P.SIANTAR, HR – Lelang pengadaan meubelair pengadaan meja dan kursi SD dengan nilai HPS sebesar Rp 4.730.000.000 akhirnya dimenangkan CV Arga Alam Perkasa dengan penawaran 4.378.000.000. Sedangkan penawaran terendah Rp 3.400.210.000 dari PT Gorga Mitra Bangunan, dikalahkan tanpa klarifikasi dan alasan sepele. Bayangkan selisih penawaran tersebut mencapai Rp 977.790.000.
Menurut owner PT Gorga Mitra Bangunan, Luhut Simanjuntak, Jumat (20/10), kecurigaan pihaknya terkait dugaan keberpihakan PPK/Pokja kepada rekanan tertentu menjadi kenyataan. Penawaran pemenang sangat merugikan keuangan negara, karena keuntungan negara sebesar Rp 977.790.000 dibuang begitu saja.
Luhut menjelaskan bahwa penawarannya dikalahkan dengan tiga alasan yang dinilainya mengada-ada dan tidak professional.
“Jadi tidak benar yang dikatakan oleh panitia. Justru bangku dapat masuk pada sisi yang satu. Sedangkan sisi yang satunya tertutup agar menutup kaki dan bagian lainnya dari siswi,” ujarnya.
“Harap panitia memeriksa ulang. Dalam hal ini sangat disayangkan panitia tidak teliti atau diduga sudah sengaja hanya mencari celah kesalahan, tapi disayangkan mengada-ada,” ujarnya lagi.
Luhut juga melihat bahwa panitia telah menetapkan persyaratan kualifikasi untuk perusahaan non kecil, hal ini menandakan bahwa panitia tidak memahami Perpres No 54 tahun 2010 dan perubahannya.
“Dalam pasal 100 ayat 1 disebutkan, “Dalam Pengadaan Barang/Jasa, PA/KPA wajib memperluas peluang Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi kecil,” jelasnya. Jadi, pasal ini sangat jelas penafsirannya bahwa “perusahaan kecil” harus diperluas peluang usahanya, bukan dibatasi dan dipersempit.
Pasal 100 ayat 3, disebutkan, “Nilai paket pekerjaan Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/ Jasa Lainnya sampai dengan Rp2.500.000.000, diperuntukan bagi Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi kecil, kecuali untuk paket pekerjaan yang menuntut kompetensi teknis yang tidak dapat dipenuhi oleh Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi kecil.”
Dalam penjelasan Perpres No 54/2010 Pasal 100 ayat 3 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi teknis adalah memiliki kemampuan sumber daya manusia, teknis, modal dan peralatan yang cukup, contohnya pengadaan kendaraan, peralatan elektronik presisi tinggi, percetakan dengan security paper, walaupun nilainya dibawah Rp2.500.000.000, diberikan kepada Penyedia Barang/Jasa yang bukan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah serta koperasi kecil.
Dari sumber hukum di atas, apakah ada kalimat yang membatasi usaha kecil HANYA boleh mengikuti pengadaan yang bernilai sampai dengan Rp2,5 M?
Kalimat pada Pasal 100 ayat 3 di atas merupakan kalimat perlindungan bagi Usaha Kecil yang menekankan bahwa pekerjaan yang bernilai sampai dengan Rp 2,5 M HANYA BOLEH diikuti oleh usaha kecil. Hal ini agar usaha non kecil tidak melahap semua pengadaan yang ada sehingga dapat mematikan usaha kecil.
Luhut mempertanyakan Lembar Data Pemilihan (LDP) pada poin M ditetapkan bahwa lelang ini menggunakan “sistim nilai”. Sementara pada lembar depan dokumen lelang metode evaluasi adalah system gugur. Ada kesimpangsiuran yang membuat kegaduhan bagi peserta tender. Dan hal ini bisa menjadi “kunci” bagi panitia untuk menggugurkan peserta yang bukan pinangannya.
