SURABAYA, HR – Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 154 Tahun 2016 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Transportasi Darat, diketahui bahwa Balai Pengelolaan Transportasi Darat (BPTD) Wilayah XI Jawa Timur merupakan salah satu dari 25 BPTD yang dibentuk oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Republik Indonesia.
Menjadi tugas pokok BPTD diantaranya penyusunan rencana, program, dan anggaran, pelaksanaan pembangunan, pemeliharaan, peningkatan, penyelenggaraan terminal penumpang Type A, Terminal Barang, Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB), pelaksanaan kalibrasi peralatan pengujian berkala kendaraan bermotor, pelaksanaan pemeriksaan fisik rancang bangun sarana angkutan jalan serta pengawasan teknis sarana lalu lintas dan angkutan jalan di jalan nasional dan pengujian berkala kendaraan bermotor dan industri karoseri.
Beberapa tugas pokok yang telah diuraikan HR diatas, sebelumnya merupakan salah satu tugas pokok dan fungsi (tupoksi) Dinas Perhubungan Provinsi Jatim.
Dengan beralihnya beberapa tupoksi ke Ditjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, maka besar harapan masyarakat Jatim terutama penggiat anti rasuah, BPTD mampu mengelola uang rakyat (APBN) dengan lebih baik dan tepat sasaran.
Tapi tragisnya harapan masyarakat Jatim tersebut menjadi isapan jempol saja. Hal tersebut ditenggarai karena adanya aroma korupsi yang menyeruak dari beberapa proyek yang ada dibawa kendali PBTD XI dan ditenggarai hanya menjadi ajang bancakan oknum-oknum pejabat PBTD XI bersama dengan rekanan penyedia barang/jasa (pelaksana).
Berdasarkan data yang tertera dalam SIRUP LKPP Tahun Anggaran 2020, diketahui BPTD Wilayah XI menyelenggarakan 33 paket kegiatan yang berhubungan dengan pengadaan dan pemasangan perlengkapan jalan yang menelan anggaran senilai Rp. 74.522.835.000,-.
Dari 33 paket kegiatan tersebut, terdapat 16 kegiatan pengadaan dan pemasangan perlengkapan jalan (konstruksi) yang menelan anggaran (pagu) senilai Rp. 72.547.835.000,-, kegiatan supervisi sebanyak 16 kegiatan dengan anggaran (pagu) senilai Rp. 1.475.000.000,- dan 1 paket kegiatan pemeliharaan dengan anggaran (pagu) Rp. 1.475.000.000,-.
Pengamatan di lapangan dan informasi yang diperoleh HR, hampir di semua paket pekerjaan (konstruksi) terindikasi adanya item pekerjaan yang tidak sesuai spek dan juga ada item pekerjaan yang diduga tidak dikerjakan oleh rekanan, dimana hal tersebut tentunya berimplikasi pada kerugian keuangan Negara.
Item pekerjaan yang diduga tidak sesuai spek yakni pembuatan marka jalan, dimana warna cat marka jalan di beberapa titik sudah tidak mengkilap (resin) dan terkesan buram. Penyebabnya diduga karena campuran cat marka thermoplastic yang terdiri dari 5 campuran tidak dilaksanakan.
Pekerjaan yang diduga tidak dilaksanakan kontraktor di beberap lokasi yakni Zebra Cross (tempat penyebrangan) pejalan kaki dan juga pemasangan stiker perlengkapan jalan. Sementara untuk item pemasangan patok pengaman delineator, kedalaman pondasi di duga tidak sesuai RAB (600 mm).
Saat dikonfirmasi HR via Whatsapp ke nomor selulernya 08224990xxxx (20/01), Rona Jonara Lubis selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) mengatakan pekerjaan sudah sesuai dengan spesifikasi dan harga satuan Kementerian Perhubungan.
Di tempat terpisah, Ropik salah satu penggiat anti rasuah Jawa Timur dari LSM Aliansi Perduli Indonesia Jaya (APIJ), kepada HR mengatakan akan menurunkan tim ke 16 lokasi tersebut untuk mengumpulkan bukti-bukti adanya dugaan item pekerjaan yang tidak sesuai spek. Hal tersebut dia katakan saat HR meminta tanggapannya selaku penggiat anti rasuah.
Ropik juga menyatakan ke HR bahwa LSM APIJ sudah memiliki RAB/BQ 16 paket pekerjaan tersebut, jadi menurutnya tinggal melengkapi foto visualnya saja, dan setelah terkumpul baru bersurat ke Kementerian Perhubungan dan akan melaporkan temuan tersebut ke Polda Jawa Timur, imbuh Ropik di penghujung tanggapannya. ian