Didakwa Larikan Wanita, Jaksa Tuntut Boby 6 Tahun Penjara

oleh -727 views
oleh
Boby dan Astuti saat melakukan akad nikah.
JAKARTA, HR – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Theodora Marpaung, SH dari Kejari Jakarta Utara menjatuhkan tuntutan 6 tahun pidana penjara terhadap terdakwa Boby Hendrica alias Fatur (40), karena terbukti bersalah melakukan tindak pidana melarikan wanita (Astuti Nur Ali/34) dengan tipu muslihat, kekerasan atau ancaman kekerasan, dengan maksud untuk memiliki wanita itu baik dengan perkawinan, maupun tidak dengan perkawinan sebagaimana diatur dalam Pasal 332 ayat (1) ke-2 KHUP jo Pasal 333 ayat (1) KUHP jo Pasal 285 KUHP dan Pasal 335 ayat (1) ke-1 KUHPidana, di Pengedilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Selasa (6/10).
Menurut JPU, tuntutan itu sudah terbukti sesuai keterangan korban (Astuti) dan keterangan suami korban (Aditia Zafri Harahap) dan saksi lainnya yang terungkap di persidangan yang dibacakan dihadapan Ketua Mejelis Hakim Jeferson Tarigan SH MH.(baca:Melarikan Wanita Dengan Paksa, Djonggi : Ayo Kita Buktikan Sidang TKP)
“Kita sudah menyelesaikan tugas kita sebagai penuntut, sekarang giliran majelislah. Bersalah atau tidak bersalah nanti akan ketahuan dari putusan hakim. Yang jelas, untuk berbuat sesuatu itu harus ada kehati-hatian. Minimal saat ini kalau orang mau selingkuh harus berpikir,” ujar Jaksa Theodora kepada awak media usai membacakan surat tuntutannya.
Ketika awak media melontarkan pertanyaan bahwa jaksa kurang optimis terhadap tuntutannya, Theodora membantah: “Yah, optimislah”, tanggapnya.
Kuasa Hukum terdakwa Boby, Mohammad Herman Sitompul SH MH yang bergabung di Law Office DR. Djonggi M. Simorangkir, SH, MH yang berkantor di Gedung Arva Jl. RP. Soeroso, Menteng Jakarta Pusat ini sangat optimis bahwa kliennya tidak terbukti bersalah, sebagaimana yang didakwakan JPU.
“Lihat saja nanti pada pledoi kita. Akan kita ungkap semuanya. Majelis itu orang orang pintar dan berpengalaman. Tanpa pledoi juga sebenarnya majelis hakim sudah mepunyai kesimpulan. Bagaimana jaksa membuat visum et Repertum No. 17/IV/PKT/01/2015, tanggal 14 April yang ditandatangani dr RSCM, yang menyebutkan: pada pemeriksaan korban berusia 34 tahun ini ditemukan kemerahan pada bibir kecil kemaluan bagian dalam yang dapat terjadi akibat persetubuhan baru seperti yang diakui korban. Ditemukan robekan lama pada selaput dara akibat persetubuhan lama. Pada pemeriksaan tidak ditemukan air mani. Ini sebetulnya peristiwa sangat memalukan. Bagaimana membuktikan sobekan lama itu ditujukan atas perbuatan Boby? Dalam persidangan Boby mengakui bahwa hubungan suami istri yang dilakukan dengan Astuti sudah kebih dari 200 kali sejak tahun 2009 dimana mereka resmi sebagai suami istri. Dan itu dikatakan Boby dihadapan Aditia Zafri Harahap (suami Astuti) dipersidangan. Jika memang ada perbuatan yang salah bukan perbuatan Boby saja tetapi juga perbuatan Astuti karena Astuti mengaku sebagai perawan. Seharusnya kedua-duanya yang dilaporkan saudara Aditia Harahap, karena sudah jelas istrinya menghianati pernikahannya,” ungkap Herman Sitompol.
Sebelumnya, Dr. Djonggi Simorangkir, SH, MH sudah mengungkapkan kepada HR bahwa kasus ini adalah kasus rekayasa dan yang dipaksakan.
