KPK Diminta Usut Penggelapan Lahan Hibah di Desa Air Kati

oleh -1.7K views
oleh

REJANG LEBONG, HR – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didesak untuk mengusut dugaan penggelapan hibah lahan seluas lebih kurang lima hektare di Desa Air Kati, Kecamatan Padang Ulak Tanding, Kab Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu.

Lahan hibah eks transmigrasi itu diberikan oleh Kades Air Kati, Budi Hartono kepada Pemkab Rejang Lebong, yang diwakili langsung oleh Bupati Ahmad Hijazi, Agustus 2016 lalu.

Anehnya, tanpa sepengetahuan penghibah, lahan hibah tersebut telah berdiri tiga gedung kantor Pondok Pesantren Al-hijaz. Kontraktor pelaksana pembangunan kantor Ponpes Al Hijaz itu dikerjakan oleh CV Manggala Utama, yang disebut-sebut perusahaan milik anak pejabat Pemkab Rejang Lebong.

Bukan itu saja, keanehan lainnya, pembangunan itu diduga dibayar melalui Dana Alokasi Umum (DAU) 2017 Pemkab Rejang Lebong, sebesar Rp 1.934.000.000. Padahal, Kadis PUPR Kab Rejang Lebong, Yusron, dengan tegas mengatakan, bahwa di lahan itu belum ada berdiri satupun bangunan yang dibiayai oleh DAU maupun APBD.

Pengakuan Kadis PUPR itu jelas bertentangan dengan fakta dilapangan, bahwa realitanya telah berdiri tiga gedung kantor Ponpes Al-Hijaz, dilengkapi dengan papan proyek Dinas PUPR Kab Rejang Lebong. Dan secara logika, tidak mungkin Kadis PUPR tidak mengetahui progress pembangunan yang telah masuk perencanaan SKPD yang dipimpinnya.

Yusron menegaskan kepada HR, bahwa pihaknya mengakui adanya anggaran pembebasan lahan di wilayah itu sebesar Rp 1 miliar dari APBD Kab Rejang Lebong.

“Kami belum tahu kalau (di lokasi) itu sudah ada bangunannya,” ujar Yusron.

Sementara itu, mantan Ketua DPRD Kabupaten Rejang Lebong, Abu, juga mengakui adanya anggaran pembebasan lahan sebesar Rp 1 miliar yang dikucurkan melalui dana APBD Kab Rejang Lebong bertujuan untuk pembayaran ganti rugi lahan di wilayah itu. Namun, Abu tidak mengetahui dana itu diberikan kepada siapa dan siapa yang menerimanya.

“Tapi kami tidak tahu uang tersebut diberikan kepada siapa atau siapa yang menerimanya. Tapi yang jelas, (dana) itu untuk pembebasan lahan,” ungkap Abu.

Abu menambahkan, untuk pembangunan gedung yang sudah selesai tersebut, dananya berasal dari dana Dana Alokasi Umum (DAU).

Timbul pertanyaan, bila Kadis PUPR tidak mengetahui adanya pembangunan di lahan hibah tersebut, lalu siapa yang membuat perencanaan pembangunan itu? Kalaupun benar pembangunan ponpes itu dibiayai oleh DAU, lalu kemana dana pembebasan lahan sebesar Rp 1 miliar itu?

Menurut Budi Hartono selaku penghibah, kini lahan yang dihibahkan tersebut telah dibangun Pondok Pesantren dan telah berdiri tiga gedung. Budi Hartono juga mempertanyakan, atas dasar apa BPN menerbitkan sertipikat lahan hibah tersebut.

Budi Hartono menambahkan, bahwa sampai saat ini belum ada pemberitahuan kepada dirinya selaku Kepala Desa terkait penerbitan sertipikat tersebut.

Bupati Rejang Rebong, Ahmad Hijazi ketika dikonfirmasi HR via ponselnya bernomor 08526836xxxx, dijawab oleh seorang perempuan yang mengaku istrinya. Setelah tidak berhasil dikonfirmasi, akhirnya HR mengkonfirmasi via surat dengan nomor surat: 02/I/HR-pss/2018, dan diterima langsung oleh Rifai yang juga adik ipar Bupati. Ironisnya, Rifai tidak mau menandatangani tanda terima surat tersebut.

Budi Hartono mempertanyakan adanya pembangunan yang sifatnya komersil diatas lahan yang dihibahkan olehnya.

“Kalau BPN sudah menerbitkan sertipikat, atas dasar apa sertipikat tersebut diterbitkan? Kalau atas dasar hibah, surat hibahnya masih ada di tangan saya. Kalau soal ganti rugi (pembebasan), itu mana uangnya? Siapa yang mencairkan dari APBD dan diberikan ke siapa?” tanyanya.

Hingga berita ini diturunkan, Kepala BPN Kab Rejang Lebong belum berhasil dikonfirmasi.

Menyikapi itu, sudah sepatutnya KPK turun langsung dan menyelidiki runtutan peristiwa hukum tersebut, yang berpotensi pada dugaan penyalahgunaan wewenang oknum pejabat Pemkab Rejang Lebong, untuk memperkaya diri sendiri dan kelompoknya.

Warga Rejang Lebong sangat mengharapkan KPK datang ke Kabupaten tersebut, dugaan kesewenangan oknum pejabat Pemkab dapat dihentikan, karena dinilai sangat merugikan warga dan negara. redaksi

Tinggalkan Balasan