TANGERANG, HR – Moh Jembar selaku Ketua Umum Aliansi Pembela Hak Rakyat (Aphra), menegaskan, bahwa Pilkada lawan kotak kosong menjadikan suasana lebih tenang sehingga tidak tercipta hubungan yang kurang harmonis di birokrasi Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Tangerang, adalah sangat ngawur dan tidak paham peraturan maupun perundang-undangan.
“Pengamat menyatakan tidak terpecah itu keliru. Sudah jelas aparatur sipil negara dilarang ikut menjadi tim sukses dan foto bareng di media maupun terbuka untuk mendukung salah satu paslon. Dalam UU sudah diatur. Kalau pengamat merasa takut hal itu, berarti ia tidak paham akan aturaan yang sudah ada dalam UU KPU, PKPU maupun UU ASN,” tegas Jembar kepada HR, Sabtu (13/1), di kediamannya.
Dijelaskannya, saat ini demokrasi tidak berjalan sesuai amanah partai politik. Dimana partai politik tidak mampu melahirkan kader-kader terbaik untuk mencalonkan dalam pemilihan kepala daerah. Jembar menyebut ini sinyal matinya demokrasi di tanah air.
“Kalau seorang pengamat takut perpecahan di ASN akibat Pilkada, itu ngawur,” ungkap Jembar.
Ia menilai tidak tampilnya para kader partai lain dalam perhelatan Pilkada merupakan gagalnya partai politik mengusung demokrasi.
Dalam pandangan Moh Jembar sangat kentara kepentingan politik dari Parpol yang mengakibatkan hancur tatanan demokrasi Indonesia. Maka itu menurutnya perlu revisi undang-undang pemilihan daerah.
“Perlu batasan calon mendapatkan dukungan partai sehingga tidak terjadi borong Parpol pendukung. Harus dievaluasi peraturan yang ada saat ini,” ujarnya.
Dikatakan Moh Jembar, calon tunggal Pilkada Kabupaten Tangerang akan ada perlawanan dari kotak kosong. Hal ini terjadi karena masyarakat tidak suka dengan adanya borong parpol.
Diterangkannya, bisa juga karena masyarakat kurang puas terhadap paslon yang ikut kontestasi di Kabupaten Tangerang. Bermacam penilaian bisa terjadi di masyarakat Kabupaten Tangerang. linda
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});