“Kalau melarikan dengan paksa, bagaimana cara melarikannya? Ayo kita sidang lapangan, kita buktikan! Kalau orang dipaksa pastinya akan memberikan reaksi, dan orang lain akan curiga, apalagi banyak security yang dilalui, pasti security ber-reaksi. Waktu mereka naik motor si wanita (Astuti) memeluk dengan mesra, bagaimana memaksa? Siwanita mengatakan kurang nyaman naek motor lebih nyaman naek mobil, maka mereka ganti motor dan naek mobil lalu cekin ke hotel, lalu dimana pemaksaannya? Sehabis dari hotel tengah malam, lapar, lalu cari makanan di mini market, terus dibagian mana yang dipaksa? Kemudian ke-esokan harinya mereka menginap lagi diapartement Gading Nias tempat terdakwa tinggal, lalu yang mama pemaksaan”, ucap DR. Djonggi Simorangkir kuasa hukum terdakwa Boby kepada wartawan usai sidang pemeriksaan terdakwa, dipersidangan sebelunya.
Djonggi menjelaskan kepada wartawan dan menuding bahwa kepolisian tidak professional dalam menjalankan tupoksinya sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat. “Ini menyangkut nasip orang. HAM! Bagaimana polisi bisa menerima laporan yang penuh rekayasa? Bagaimana pula jaksa menyatakan berkas lengkap (P21) tanpa adanya dukungan bukti. Hancurlah negara kita ini jika aparat mempermainkan hukum. 
“Nanti kita buktikan dipengadilan”. Itu yang sering keluar dari mulut penyidik dan penuntut jika ada protes dari terdakwa. Sederhana sekali jawaban itu. Tapi dia tidak memikirkan bagaimana dampak dari tindakannya,” papar Djonggi.
Dia bilang sudah mengajukan permohonan sidang TKP (tempat kejadian perkara) kepada hakim agar dilakukan sidang dilapangan. “Bagaimana eksperesi orang yang dipaksa, biar kita lihat bersama sama. Perlu kawan kawan ketahui, Klien kami (Bobby-terdakwa) dengan pelapor (Astuty) sudah sejak tahun 2008 berkenalan difitnes Ade Ray Kelapa Gading. Dari perkenalan itu itu mereka semakin dekat. Si Bobby ganteng dan sicewe cantiklah, Itu tidak dapat dipungkiri. Dan dari kedekatan itu terjadi pulalah hubungan yang lebih intim. Dan pada tahun 2009 mereka berdua melakukan pernikahan di KUA. Dan semua yang mengurus adalah keluarga siperempuan. Dengan persyaratan Boby harus masuk Agama Islam (mualaf). Dalam pernikahan itu Astuty mengaku sebagai perawan dan oleh keluarga Astuty, Boby berstatus bujangan. Singkat cerita, walaupun mereka sudah menikah tetapi mereka tidak hidup serumah. Dengan alasan sebelum ada rumah baru, orang tua Astuty belum mengijinkan mereka untuk hidup serumah,” ungkap Djonggi.
Dari cerita Itulah kata Djonggi yang memperlihatkan ketidak profesionalan polisisi dan jaksa. Menurutnya bahwa penyidik dan penuntut tidak melihat realita. “Ini fakta!” tegas Djonggi. 
Kemudian tutur Djonggi, bagaimana polisisi bisa menerima laporan melakukan perbuatan tidak menyenangkan sebagaimana ditur dalam Pasal 335 KUHP, sementa keduanya menikmati dan juga dilakukan didalam pernikahan. Pasal 285 KUHP (perkosaan) dilaporkan pada bulan Januari tahun 2015, sementara hubungan suami istri sudah dilakukan sejak tahun 2009, setelah pernikahan dilaksanakan pada tanggal 4 bulan Juni 2009 di KUA Kabupaten Karawang. Dan siapakah yang berhak dan yang menjadi suami yang sah Astuty? Sebab kedua pria (Boby dan Zafra Harahap) mengaku sebagai suami Astity yang sah. Perlu diuji dipengadilan agama. Ini perlu dilakukan agar terungkap siapa suami yang sah. Dan agar sidang pengadilan yang mulia ini tidak ternodai,’ tandasnya. ■ thom

Tinggalkan Balasan