JAKARTA, HR – Surat Kabar Harapan Rakyat mempertanyakan pada sejumlah paket di lingkungan Satuan Kerja Penyehatan Lingkungan Permukiman (PLP) Berbasis Masyarakat, Ditjen Cipta Karya Kementerian PUPR, dengan surat konfirmasi dan klarifikasi bernomor: 001/HR/I/2017 tangal 16 Januari 2017, namun sampai saat ini belum ditanggapi.
Isi surat itu adalah mempertanyakan lambatnya proses lelang dan adanya perubahan jadwal tahap keempat (4) paket yang dibiaya dengan anggaran Pinjaman Hibah Luar Negeri (PHLN) tahun 2016, yang dikelola oleh PA/KPA Satker Penyehatan Lingkungan Permukiman Berbasis Masyarakat, Ditjen Cipta Karya dengan tujuan pekerjaan tahun jamak.
Keempat paket tersebut, yakni Paket RPMC I Sanimas IDB Region Aceh dan Sumatera Utara dengan kode lelang: 10961064, dan nilai HPS sebesar Rp 24.258.458.000; Paket RPMC II Sanimas IDB Region Sumatera barat, Riau dan Jambi dengan kode lelang: 10962064, HPS Rp 21.026.988.000; Paket RPMC III Sanimas IDB Region Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Bengkulu dan Lampung dengan kode lelang: 10963064, HPS Rp 22.075.122.000; dan Paket RPMC IV, kode lelang: 10964064, HPS Rp 21.379.432.000.
Keempat paket tersebut untuk “Jasa Konsultansi Lingkungan’, dimana proses lelangnya memakan waktu cukup lama atau hampir satu tahun. Dimulai dari pengumuman prakualifikasi, yakni tanggal 3 Februari 2016 hingga saat ini (31 Januari 2017), dan itu pun masih tahap “Klarifikasi dan Negosiasi Teknis dan Biaya”. Artinya, belum tahap Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa yang sedianya sesuai tahap jadwal dilakukan tanggal 6 Februari 2017.
Adanya perubahan-perubahan jadwal tahap lelang pada keempat paket tersebut, yang sebelumnya sudah dijadwalkan “lelang sudah selesai’ pada posisi tanggal 16 Desember 2016 hingga tanggal 20 Desember 2016 sebagai penandatanganan kontrak, namun hasil penetapan pemenang atau perusahaan mana yang menang belum juga ditetapkan. Bahkan hasil penilaian evaluasi untuk ‘skor teknis’ masih nihil atau nol, sedangkan skor kualifikasi sudah ada peniliaan peserta lelang, dengan menggunakan metode dokumen dengan system dua file dan kualitas. “Kualitas”, maksudnya tentu tidak lain adalah bobot teknis peserta lelang hingga menghasilkan penetapan pemenang yang berkualitas.
Namun sayang, ketika (HR) mempertanyakan ke Satker Penyehatan Lingkungan Permukiman (PLP) Berbasis Masyarakat dengan surat konfirmasi tanggal 16 Januari 2017 soal berubah-ubahnya tahap pelelangan pada keempat paket tersebut, yang mana posisi per tanggal 16 Januari 2017 itu masih tahap “Klarifikasi dan Negosiasi Teknis dan Biaya” sampai tanggal 31 Januari 2017.
Karena kemungkinan besar adanya surat konfirmasi HR, pihak Satker Pokja Penyehatan Lingkungan Permukiman Berbasis Masyarakat malah buru-buru menetapkan pemenang dengan posisi tanggal 24 Januari 2017 sebagai penandatangan kontrak.
Pemenang Sudah Ditetapkan
Keempat paket yang dimenangkan masing-masing yakni: paket RPMC II Sanimas IDB Region Sumatera Barat, Riau dan Jambi oleh PT Miskat Alam Konsultan dengan penawaran Rp 20.937.163.000; paket RPMC I Sanimas IDB Region Aceh dan Sumatera Utara oleh PT Indomas Mulia dengan penawaran Rp 23.951.618.000; paket RPMC III Sanimas IDB Region Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Bengkulu dan Lampung oleh PT Adhicipta Engineering Consultant dengan penawaran Rp 21.981.997.000; dan paket RPMC IV oleh PT Bina Karya (Persero) dengan penawaran Rp Rp 20.626.251.900.
