HPS Pengadaan di PIP Makassar Diduga Mark Up

oleh -20 Dilihat
oleh
MAKASSAR, HR – Proses lelang paket Pengadaan Lemari dengan kode lelang (40427114) dilingkungan Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Makassar, Kementerian Perhubungan yang bersumber dana BLU-2017 berpotensi bermasalah karena memenangkan perusahaan yang diduga didukung berafiliasi dan HPS di mark up.
Menhub RI, Budi Karya Sumadi
Harga Perkiraan Sendiri (HPS) senilai Rp 5.263.130.400, dimenangkan oleh PT Elite Permai Metal Works dengan nilai penawaran Rp 2.894.799.600 atau 55 persen, beralamat di Jalan Kapuk Raya No 44 A Jakarta Utara. Walaupun penawaran sampai 55 persen itu dan nyata-nyatanya sangat menggiurkan, karena sejak awal proses paket lemari ini tarik ulur dan ada kepentingan sepihak dalam menentukan nilai HPS, yang tujuannya diduga memperkaya diri sendiri.
Dengan adanya HPS yang tidak menentu itu, hingga sejumlah peserta bahkan sampai menawar 39 persen, dan inilah kebobrokan Satuan Kerja Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Makassar dalam hal menentukan HPS yang diduga me-mark up nilai HPS.
Peserta yang mendaftar paket pengadaan lemari yang dimulai pengumuman pascakulikasi tanggal 21 Juli 2017 – 27 Juli 2017 itu, diikuti sekitar 170 badan usaha dan yang memasukkan penawaran harga hanya 20 peserta.
Namun diantar 20 peserta itu, ada sekitar 4 peserta yang menawar 30 persen-yang merupakan penawaran terendah. Dan pemenang PT Elite Permai Metal Woks (PT EPMW) pun juga termasuk menawar terendah yakni 55 persen.
HPS dalam dokumen lelang diduga sesuai prinsip Perpers No 54/2010. Akibat dari kelalaian tersebut, maka HPS yang ditetapkan dalam dokumen lelang sangat tidak wajar, jauh dari perkiraan harga pasar. Diperkirakan HPS yang ditetapkan di dukumen lelang 3 kali lipat dari harga pasar yang wajar, sehingga hal ini diduga berpotensi merugikan negara.
Satker PIP Makassar melalui Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), diduga tidak cakap menyusun Harga Perkiraan Sendiri (HPS), padahal sesuai dengan Pasal 66 Perpres No 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah secara rinci dan detail menegaskan fungsi HPS dalam proses pengadaan serta persyaratannya. Sesuai dengan pasal 66 ayat (7) penyusunan HPS didasarkan salah satunya adalah harga pasar setempat yang didapat dari beberapa sumber informasi, Standar harga satuan yang dikeluarkan Pemerintah Daerah/Lembaga tidak dapat dijadikan dasar dalam penyusunan.
Bahkan diduga HPS hanya untuk penyusunan RAB pada saat pengajuan anggaran. ULP dilarang menambah klausul mengenai harga wajar maksimal harus sesuai dengan Standar Harga Kepala Daerah/Lembaga tertentu. Meskipun demikian bilamana standar tersebut sudah dituangkan dalam DPA, maka penetapan HPS dan rinciannya tidak boleh melebihi Standar. Kompetisi antar penyedia diyakini akan menjadi sarana efektif bagi user untuk mendapatkan barang/jasa yang dibutuhkan dengan kualitas optimal sesuai kemampuan dana yang tersedia.
Informasi yang didapat HR dan diketahui, perhitungan HPS pengadaan Lemari yang dibuat oleh panitia lelang PIP Makassar jauh dari kewajaran. HPS untuk paket lemari ini ditetapkan sebesar Rp 5.263.130.400, sedangkan dalam dokumen lelang unit lemari sebanyak 354 unit, dan berdasarkan harga per unit dapat dihitung sebesar Rp. 14.867.600.
Padahal, perhitungan HPS yang kuat berdasarkan referensi peraturan diatas, dengan hasil harga per unit dengan kewajaran adalah berkisar antara Rp 5.000.000 hingga 5.500.000/unit. Lalu bila benar hal ini, maka sangat besar mark up yang terjadi.
Dukungan PT EPMW Tidak Sesuai Dokumen?
