JAKARTA, HR – Sebagai tindak lanjut pemberitaan surat kabar dan www.harapanrakyatonline.com sebelumnya, bahwa sepuluh paket yang ditenderkan oleh Ditjen Penyediaan Perumahan untuk Tahun Tunggal dan Tahun Jamak yang sudah dilaksanakan APBN Tahun Anggaran 2016, diduga hasil monopoli yang dimenangkan perusahaan plat merah.
Berdasarkan aplikasi LPSE Kementerian PUPR, adalah PT Brantas Abipraya (Persero) memenangkan 10 paket pekerjaan. Anehnya, kesepuluh paket itu hanya diperoleh dari satu Direktorat Jenderal yakni Ditjen Penyediaan Perumahan. Karena itu, ada dugaan bahwa proses pemenangan itu terjadi adanya persekengkolan, sehingga Satker/Pokja/Dirjen pun rela menabrak UU RI No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Parahnya lagi, kesepuluh paket itu dimenangkan dalam keadaan waktu yang bersamaan selama tahun anggaran 2016.
Timbul kecurigaan, PT Brantas Abipraya memenangkan 10 paket di saat waktu yang bersamaan, berpotensi ditemukan kesamaan dokumen diantara beberapa paket yang dimenangkan.
Bahkan, salah satu contoh ketika PT Brantas Abipraya mengikuti lelang yang dimenangkan perusahaan lain, dimana peserta perusahan plat merah ini dinyatakan gugur dengan alasan, “Gugur karena memiliki tenaga ahli dan peralatan yang sama”. Lalu pertanyaannya, apakah dari kesepuluh paket yang dimenangkan oleh PT Brantas Abipraya di Ditjen Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR juga memakai tenaga ahli dan peralatan yang sama? Sebab, di paket lain yang diikuti PT Brantas Abipraya, BUMN tersebut digugurkan dengan alasan bahwa BUMN itu telah memakai peralatan yang sama. Bila di paket lain saja PT Brantas Abipraya digugurkan, lalu bagaimana pada kesepuluh paket yang dimenangkan BUMN itu di lingkungan Ditjen Penyediaan Perumahan?
Sangat wajar bila timbul dugaan adanya overlapping dokumen PT Brantas Abipraya pada kesepuluh paket yang dimenangkan di Ditjen Penyediaan Perumahan Kemen PUPR itu, karena proses lelangnya terlaksana di saat waktu bersamaan. Sebagai regulasinya, bahwa personil dan peralatan yang disertakan dalam dokumen lelang PT Brantas Abipraya hanya dapat digunakan untuk satu penawaran pada 1 (satu) paket pekerjaan yang dilelangkan.
Apabila PT Brantas Abipraya mengikuti beberapa paket pekerjaan, maka personil inti dan peralatan untuk paket pekerjaan lain harus dari personil dan peralatan yang berbeda. Dugaan overlapping dokumen lelang PT Brantas Abipraya untuk mendapatkan 10 paket di Ditjen Penyediaan Perumahan, jelas sangat bertentangan dengan regulasi yang telah ditetapkan Kementerian PUPR, yakni melanggar Perpres No 54/2010 dan perubahannya Perpres No 70/2012 dan Perpres 4/2015, dan juga melanggar Permen PUPR No 31/PRT/M/2015 pasal 6d (3) tentang Standard dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi.
Perlu diketahui, PT Brantas Abipraya baru diketahui memenangkan sepuluh paket di satu Ditjen di Kemen PUPR, angka itu makin bertambah banyak apabila perusahaan plat merah itu memenangkan paket-paket lainnya di Ditjen-ditjen lainnya di seluruh lembaga negara maupun di tingkat Pemprov/Kota/Kabupaten, dan pada saat waktu bersamaan. PT Brantas Abipraya juga diketahui menang tender di lingkungan Ditjen Sumber Daya Air (SDA) Kemen PUPR, dan Ditjen Bina Marga Kemen PUPR.
Parahnya lagi, penawaran yang diajukan PT Brantas Abipraya pada sepuluh paket di Ditjen Penyediaan Perumahan, tergolong fantastis sampai menembus angka 99,40 persen dari HPS, dan penawaran seperti itu sangat berpotensi menggembosi keuangan negara. Dan hal ini perlu dipertanyakan ke pihak Pokja maupun Satker, yang terkesan tidak ada upaya untuk melakukan penghematan keuangan negara.
