JAKARTA, HR – Puluhan warga mengatasnamakan Aliansi Masyarakat Jalan Menceng Raya (Almas Jamenra) mendatangi kantor Kelurahan Tegal Alur, Kalideres, Jakarta Barat, Rabu (30/3).
Warga Menceng Raya, Jakbar berdemo akibat penggusuran tanpa relokasi. |
Kedatangan puluhan warga tersebut menuntut ganti rugi atas hak tanah dan bangunan miliknya yang akan terkena dampak penggusuran pelebaran Jalan Menceng Raya oleh Pemprov DKI Jakarta bersama PT Sarana Jaya, dalam waktu dekat ini.
Aksi demo warga Menceng Raya tersebut dikawal ketat oleh aparat keamanan Polisi dan TNI dan Satpol PP Kecamatan Kalideres dan Kelurahan Pegadungan.
Abdul Bar, kordinator aksi demo tersebut kepada wartawan menjelaskan, kedatangan mereka menuntut ganti rugi atau kompensasi dari rencana pengusuran yang akan dilakukan.
Menurutnya, dengan adanya rencana penggusuran yang belum diketahui pastinya kapan akan digusur, warga semua merasa cemas dan resah.
“Bagaimana kami tidak resah, sementara ganti rugi atau kompensasinya kepada warga yang terkena pembongkaran tersebut belum jelas,” katanya.
Ia membandingkan dengan Kalijodo. “Kalijodo saja yang dibongkar warganya dapat rumah susun, nah kami warga Menceng asli masa tidak diperlakukan dengan adil,” sambung Abdul Bar.
Dikatakan Abdul Bar, semua warga Menceng sangat mendukung program pemerintah dalam pembangunan, apalagi pelebaran jalan. Warga juga sangat senang kalau jalan dicor bagus lebar, tapi harus diperhatikan betul nasib warga yang terkena pembongkaran tersebut.
Sementara itu Lurah Tegal Alur A Mawardi, SH kepada wartawan mengatakan, kegiatan yang akan dilakukan oleh pemprov dan pemkot semangatnya adalah penyelamatan aset yang akan digunakan untuk pelebaran jalan.
Untuk kepastian pelaksanaan penertiban atau penggusuran pihak kelurahan masih menunggu hasil rapat dari tingkat kota.
“Kami hanya sebagai pelaksana, yang pasti kami sudah melakukan sosialisasi melakukan SP 1, tanggal 29 Maret, SP2 rencananya nanti tanggal 5 April, SP3 tanggal 8 dan SPB tanggal 9,” katanya.
Ada sekitar 192 bangunan yang akan ditertibkan mencakupi 2 RW lebarnya 24 meter panjang jalan 1,5 kilometer.
Menurutnya, pelaksanaan penertiban sudah pasti berjalan karena sudah ada protapnya, cuma sekarang protap itu sedikit sudah mundur.
“Namun yang pasti kami masih menunggu keputusan hasil rapat dari tingkat kota dan instruksi dari atasan,” ujar Lurah Mawardi.
Warga menilai, penggusuran yang dilakukan Pemprov DKI melalui PT Sarana Jaya telah menciderai Hak Asasi Manusia (HAM), karena pihak penggusur tidak melakukan relokasi kepada warga yang terdampak.
“Pemprov DKI tidak adil. Bagaimana mungkin kami sebagian warga RW 10 yang juga terdampak penggusuran, namun beru menerima SP 1, Jumat (1/4). Apakah SP 1 itu diserahkan kepada segelintir orang saja?” ujar Frily, warga RT 9/RW 10 Kel Tegal Alur, yang rumahnya turut terdampak penggusuran.
Diakui Frily, bahwa warga tidak mengharapkan ganti rugi berupa uang, namun warga ingin Pemprov DKI memberikan keadilan seadil-adilnya kepada warga yang terdampak gusuran di Jalan Menceng Raya.
Frily juga menegaskan bahwa Jalan Menceng Raya yang menjadi sumber kemacetan terletak pada simpang tiga Menceng dan Taman Kencana. Selain itu, sumber kemacetan lainnya adalah banyaknya kendaraan berat yang melintas di jalan tersebut, serta maraknya angkutan umum plat hitam yang beroperasi dengan trayek Cengkareng-Kamal.
“Itulah sumber kemacetan di Menceng Raya,” tegas Frily.
Masih banyak lagi sumber masalah di lahan PT Sarana Jaya itu, seperti fasos- fasum yang dijadikan lahan parkir demi kepentingan oknum, seperti lahan parkir RW 05 dan lahan parkir di Jalan Permata.
“Kesemuanya itu masih milik Pemprov DKI yakni PT Sarana Jaya yang kini dikelola pribadi. Lalu dimana keadilan itu berada? Apakah kami warga kecil dan miskin ini harus selalu menjadi korban kebijakan penguasa?” ujar ‘Teman Ahok’ ini. kornel