Dalam evaluasi dari sembilan peserta yang memasukkan penawaran harga, dimana BAHP perusahaan yang lulus dalam kegiatan pembuktian kualifikasi ada tiga yakni, PT Dafa Eratama Andalas, PT Gorga Mitra Bangunan dan PT Elite Permai Metal Works yang kemudian sebagai pemenang.
Berita Acara Hasil Pemeriksaan (BAHP) oleh pemenang PT EPMW diduga tidak sesuai di dalam dokumen, yakni karena mesin-mesin pengolahan kayu yang diupload oleh pemenang adalah diduga milik perusahaan lain.
Berdasarkan bukti-bukti yang kami peroleh, sebut penyanggah peserta PT Gorga Mitra Bangunan, “bahwa mesin-mesin pengolahan kayu yang diupload oleh PT Elite Permai Metal Work adalah milik PT Novindo Putratama Jaya. Dan selain itu, bila dihubungkan dengan profil perusahaan, dimana PT EPMW adalah perusahaan yang bergerak di bidang produksi furniture kantor dari bahan metal,” kata Direktur, sekaligus pemilik PT Gorga Mitra Bangunan, Eni Komalasari SSos MSi, kepada HR, di Jakarta, sembari menegaskan adanya milik orang lain atau perusahaan lain yang diupload oleh perusahaan pemenang tidak mencerminkan proses yang transparan dan hal ini harus diusut tuntas.
Pernyataan lulus untuk PT EPMW dari segi pembuktian kualifikasi, adalah tidak benar adanya. Informasi dari masyarakat bahwa PT EPMW tidak memiliki mesin-mesin pengolahan kayu. Mesin-mesin pengolahan kayu yang disertakan oleh PT EPMW dalam dokumen lelang adalah milik PT Novindo Putratama Jaya.
Bahkan informasi yang layak dipercaya dan dapat dibuktikan, bahwa PT Novindo Putratama Jaya adalah perusahaan afiliasi dari PT EPMW, dan peserta PT Centanni Serena Nusantara, yang telah dinyatakan gugur oleh panitia, dengan catatan bahwa PT Novindo Putratama Jaya tidak memiliki mesin-mesin pengolah bahan sheet metal.
Bahkan hal itu lebih jelasnya, yakni sesuai sanggahan oleh PT Gorga Mitra Bangunan yang dijawab oleh Pokja dan berdasarkan klarifikasi Pokja terhadap peserta PT Centanni Serena Nusantara dengan Nomor: PL.102/POKJA/224.C./PIP,MKS-2017 Tanggal 12 Agustus 2017 yang menjelaskan, bahwa PT Novindo Putratama Jaya TIDAK memiliki Mesin-mesin pengelohan bahan wood maupun sheet metal pada alamat Jalan Kapuk Kamal Raya No 32 Jakarta Utara, sebagai perusahan pabrikan yang memberi dukungan kepada peserta PT Centanni Serena Nusantara dan CV Citra karya Mandiri.
Klarifikasi juga dilakukan pada pemenang PT EPMW yang beralamat di Jalan Kapuk Raya No 44A Jakarta, yang artinya walaupun Pokja menyangkal atau tidak benar pemenang PT Elite tidak didukung PT Novindo, namun dari alamat kedua perusahaan PT EPMW dengan PT Novindo adalah berdekatan dan diduga informasi yang di dapat HR, bahwa kabarnya selain berafiliasi juga kedua perusahaan itu adalah saudara kakak beradik.
Dan anehnya oleh Pokja, sesuai alamat pada dokumen penawaran dan berdasarkan hasil klarifikasi yang dilakukan ULP Pokja pada alamat tersebut (Jalan Kapuk Kamal Raya No 32) terdapat mesin pengolahan bahan metal dan mesin pengolahan bahan wood serta alat pengecatan sistem powder coating pada alamat sebagai tertuang dalam dokumen penawaran PT EPMW. Sedangkan peserta PT Centanni Serena Nusantara yang didukung oleh PT Novindo, oleh Pokja menyatakan tidak memiliki mesin-mesin pengelohan bahan wood maupun sheet metal pada alamat Jalan Kapuk Kamal Raya No 32. Lalu, mana yang benar?
Selanjutnya bahwa PT. Dafa Eratama Andalas juga tidak layak lulus kualifikasi karena menurut informasi yang layak dipercaya bahwa perusahaan tersebut tidak memiliki mesin-mesin pengolahan yang sesuai dengan dokumen lelang.
