JAKARTA, HR – Kementerian Perindustrian memprioritaskan pengembangan industri yang berorientasikan ekspor guna memacu pertumbuhan ekonomi nasional. Untuk itu diperlukan langkah strategis agar sektor manufaktur tersebut dapat meningkatkan produktivitas dan daya saingnya di kancah global.
“Sektor manufaktur masih menjadi andalan ekspor kita. Jadi, Kemenperin ini seperti pemain tengah yang mengirimkan bola ke Kementerian Perdagangan. Tinggal Kemendag yang memasarkannya melalui Indonesia Trade Promotion Center (ITPC) dan Atase Perdagangannya,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto pada Rapat Kerja Kementerian Perdagangan 2018 di Jakarta, Kamis (1/2).
Berdasarkan catatan Kemenperin, industri pengolahan mencatatkan nilai ekspor sepanjang Januari-Desember 2017 sebesar USD125 miliar. Angka tersebut memberikan kontribusi tertinggi hingga 76 persen, dari total nilai ekspor Indonesia yang mencapai USD168,73 miliar.
Menperin menyampaikan, lima sektor yang berkontribusi tinggi terhadap ekspor industri tahun lalu, yaitu industri makanan, industri bahan kimia dan produk dari bahan kimia, industri logam dasar, industri karet dan bahan dari karet dan plastik, serta industri pakaian jadi.
“Ke depan, kita pacu daya saing di sektor lain seperti industri otomotif dan elektronik, yang juga akan menjadi driver ekonomi,” ujarnya. Sektor ini dinilai mampu menghasilkan nilai tambah tinggi sehingga layak dikembangkan. Selain itu, telah menerapkan teknologi revolusi industri keempat.
“Ini yang akan juga menjadi proyek percontohan atau lighthouse yang sektornya punya nilai tambah tinggi dan ekspornya besar. Apalagi, mereka telah mengimplementasikan Industry 4.0,” tutur Airlangga. Selanjutnya, Kemenperin tetap fokus memperluas pasar ekspor untuk industri kecil dan menengah (IKM) melalui program e-Smart IKM dengan melibatkan beberapa marketplace dalam negeri.
Menperin menambahkan, pihaknya bersama pemangku kepentingan terkait akan terus mendorong peningkatan ekspor produk industri nasional melalui perjanjian kerja sama internasional dan perbaikan regulasi. “Saat ini, Indonesia berkontribusi 2,5 persen pada pertumbuhan global, paling tinggi di ASEAN dan nomor lima di dunia,” ungkapnya.
Guna mendukung peningkatkan produktivitas dan daya saing industri, menurut Airlangga, Kemenperin telah meluncurkan program pendidikan vokasi yang link and match antara Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dengan industri di beberapa wilayah di Indonesia. Upaya ini untuk menciptakan tenaga kerja yang kompeten sesuai kebutuhan dunia industri.
“Kami berupaya memperbaiki kurikulum dan pelatihan di SMK-SMK di Indonesia. Selain itu, kami akan mendatangkan para tenaga ahli yang kompeten dari berbagai industri guna menambah jumlah guru produktif,” paparnya.
Setelah upaya tersebut dijalankan secara masif, tahap berikutnya adalah menyiapkan para calon pekerja industri untuk siap masuk ke era ekonomi digital. “Kami sebutnya internet of everything karena semua basisnya adalah internet,” lanjut Airlangga.
Oleh karena itu, ada tiga hal yang mutlak dipelajari dan dikuasai oleh generasi milineal Indonesia agar dapat bersaing di ‘Zaman Now’, yakni Bahasa Inggris, Statistik, dan Koding. “Dengan diwajibkannya tiga mata pelajaran tersebut, Indonesia siap masuk ke Industry 4.0,” tegas Menperin.
Pacu Industri Mainan
Kementerian Perindustrian mendorong industri mainan PT Mattel Indonesia agar bisa menguasai pasar dunia hingga 80 persen, di mana saat ini telah mampu memasok kebutuhan konsumennya secara global sebesar 60 persen. Untuk mencapai sasaran itu, diperlukan pemanfaatan teknologi terkini dalam upaya meningkatkan produksi sekaligus menerapkan sistem revolusi industri keempat.