SPH kembar?
Dari sepuluh paket tersebut, dua paket diantaranya yakni paket Pembangunan Rumah Susun Kemayoran C2-I dan Paket Pembangunan Rumah Susun Kemayoran C2-III dengan nilai HPS yang sama yakni Rp 300 miliar, namun penawaran harga PT Brantas Abipraya pada kedua paket tersebut juga sama, yakni Rp 293.327.000.000, sehingga ada dugaan “dokumen satu bagian” artinya “satu bundel dokumen” dengan dua paket yang berbeda walaupun satu lokasi, bahkan diduga personil dan peralatannya pun satu bagian.
Bahkan, syarat SBU yang diminta oleh Pokja untuk paket Pembangunan Rumah Susun Kemayoran C2-III dan paket Pembangunan Rumah Susun Kemayoran C2-I) untuk SBU terintegrasi kualifikasi besar dengan subklasifikasi Jasa Terintegrasi untuk Konstruksi Bangunan Gedung (TI050), namun sesuai detail di Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK-NET), dimana PT Brantas Abipraya tidak memiliki Jasa Terintegrasi Untuk Konstruksi Bangunan Gedung (TI050), dan yang ada sesuai Ketentuan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.19/PRT/M/2014 tentang perubahaan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 08/PRT/M/2011 tentang Pembagian Subklasifikasi dan Subkualifikasi Usaha Jasa Konstruksi dan Jasa Konsultansi, adalah antara lain: TI501, TI502, TI503, TI504 dan TI505, sedangkan kode TI050 tidak ada, sehingga seharusnya PT Brantas Abipraya seharusnya gugur di kedua paket tersebut.
Begitu pula, salah satu paket yakni paket Pembangunan Rumah Susun Sewa Sulawesi 3 yang dimenangkan PT BA, dimana ULP pokja Ditjen Penyediaan Perumahan meminta persyaratan salah satu untuk SBU yakni SP 008 – Jasa Pekerjaan Pengeboran Sumur Air Tanah Dalam untuk kualifikasi B1, namun PT Brantas Abipraya diduga tidak memiliki kode-SP008 yang dimaksud dan hal itu tidak detail di LPJK Net.
Surat Kabar Harapan Rakyat telah mempertanyakan dengan mengajukan surat konfirmasi dan klarifikasi kepada Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR, Syarif Burhanuddin pada tanggal 5 Desember 2016 dengan surat Nomor: 060/HR/XII/2016. Namun sampai saat ini belum ada tanggapan dari Dirjen atau yang mewakilinya dari Pokja maupun Satker Peyediaan Rusun Strategis, Erizal.
Pertanyaan serupa juga dilontarkan Ketua Umum DPP LSM Lapan (Lembaga Pemantau Aparatur Negara), Gintar Hasugian, bahwa patut dipertanyakan satu BUMN mampu menang sampai 10 paket di satu unit yakni Direktorat Jenderal Penyediaan Perumahan.
“Ada apa sampai sepuluh paket selama satu tahun 2016 dimenangkan satu BUMN? Patut sangat dicurigai dugaan lelang monopoli, dengan mengabaikan UU No 5 tahun 1999 tentang Persaingan Usaha Tidak Sehat,” tandasnya.
Gintar juga mengomentari paket di lokasi yang sama yakni Pembangunan Rusun Kemayoran, yakni dibagi menjadi dua paket, namun nyatanya kedua paket itu malah dimenangkan “satu perusahaan” dengan nilai penawaran harga atau biaya yang sama, (nilai sama, tidak ada berubah satu sen pun-red).
“Lalu pertanyaannya, kalau memang penawaran biaya yang sama, maka dokumen pemenang pun sama, termasuk dukungan alat dan personil (tenaga ahli-red),” ujarnya kepada HR.
Oleh karena itu, kata Gintar, seluruh aparat hukum sudah sepatutnya melakukan penyelidikan dan penyidikan terkait dugaan proyek monopoli di Ditjen Penyediaan Perumahaan, dengan tujuan untuk penyelamatan keuangan negara. Demikian juga Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) segera melakukan audit, dan menindaklanjutinya ke aparat hukum, agar kedepan kasus serupa tidak terulang lagi. tim
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});