Padahal, Pokja dan PPK pasti mengetahui bahwa Metode evaluasi sistem nilai hanya digunakan untuk pekerjaan kompleks dengan kriteria tertentu sesuai Perpres 54/2010 Pasal 1 ayat (36) yang berbunyi, “Pekerjaan Kompleks adalah pekerjaan yang memerlukan teknologi tinggi, mempunyai risiko tinggi, menggunakan peralatan yang didesain khusus dan/atau pekerjaan yang bernilai diatas Rp100 miliar.”
Sesuai dengan peraturan tersebut, evaluasi lelang dengan sistim nilai adalah sangat berlebihan dan tidak tepat. Dan akan bertolak belakang dengan persyaratan yang ditetapkan oleh panitia bahwa harus melampirkan bukti kepemilikan workshop di wilayah Sumatera Utara.
Apakah panitia sadar bahwa dalam menetapkan persyaratan ini, panitia harus memastikan bahwa workshop tersebut juga nantinya adalah workshop yang bertehnologi tinggi, sesuai dengan Perpres 54/2010?
Kemudian, terkait penjumlahan aritmatik pada Daftar Kuantitas dan Harga (DKH), terdapat perbedaan jumlah unit pada SDP, BAB VI, bentuk dokumen penawaran dibandingkan dengan DKH. Pada SDP tertulis 4000 set, sedangkan jika dijumlahkan jumlah unit yang ada pada DKH, jumlah unitnya adalah 4.600 unit. Hal ini juga menimbulkan kesimpangsiuran dan kelalaian PPK.
Dalam dokumen tehnis pada gambar kerja, tebal holo ditetapkan 0,8 mm. Apakah panitia yakin tebal holo cukup hanya dengan 0,8 mm, sebab pengerjaan holo tersebut ditetapkan dengan sistim las. Secara tehnis, holo 0,8mm sangat beresiko di las. Persyaratan ini perlu diuji kembali, jangan sampai merugikan PA dan juga para murid yang akan menggunakan meja kursi ini nantinya.
Pada SDP, halaman 22, Poin 15, Dokumen Penawaran, pada point 3, disebutkan identitas (jenis, tipe dan merek) yang ditawarkan tercantum dengan lengkap dan jelas untuk bahan yang menggunakan kata setara seperti tertera dalam daftar kuantitas dan harga.
Yang dimaksud apakah jenis, tipe dan merek dari bahannya? Dalam dokumen yang dirujuk, PT Gorga Mitra Bangunan tidak menemukan ada pada daftar kuantitas dan harga. Yang ada merujuk bahan ada pada dokumen gambar, bahan yang ada adalah multiplex 18 mm, holo 3 x 3 cm, dempul, cat, sepatu anti slip. Apakah yang dimaksud indentitas (jenis, tipe dan merek) untuk material dimaksud?
Pada poin 4, disebutkan melampirkan rekapitulasi biaya dalam excel yang realistis. “Apa maksud poin ini, mohon diperjelas? Apakah yang dimaksud panitia adalah analisa harga?,” ujar Luhut.
Kemudian mengenai surat pernyataan dukungan bahan dari distributor/agen tunggal, CV Gorga Mitra Bangunan juga mempertanyakan surat dukungan tersebut untuk material seperti apa? Apakah sepatu anti slip dan dempul juga butuh surat dukungan dari agen tunggal?
“Banyak yang tidak jelas dan rancu. Saya rasa, paket ini harus lelang ulang, dan dokumen panitia juga diperbaiki. Inilah gunanya transparansi, jangan menjual kucing dalam karung,” ujarnya.
Mengenai melampirkan bukti kepemilikan workshop di wilayah Sumatera Utara, Luhut mengatakan bahwa panitia dalam hal ini telah membatasi atau membuat persyaratan yang diskrimatif. Hal ini dilarang oleh UU. Oleh karena itu, jika panitia tidak mau dikategorikan melanggar UU, maksa persyaratan memiliki workshop di Sumatera Utara sebaiknya dihapuskan.
