 19.639.413.000 (termasuk PPN 10 persen) atau 78,5 persen, tergolong penawaran yang “tidak wajar”, karena di bawah 80% dari HPS.
Dan pihak Pokja PJN I Metropolitan Jakarta diduga tidak melakukan evaluasi kewajaran harga sehingga tidak sesuai Permen PUPR No. 31/PRT/M/2015 pasal 6c (2) atas perubahan Permen PU No. 14/PRT/M/2013 dan Permen PU No. 7/PRT/M/2011 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi dan Perpres 54/2010 dan Perubahannya Perpres 70/2012 dan Perpres 4/2015.
Surat Kabar Harapan Rakyat telah mempertanyakan dengan mengajukan surat konfirmasi dan klarifikasi kepada Kepala Satuan Kerja SNVT Pelaksanaan Jalan Nasional Metropolitan I Jakarta dengan No. 009/HR/II/2017 tanggal 13 Februari 2017, namun sampai saat ini belum ada tanggapan.
Tidak Dievaluasi?
Ketua Umum Lembaga Pemantau Aparatur Negara (Lapan), Gintar Hasugian, mempertanyakan proses pelelangan yang dimenangkan oleh VUP, dengan kurangnya kemampuan dasar (KD) dan termasuk harga kewajaran, agar diusut tuntas.
“Pemberlakuan penetapan pemenang yang kurang kemampuan dasar atau pengalaman sejenis itu sering kali diamini oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), PPK atau Pokjanya. Tujuan dari pengaminan itu, dipastikan untuk memback up rekanan/kontraktor/perusahaan binaan Satker tersebut,” ujar Gintar.
“Ini menandakan bahwa tidak adanya evaluasi atau klarifikasi tentang kewajaran harga sampai menawar dibawah 80 persen, dan apakah penyedia konstruksi itu dalam mengerjakan proyek tidak menghitung keuntungannya sebesar 15 persen?” ujar Gintar.
Sebenarnya, soal ada untung atau rugi sudah diatur sedemikain rupa. Namun persoalannya, apakah dilakukan evaluasi kewajaran harga? Kalau pun dilakukan, tentu diduga ketahuan item-item yang dikerjakan oleh penyedia dalam analisa harga satuan (ANS), misalnya yang konkrit dari upah/UMR atau material, yang mana harus ada pembenar atau bukti dilapangan lokasi proyek. Namun, bila keadaan sesugguhnya lebih tinggi, maka akan berpotensi kerugian.
Gintar menambahkan, bila dilakukan klarifikasi kewajaran harga, dan apabila total harga penawaran yang diusulkan lebih kecil dari hasil evaluasi, maka harga penawaran dinyatakan tidak wajar dan gugur harga.
Lebih lanjut, ungkap Gintar, apabila kontraktor pemenang bersedia, maka harus menaikkan jaminan pelaksana menjadi 5 persen dari nilai total HPS.
“Dengan demikian, apakah kewajaran harga itu dievaluasi atau dibiarkan?” kata Gintar, dengan menganalisa tidak adanya klarifikasi kewajaran harga oleh Satker Pokja, sehingga adanya membiaran pemenang yang menawar dibawah 80 persen dari HPS. tim
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});