“Mattel Indonesia bisa menjadi percontohan di industri mainan dalam negeri yang sudah melaksanakan teknologi Industry 4.0. Ternyata mereka tetap menyerap banyak pekerja,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di Jakarta, Kamis (1/2).
Menurut Menperin, industri mainan bisa menjadi pelengkap dari sektor manufaktur lainnya yang telah menerapkan teknologi Industry 4.0. ”Hari ini sudah ada industri makanan dan minuman, otomotif, dan mainan. Berikutnya akan kami dorong industri elektronik, serta petrokimia dan semen,” tuturnya.
Menperin menambahkan, Indonesia merupakan bagian penting terhadap rantai pasok global Mattel dengan fasilitas manufaktur boneka fashion terbesar di dunia. “Mattel mengungkapkan peluang mereka untuk berinvestasi lebih lanjut dengan menghubungkan produksi merek Barbie dan Hot Wheels yang akan menjadikan produksi Indonesia menjadi lebih berdaya saing,” jelasnya.
Menperin pun meyakini, Indonesia bisa unggul dalam penerapan Industry 4.0 karena memiliki pasar yang besar. “Apalagi dengan banyaknya pengguna smartphone di dalam negeri, serta perkembangan e-commerce kita yang semakin maju,” tegasnya.
Dirjen Industri Kimia, Tekstil dan Aneka (IKTA) Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono menyampaikan, PT Mattel Indonesia akan memperkuat strategi produksinya melalui konsep Industry 4.0. “Mattel juga menyampaikan strategi perusahaan untuk dua bulan ke depan kepada Bapak Menperin,” tuturnya.
Sigit menyampaikan hal tersebut seusai mendampingi Menperin menerima Kepala Manufaktur Global Mattel Indonesia Mike Eilola dan direksi di Kantor Kemenperin, beberapa waktu lalu. Dalam pertemuan tersebut juga dibahas mengenai potensi pasar di Indonesia.
Insentif mendorong inovasi
Pada kesempatan berbeda, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyampaikan, untuk mendorong industri agar terus melakukan inovasi, salah satu langkah strategisnya adalah memberikan insentif fiskal. Instrumen fiskal ini menjadi penting dilakukan karena bisa menarik investasi dalam kegiatan penelitian dan pengembangan di sektor industri.
“Indonesia baru bisa masuk ke dalam inovasi kalau punya kemampuan penelitian dan pengembangan, dan penelitian dan pengembangan tidak bisa hanya mengandalkan kepada anggaran negara, tetapi kepada perusahaan. Perusahaan-perusahaan itu kita dorong melalui pemberian tax allowance tadi,” jelasnya.
Menperin mengatakan, pihaknya telah mengajukan usulan kepada Kementerian Keuangan untuk membahas skema pemberian tax allowance sebesar 300 persen untuk perusahaan yang membangun fasilitas penelitian dan pengembangan di Tanah Air, di mana hal ini sudah dilakukan di beberapa Negara seperti Thailand.
“Arahan Bapak Presiden, bahwa kita cukup mengacu dengan negara-negara lain. Kami sudah beracuan dengan Thailand dalam hal ini, harapannya bisa disetujui Kemenkeu,” ujarnya. Apabila skema ini dijalankan, Airlangga optimistis, investasi yang masuk ke Indonesia untuk riset di sektor industri akan meningkat.
Menperin juga menegaskan, agar insentif fiskal yang ada bisa dimanfaatkan oleh para pelaku industri, perlu penyederhanaan beleid tersebut. “Saat ini revisi aturan tax allowance dan tax holiday tengah dibahas di tingkat menteri,” ungkapnya.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin, Ngakan Timur Antara mensimulasikan rencana pemberian insentif pajak tersebut. Misalnya sebuah perusahaan membangun penelitian dan pengembangannya di Indonesia dengan nilai investasi Rp1 miliar, maka pemerintah akan memberikan potongan Pajak Penghasilan hingga Rp300 miliar kepada perusahaan tersebut.
“Jadi bentuknya pemotongan pajak, tidak berupa uang,” jelasnya. kornel