Kepala Kejaksaan Negeri Muara Enim, Adhyaksa Darma Yuliano, SH, MH didampingi Kasi Pidsus, Ady Wira Bakti, SH dan Kasi Intel, Erik Eriyadi, SH saat konferensi pers |
MUARA ENIM, HR – Kejaksaan Negeri Muara Enim kembali menetapkan dua tersangka baru dalam kasus korupsi bantuan sosial teknologi, informasi dan teknologi pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan senilai Rp. 3,348 Milyar. Dua orang tersangka tersebut yakni HH yang sudah pensiun dari pegawai negeri sipil (PNS), yang pernah menjabat sebagai Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Muara Enim, dan M yang menjabat Kasi Pembinaan Bidang Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Muara Enim.
Kepala Kejaksaan Negeri Muara Enim, Adhyaksa Darma Yuliano, SH, MH didampingi Kasi Pidsus, Ady Wira Bakti, SH dan Kasi Intel, Erik Eriyadi, SH saat konferensi pers di Aula Kejaksaan Negeri Muara Enim, Kamis(20/8) mengatakan, bahwa setelah dilakukan penyidikan dari pengembangan hasil persidangan atas nama tersangka Yasdin Antoni, penyidik akhirnya menyimpulkan ada tindak pidana yang dilakukan kedua tersangka baru itu. “Tim sepakat meningkatkan status penyelidikan menjadi penyidikan. Setelah 2 minggu dilakukan penyidikan awal dan paparan tim penyidik, maka pada pukul 08.00 WIB hari ini (Kamis), kami menyimpulkan ditetapkannya 2 tersangka tersebut menjadi tersangka,”ungkap Adhyaksa.
Dikatakannya, Kedua tersangka dijerat dengan pasal 2 ayat 1 junto pasal 18 UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan UU RI No.31 tahun 1999 junto pasal 55 ayat 1 KUHP. “Kami sudah mengumpulkan lebih dari 2 alat bukti yakni keterangan saksi, keterangan ahli, petunjuk dan alat bukti berupa surat,”terangnya.
Menurut Adhyaksa, HH bertindak selaku Kepala Dinas secara lisan dan berdasarkan keterangan saksi dan alat bukti ada peran yang dilakukan tersangka. “Sudah menyampaikan surat kepada Kantor Imigrasi untuk pencekalan perjalanan kepada tersangka. Minggu depan tersangka akan diperiksa, bila tidak datang akan dilakukan upaya paksa. Sedangkan M menjabat Kasi Pembinaan Bidang Pendidikan Dasar dalam kasus ini bersama-sama sehingga menimbulkan kerugian Negara,”papar Adhyaksa.
Ditambahkannya, dari keterangan Yasdin bahwa ia juga memberi uang tersebut kepada M, namun terhadap HH, Yasdin tidak mengakuinya.”Dari audit BPKP kerugian Negara Rp.666 Juta, aliran dana itu Rp.200 Juta lebih diterima Yasdin berasal Rp.177 juta dari penyedia barang dan Rp. 150 juta dari Kepala Sekolah yang rata-rata diminta menyetor Rp.5 juta,” katanya. ■ ashadi