“Yang perlu diatur oleh panitia adalah workshop tersebut harus berkualitas dengan dibuktikan dengan persyaratan, antara lain memiliki ijin usaha industrI dari instansi terkait, memiliki UUG atau HO, serta memiliki ISO 14001: 2015, ISO 9001:2015 dan OSHAS 18001: 2007,” ujarnya.
Sedangkan terkait tenaga ahli Tukang Kayu, Tenaga Ahli Tukang Las dan SKT tukang Las, menurut Luhut hal itu sangat berlebihan. Untuk projek dengan jumlah sebanyak ini, persyaratan yang ditetapkan oleh panitia hanya pada level lapangan. Untuk suksesnya projek besar seperti ini dan juga harus menangani jumlah 4.000 set, tidak cukup dengan tenaga tehnis.
“Menurut kami, persyaratan tersebut sangat tanggung dan tidak lengkap. Bertolak belakang dengan apa yang diatur oleh panitia dengan lokasi workshop yang sangat detail dan membatasi. Dalam projek ini perlu ada manajer projek yang bertugas untuk mengarahkan dan mengkoordinir mutu, waktu pelaksanaan dan juga mengkoordinir tenaga terampil yang terlibat, agar projek dapat berjalan baik. Tenaga yang dapat menjalan ini adalah Sarjana Tehnik, yang sudah berpengalaman memimpin projek. Ini yang seharusnya ditambahkan oleh panitia sebagai persyaratan tehnis dan SKT Drafter (juru gambar),” ujarnya.
“Kami melihat panitia kurang siap untuk lelang ini, banyak persyaratan yang kurang tepat serta bertentangan dengan syarat lainnya,” ujarnya.
Dalam era keterbukaan ini, PT Gorga Mitra Bangunan berharap lelang ini berkiblat pada Perpres 54 tahun 2010 serta perubahannya, misalnya Prinsip-Prinsip Pengadaan Pasal 5, “Pengadaan Barang/Jasa menerapkan prinsip-prinsip sebagai berikut: a. efisien; b. efektif; c. transparan; d. terbuka; … – 10 – d. terbuka; e. bersaing; f. adil/tidak diskriminatif; dan g. akuntabel.”
PPK/Pokja Menjawab
Terkait sanggahan PT Gorga Mitra Bangunan, PPK/Pokja menjawab sanggahan tersebut, yakni point pertama, kalau memang jadwal proses produksi dihitamkan sampai minggu terakhir, seharusnya jadwal pengiriman juga dihitamkan sampai minggu terakhir. Karena apabila ada barang yang cacat, kemudian diperbaiki, penyedia tidak menjelaskan kapan barang tersebut dikirim. Point kedua, benar sekali, gambar yang dibuat, bagian depan tertutup dan bagian belakang terbuka. Tetapi dalam gambar teknis, yang diminta oleh pokja, bahwa besi penyanggah meja tidak diletakkan ditengah, tetapi diujung, sehingga bangku dapat dengan mudah dimasukkan/dikeluarkan (Sesuai dalam gambar teknis). Point ketiga, denah alamat workshop dibutuhkan dan dipersyaratkan, untuk mengetahui detil alamat tempat workshop tersebut berada. Selanjutnya, mengenai perusahaan yang dimenangkan, pokja telah melakukan evaluasi sesuai prosedur. Terkait perusahaan yang dimenangkan sedang dalam sorotan media, dalam hal ini dalam menetapkan pemenang, terlebih dahulu melakukan pengecekan dalam “Daftar Hitam LKPP”, dan perusahaan yang dimenangkan tidak ada masuk dalam daftar hitam LKPP.
PPK/Pokja menjelaskan bahwa untuk sanggahan yang lain seperti kualifikasi perusahaan, system evaluasi, daftar kuantitas dan harga, sudah diklarifikasi dan dijawab oleh pokja pada saat anwijiing. tim
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});