JAKARTA, HR – Untuk mencegah dan mengurangi peredaran ponsel ilegal serta melindungi industri dan konsumen dalam negari, Kementerian Perindustrian bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika serta operator telepon seluler (ponsel) akan melakukan langkah sinergi untuk memvalidasi database nomor identitas asli ponsel (International Mobile Equipment Identity/IMEI).
“Pada bulan April nanti, data IMEI ini sudah terkonsolidasi. Kami telah bekerja sama dengan Qualcomm dan akan di-support oleh Kominfo,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto ketika menghadiri Konferensi Pers Bersama tentang Hasil Penindakan Ponsel Ilegal dan Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) Ilegal dan Pemusnahan Barang Hasil Penindakan di Jakarta, Kamis (15/2).
Turut hadir dalam Konferensi Pers tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Menkominfo Rudiantara, Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Kiagus Ahmad Badaruddin, Pimpinan KPK Saut Situmorang, serta perwakilan instansi dan lembaga lain.
Menperin menjelaskan, sistem kontrol IMEI yang akan dikelola oleh Kemenperin tersebut dapat diakses secara online.
“Secara individu bisa dicek. Jadi, teknisnya, kalau IMEI tidak terdaftar, maka tidak bisa digunakan di Indonesia,” jelasnya.
Langkah ini merupakan tindak lanjut dari komitmen penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara Kemenperin dengan Qualcomm mengenai proses validasi database IMEI pada 10 Agustus 2017. Selain itu sejalan dengan amanat Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 65 Tahun 2016 tentang Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) serta Peraturan Pemerintah No. 20/2017 tentang Pengendalian Impor atau Ekspor Barang yang Diduga Merupakan atau Berasal dari Hasil Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual.
“Sebagai negara berpenduduk terpadat ketiga di Asia, Indonesia tentu menjadi target pasar bagi berbagai perangkat seluler, terlebih dengan semakin berkembangnya jaringan 4G LTE. Namun, hal ini juga memicu masuknya perangkat ilegal yang justru menghambat industri dalam negeri dan merugikan konsumen,” paparnya.
Untuk itu, Kemenperin terus berupaya memacu pengembangan dan daya saing industri ponsel dalam negeri. Terlebih lagi, melalui kebijakan hilirisasi, sektor ini sudah mampu meningkatkan nilai tambah dan mendukung rantai pasok manufaktur nasional.
“Saat ini, hampir seluruh merek ponsel di dunia, telah diproduksi di dalam negeri,” ungkap Airlangga.
Kemenperin mencatat, industri telekomunikasi dan informatika (telematika) dalam negeri mengalami pertumbuhan yang signifikan. Hingga tahun 2016, terdapat 23 electronics manufacturing service (EMS), 42 merek dan 37 pemilik merek baik global maupun nasional, dengan total nilai investasi sebesar Rp7 triliun dan menyerap tenaga kerja sebanyak 13 ribu orang.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Asosiasi Ponsel Seluruh Indonesia (APSI) Hasan Aula menyatakan, peredaran ponsel ilegal bisa hilang apabila ada kontrol IMEI dari pemerintah. Langkah strategis ini perlu dilakukan, disamping upaya pemusnahan ponsel ilegal.
“Tentu, yang ilegal akan mengganggu produksi dalam negeri. Jadi, kami sangat senang dengan upaya yang dilakukan pemerintah saat ini. Ke depan, kami berharap, pemerintah konsisten melakukan kontrol IMEI ponsel,” tuturnya.
Dari hasil penindakan oleh pemerintah, berhasil diamankan 12.144 unit ponsel berbagai merek dengan nilai perkiraan barang mencapai Rp18,2 miliar dan potensi kerugian negara sekitar Rp3,1 miliar. Ponsel ilegal ini berhasil dikumpulkan dari beberapa lokasi yang tersebar di Jakarta, Depok, dan Tangerang.
Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) mengatakan, Kemenperin akan terus mendukung upaya peningkatan pelayanan dan menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi pelaku industri di Indonesia. Salah satunya mendukung Program Penertiban Importir Berisiko Tinggi (PIBT) dan Penertiban Cukai Berisiko Tinggi (PCBT).
“Pemerintah berkomitmen secara sinergi untuk meningkatkan peringkat Indonesia dalam Ease of Doing Business (EODB), peningkatan peringkat Logistics Performace Index (LPI), dan upaya penurunan dwelling time,” sebutnya. Di samping itu, peningkatan pasokan bahan baku dari produksi industri dalam negeri, yang sebelumnya dilakukan melalui impor.
Berdasarkan laporan e-Marketer, pengguna smartphone di Indonesia akan tumbuh dari 55 juta orang pada tahun 2015 menjadi 92 juta orang tahun 2019. Sedangkan, merujuk data Gesellschaft für Konsumforschung (GfK), pada tahun 2015 penjualan smartphone di Indonesia mencapai 32,14 juta unit dan meningkat sebesar 2,9 persen atau menjadi 33,07 juta unit tahun 2016. Nilai penjualan smartphone terjadi peningkatan sebesar 11,3 persen pada tahun 2016, di mana nilai penjualan tahun 2015 sebesar Rp62 triliun menjadi Rp69 triliun tahun 2016. kornel