Akan tetapi, keempat paket masing-masing yang dimenangkan PT Indomas Mulia, PT Bina Karya, PT Adhicipta Enineering Consultan, dan PT Miskat Alam Konsultan, dimana tidak disebutkan, “skor kualitas teknis”. Artinya, posisi sama seperti semula yakni hasil evaluasi teknis tidak ada atau nilai teknisnya disebut nihil/nol, padahal penetapan pemenang telah ditetapkan.
Dan sesuai detail pengumuman lelang yang tercantum pada aplikasi LPSE Kementerian PUPR, bahwa keempat paket untuk yang masuk SBU – Jasa Konsultan Lingkungan /KL401, itu sama sekali belum ada nilai teknis (ambang batas/passing gred) untuk evaluasi penilaian teknis. Padahal nilai teknis ini sangat diutamakan, apalagi lelangnya dengan system kualitas, yang mana pembobotan teknis antara lain: pengalaman perusahaan, pendekatan dan metodologi, kualifikasi tenaga ahli dan lainnya yang berhubungan dengan kualitas dengan jumlah 100 persen, yang kemudian dibagi dengan penawaran harga/biaya, atau untuk teknis 70 dan harga 30. Namun sayangnya, hal itu tidak disebut atau tidak tertera nilai teknis tersebut diumumkan. Apakah kualitas teknis itu sebagai rahasia hingga tidak diumumkan?
Begitu pula nilai atau skor kualifikasi, dimana dari awal pelelangan keempat paket itu tetap tidak berubah, bahkan perusahaan pemenang dengan nilai kualifikasi dibawa 60 dimenangkan, padahal ambang batasnya yang sering dilelang untuk konsultan diberikan nilai skor diatas 60.
Keempat paket untuk skor kualifikasi, yakni di paket RPMC II Sanimas IDB Region Sumatera Barat, Riau dan Jambi, yang mana hasil evaluasi kualifikasi hanya senilai 58,90 dan bahkan termasuk penawaran harga/biaya tertinggi dimenangkan, padahal masih ada beberapa peserta yang cakap skor kualifikasinya sampai skor 88,50; 70,50, dan 64,50; dan juga termasuk penawaran harga terendah, namun dikalahkan.
Hal yang sama pada paket RPMC I Sanimas IDB Region Aceh dan Sumatera Utara yang mana perusahaan pemenang hanya nilai kualifikasi 55,90. Sedangkan peserta yang menawar terendah dikalahkan padahal nilai kualifikasinya tergolong tinggi diatas 60, yakni 82,00; 65,10; 80,50; 88,50.
Dan begitu pula kedua paket lainnya yakni paket RPMC IV yang merupakan nilai kualifikasi tinggi dikalahkan, padahal nilai kualifiaksi perusahaan pemenang hanya 59,80. Sedangkan di paket paket RPMC III Sanimas IDB Region Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Bengkulu dan Lampung dengan perusahaan pemenangnya dengan nilai skor kualifikasi 65,10; yang mana hal ini terpenuhi diatas 60, namun peserta lainnya yang kalah juga berada diatas 65,10 yakni 80,50 dan 88,50.
Diawasi Aparat Terkait
Menanggapi hal itu, Ketua Umum DPP LSM Lapan (Lembaga Pemantau Aparatur Negara), Gintar Hasugian, menilai, bahwa pelelangan sejumlah paket untuk konsultan itu diduga ada kepentingan kelompok untuk memenangkan perusahaan tertentu.
“Apalagi kemampuan dasarnya tidak mencukupi dari nilai HPS yang dilelang,” kata Gintar kepada HR, (3/2/2017), di Kompleks PUPR Pattimura, Jakarta.
Gintar menambahkan, proses lelang yang berubah-ubah jadwal, bahkan cukup lama sampai hampir setahun, hal itu diduga karena menunggu jagoannya sebagai pemenang, namun mereka (Satker –red) karena disoroti untuk mempertanyakan keempat paket yang mana tahap lelangnya lama, hingga ditetapkan pemenangnya.
“Namun sayang oleh Pokja Satker, apakah lupa atau ada unsure sengaja atau tidak ada sama sekali memutuskan penetapan pemenang, namun tidak memasukkan hasil teknisnya, hingga hal ini sangat dicurigai dan patut ada dugaan permainan antar oknum Satker, PPK dan Pokja dengan perusahaan pemenang,” ujar Gintar, sembari berharap aparat terkait untuk turut mengawasinya, dan bila perlu diperiksa yang berhubungan dengan proses lelang keempat paket itu. tim
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});