SUKABUMI, HR – Pemerintah Kabupaten Sukabumi memastikan pasien positif Covid-19 dalam kondisi baik. Bahkan saat ini menunjukan perkembangan ke arah yang bagus. “alat bantu pernapasan sudah dilepas. Jadi kondisinya sudah membaik,” ujar Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi Harun Alrasyid dalam jumpa pers di Pusat Informasi dan Koordinasi Covid 19, Rabu (25/3/2020).
Pemkab Sukabumi saat ini sedang menelusuri orang-orang yang kontak dengan pasien positif Covid-19 sebelumnya. Hal itu untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19 di Kabupaten Sukabumi. “Akan kita telusuri dan edukasi keluarga pasien yang positif Covid-19. Nanti pun akan ada pemeriksaan,” ucapnya.
Selain itu, Pemkab Sukabumi akan mengupayakan berbagai hal dalam meminimalkan penyebaran Covid-19. Langkah yang akan dilakukan di antaranya pemeriksaan di daerah perbatasan dan deteksi dini dengan menggunakan rapid test. “Di setiap daerah perbatasan Sukabumi dengan Banten, Cianjur, dan Bogor akan kita periksa. Salah satunya dengan penyemprotan disinfektan terhadap kendaraan yang akan masuk ke Kabupaten Sukabumi. Ini untuk mencegah masuknya lalulintas penduduk,” ungkapnya.
Terkait rapid test massal, nanti akan ada mekanismenya sendiri. Namun yang menjadi skala prioritas ialah tenaga kesehatan dan orang yang mobilitasnya tinggi. “Skala prioritasnya ialah orang yang paling banyak kontak,” terangnya.
Terkait jumlah pasien dalam pengawasan (PDP) sejak awal kemunculan kasus hingga saat ini sebanyak 26 orang. Di mana, 14 orang sudah selesai pengawasannya. Sehingga yang masih berstatus PDP sebanyak 12 orang. “Jumlah orang yang selesai pengawasan, statusnya turun menjadi ODP (orang dalam pemantauan). Sehingga jumlah ODP saat ini menjadi 160 orang dan selesai pemantauan sebanyak 30. Jadi jumlah orang yang masih dalam kategori ODP sebanyak 130 orang. Kalau yang positif tetap satu orang,” paparnya.
Terkait identitas diri pasien positif covid 19, dirinya tidak bisa membeberkannya. Pasalnya, sedang dilakukan tahapan penyelidikan epidemiologi. Ketika terpublikasi, akan sulit mendapatkan data dan melakukan tindakan selanjutnya.Selain itu, penyakit ini masuk dalam kategori yang bisa menjust ifikasi. Termasuk bisa menimbulkan stigma dan diskriminasi. “Selain itu, di dalam medis ada hak privasi pasien yang tidak boleh terpublikasi. Itu sesuai dengan Undang Undang kesehatan Nomor 36 tahun 2009, Undang Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang rumah sakit, dan undang-undang kedokteran. Termasuk kode etik dokter,” jelasnya.
Sementara itu, mengenai alat pelindung diri (APD) medis sudah mulai terpenuhi. Meskipun belum maksimal. Namun di luar semua itu, dirinya mengajak semua pihak untuk sama sama meningkatkan rasa optimis dalam menghadapi pandemi Covid-19. Hal itu agar sistem imun dan kekebalan tubuh terus membaik. “Jangan menyampaikan informasi yang menimbulkan kekhawatiran dan kecemasan. Mari kita fokus dalam penanganannya agar imun dan kondisi kekebalan tubuh kita tetap terjaga,” pungkasnya. ida