Mala menambahkan, persyaratan untuk dapat mengikuti lelang ini adalah perusahaan yang memiliki SIUP Perdagangan. Pemenang PT. EPMW adalah perusahaan yang bergerak di bidang Produksi furniture kantor dari bahan metal. Artinya, lanjut Mala, perusahaan tersebut adalah pabrikan furniture kantor bahan metal (bukan kayu) dan juga perusahaan pabrikan (bukan perdagangan).
“Jika perusahaan tersebut dimenangkan, tentu sangat bertolak belakang dengan kondisi sebenarnya,” ujar Mala kepada HR.
“PT EPMW seharusnya sudah gugur pada evaluasi teknis, dan hal itu sesuai dalam persyaratan tehnis,” ujar Mala, sembari menambahkan bahwa peserta harus memiliki dukungan dari pabrikan yang memiliki izin-izin resmi, memiliki mesin baik metal maupun kayu, memiliki ISO dan memberi jaminan purna jual (lebih lengkapnya lihat syarat tehnis di dokumen lelang).
Begitu pula, dalam dokumen lelang ditetapkan pada persyaratan kualifikasi bahwa peserta harus peserta berbadan usaha yang memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) Kualifikasi Kecil dan Non Kecil, dengan klasifikasi Perdagangan Barang dan Jasa Sub Bidang Meubelair/Furniture, yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang dan masih berlaku.
PT EPMW adalah perusahaan yang bergerak di bidang Produksi furniture kantor dari bahan metal. Dalam lelang ini jelas dapat dilihat hubungan antara persyaratan yang satu dengan persyaratan lainnya. Jika dihubungkan persyaratan yang ada di dokumen lelang ini adalah bahwa lelang ini mengarah ke peserta yang memiliki SIUP perdagangan yang didukung oleh pabrikan yang memiliki ijin industry secara resmi, memiliki mesin-mesin yang lengkap baik mesin-mesin pengolahan metal dan mesin-mesin pengolahan kayu.
Pabrik yang mendukung peserta yang diminta sebagai peserta dalam lelang ini juga harus dapat menunjukkan merek, jenis dan type lemari dalam brosur yang dimiliki oleh pabrikan tersebut, dan juga menjamin purna jual lemari dimaksud.
Dalam kasus ini PT EPMW adalah perusahaan yang bergerak di bidang produksi furniture kantor dari bahan metal, dan maju sebagai peserta. Selanjutnya yang menjadi pertanyaan pabrik mana yang mendukung PT EPMW?
“Jika PT Elite Permai Metal Works misalnya didukung oleh pabrik milik PT EPMW, jelas sudah bertentangan dengan persyaratan yang ada di dokumen lelang. PT Elite Permai Metal Works mendukung diri sendiri sekalipun juga tidak memenuhi syarat, apabila benar adanya bahwa PT Elite Permai Metal Works adalah pabrikan furniture bahan metal, lantas dari mana dukungan mesin-mesin pengolahan kayunya?” ujar Mala.
Bagimana mungkin, PT EPMW selaku pabrikan furniture kantor dari bahan metal bisa lulus syarat tehnis. Dan anehnya, masa perusahaan pabrikan mendukung diri sendiri? Sehingga hal ini tidak sesuai dalam syarat lelang.
Salah satu contoh di dalam syarat yang dibuat oleh ULP Pokja yakni Pabrikan sebagai perusahaan pemberi dukungan diwajibkan melampirkan surat dukungan, dan ini jelas kalau perusahaan pabrikan ikut tender jelas harus wajib ada surat dukungan.
Hal ini diduga PT EPMW sebagai memberi dukungan diduga tidak ada surat dukungan, dan alasan oleh Pokja/Panitia karena perusahaan pemenang tidak perlu ada surat dukungan karena mereka juga pabrikan dukungan, sehingga hal ini jelas bertolak belakang, dan masa pabrikan PT EPMW mendukung diri sendiri, hal ini tidak masuk akal.
Hal lainnya, kata Mala, BAHP yang diupload menurutnya masih perlu disempurnakan, dimana BAHP tersebut tidak tertera tanggal pembuatan dan nama-nama pejabat yang membuat dan menandatangani. tim


(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.